1.3

2.5K 338 5
                                    

Don't be a silent reader please.

Hiks.

Hiks.

Hiks.

Suara isakan terdengar di sebuah taksi yang tengah membawa sumber suara itu ke rumahnya. Isakan tangis itu berasal dari seorang pria manis bernama Park Jinyoung. Satu kebohongan baru saja terungkap dan orang yang sudah ia percayainya lah yang membohonginya. Marah? Tentu saja. Siapa sih yang tidak marah jika dibohongi?

Ia kecewa. Kecewa sekali. Ia kecewa karena orang yang sudah dianggap hyungnya sendiri sudah tidak dapat dipercaya. Seseorang yang lebih tua darinya yang dengan waktu cepat dapat menjadi orang terdekatnya. Seseorang yang selalu mendengarkan segala keluhan dan memberi semangat padanya setiap hari. Seseorang yang begitu dekat dengannya melebihi persahabatannya dengan Bambam.

Sedih? Itu jelas sekali.

"Tuan, sudah sampai," sahut sang supir taksi. Jinyoung langsung memberikannya uang dan segera keluar dari taksi, tanpa mempedulikan teriakan supir taksi yang ingin memberikan uang kembalian.

Jinyoung memasuki pintu gerbang rumahnya. Penjaga keamanan rumah Jinyoung yang tadi membukakan pintu gerbang menatapnya bingung dan bertanya, "Tuan Muda? Kenapa anda menangis?"

Pertanyaan salah satu pekerja yang bekerja di rumah Jinyoung itu tidak digubris oleh sang majikan. Pria manis selaku majikannya itu langsung memasuki rumah dengan air mata yang terus keluar.

Klek.

Suara pintu depan yang terbuka membuat Bambam yang tengah menonton televisi langsung menolehkan kepalanya.

"Oh, Jinyoung. Kau sudah puㅡ, Jinyoung!" Bambam terkejut ketika melihat sahabatnya yang langsung berlari menaiki tangga sambil menangis. Bambam yakin Jinyoung tengah menangis. Semua itu terlihat dari bahu Jinyoung yang naik-turun, suara isakan tangis yang dapat terdengar di telinga Bambam, serta mata merah.

Spontan, Bambam langsung mengejar Jinyoung yang berlari menuju kamarnya.

"Jinyoung! Hei!" panggil Bambam. Bambam ingin memasuki kamar Jinyoung, tapi ia telat karena Jinyoung sudah menutupnya dan menguncinya dari dalam. Bambam mengetuk pintu kamar Jinyoung sambil memanggil nama sahabatnya itu.

"Jinyoung-ah, jelaskan padaku apa yang terjadi?! Ya! Park Jinyoung!" Teriakan yang dikeluarkan Bambam tak mampu membuat Jinyoung membuka pintu kamarnya.

"Jinyoung, kau bisa menceritakan semuanya padaku!" teriak Bambam sekali lagi berusaha membuat Jinyoung mempersilahkannya masuk ke kamarnya. Melihat tidak adanya respon, Bambam hanya dapat menghela nafas.

"Mungkin ia butuh waktu sendiri," gumam Bambam dan kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda, walaupun sebenarnya ia masih ingin mendesak Jinyoung untuk bercerita padanya. Dia mengerti, Jinyoung butuh waktu untuk sendiri.

Sementara itu, di dalam kamar yang dipenuhi warna putih dan tertata rapi itu terdengar suara isakan tangis dari Jinyoung yang tengah terbaring di ranjangnya yang berukuran besar. Entah kenapa, ia tidak bisa memberhentikan tangisan ini. Ini hal paling sakit yang pernah ia rasakan lebih dari masa lalunya.

Drrt.

Drrt.

Suara getaran ponsel Jinyoung membuat suara isakan tangis Jinyoung mengecil. Ia ambil ponselnya dari saku celana, lalu menatap layar ponsel tersebut. Perasaan amarah Jinyoung pun meningkat ketika melihat nama yang tertera jelas di layar ponsel. Dengan sengaja, ia mengangkat panggilan itu.

"Jinyoung-ahㅡ"

"DASAR IM JAEBUM BRENGSEK!"

Tut.

book of us ¦ jjpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang