4.6

1K 132 14
                                    

Don't be a silent reader please.

Sedih, panik, khawatir, mungkin itu yang sekarang dirasakan hati Jaebum. Mendengar suatu hal yang tidak mengenakan tentang Jinyoung di telinganya membuatnya tidak peduli tentang kondisi tubuhnya sekarang. Walaupun sudah berstatus sebagai mantan kekasih, tapi cinta Jaebum tidak dapat menghilang begitu saja. Ia yakin, Jinyoung masih menerimanya. Tertampak jelas tatapan yang diberikan Jinyoung padanya. Tidak bisa dibohongi lagi, Jaebum tahu Jinyoung masih mencintainya, namun Jinyoung lebih memilih untuk berpisah dengannya.

Jaebum langsung menyibak selimutnya dan turun dari kasur. Ia mengambil kunci motornya di laci nakas dan langsung keluar kamar, walaupun ia masih sangat lemas. Nyonya Im yang melihat Jaebum sangat tergesa-gesa langsung menghampirinya.

"Jaebum, kau mau ke mana? Ini sudah malam," ucap Nyonya Im sambil mencegah putranya itu keluar rumah.

"Aku harus pergi, ini penting." Jaebum melewati Ibunya yang menghalanginya. Sang Ibu malah geram. "Pikirkan kesehatanmu! Itu penting bagimu!"

"Tapi Jinyoung lebih penting daripada kesehatanku! Jinyoung adalah prioritas utamaku! Aku tidak peduli tubuhku masih lemas atau apapun, yang terpenting aku dapat di sisi Jinyoung di saat ia membutuhkanku!" teriak Jaebum secara tidak sengaja sambil menatap tajam mata Ibunya. Emosinya meningkat. Entah kenapa, ia menjadi seperti ini sekarang, bahkan berani membentak Ibunya sendiri.

Jaebum menghembuskan nafasnya. Ia menatap sang Ibu penuh mohon. "Sekarang Jinyoung lebih penting dari segalanya. Kumohon, izinkan aku menghampirinya. Aku tidak ingin terus memendam rasa kekhawatiran ini."

Wanita itu menatap anaknya dengan tatapan bingung. Ia tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi.

"Sebenarnya apa yang terjadi, nak?" tanyanya pada Jaebum. "Ceritanya panjang. Akan kuceritakan semuanya nanti."

Sang Ibu hanya dapat pasrah. Ia mengerti, putranya sangat mengkhawatirkan ㅡmantanㅡ kekasihnya. "Baiklah, kalau begitu. Hati-hati di jalan. Kabari Ibu jika kau akan menginap di sana."

Jaebum mengangguk. Ia langsung berlari dengan sekuat tenaga keluar rumah dan menghampiri motor besar berwarna merahnya. Ia pakai helm nya dan menyalakan mesin motor. Tanpa babibu lagi, Jaebum langsung mengendarai motornya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Ia tidak peduli seberapa cepat motor yang ia kendarai, yang penting ia dapat sampai ke rumah Jinyoung dengan cepat.

Berkat laju kecepatan motornya yang berada di angka maksimum, Jaebum dapat cepat sampai di rumah Jinyoung. Ia langsung melepas helmnya dan mencabut kunci motornya. Ia pun langsung menekan tombol bel rumah itu.

Cklek.

"Noona, dimana Jinyoung sekarang? Apakah ia baik-baik saja?" tanya Jaebum yang khawatirnya sudah kelewat batas. Soyoung malah terdiam sambil menatap Jaebum. Ia tidak menjawab satu pertanyaan pun dari Jaebum. Tidak ingin berlama-lama lagi, Jaebum menerobos masuk ke dalam rumah. Ia sudah hafal betul dimana kamar Jinyoung. Ia pun langsung ke sana dan membuka pintu kamarnya pelan. Tampaklah Nyonya Park yang sedang duduk di tepi ranjang, sementara seorang pria tengah terbaring lemah di atas ranjang sambil menangis. Sadar akan kehadiran Jaebum, Nyonya Park menoleh dan menghampiri Jaebum.

"Jaebum, maaf memintamu datang malam-malam seperti ini, tapi Jinyoung terus memanggil namamu. Suhu badannya lumayan tinggi. Badannya sangat panas, tapi ia tidak ingin makan sedikitpun dan terus memanggilmu," kata Nyonya Park. Jaebum mengambil mangkuk berisi sup dari tangan wanita itu dan berkata, "Biar aku yang membujuknya."

Nyonya Park mengangguk. "Kuserahkan semuanya padamu." Nyonya Park pun keluar dari kamar Jinyoung, meninggalkan Jaebum dan Jinyoung berdua. Jaebum memberanikan diri untuk mendekati Jinyoung dan duduk di tepi ranjang. Ia dapat melihat jelas wajah Jinyoung yang sangat basah serta merah. Ingin sekali ia menghapus air mata itu dan menenangkannya, tetapi ia takut Jinyoung tidak suka.

book of us ¦ jjpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang