4.5

1.2K 149 67
                                        

Don't be a silent reader please.

Jinyoung berjalan dengan lemas. Ia buka pintu rumahnya dan tertampaklah pemandangan Kakaknya yang tak lepas dari ponsel di tangannya. Sadar dengan Adiknya yang sudah kembali setelah berkencan dengan Jaebum, Soyoung melepas pandangannya dari ponselnya.

"Kau terlihat lelah. Tadi kau bersenang-senang ya dengan Jaebum?" tanya Soyoung sambil tersenyum jahil. Jinyoung menoleh dan tersenyum sebisanya, lalu mengangguk pelan. Soyoung tersenyum lebar dan terbangun dari posisi tidurnya.

"Jadi kau benar-benar melakukannya?!" Soyoung tampak antusias. Jinyoung mengerutkan dahinya, tidak mengerti apa maksud Kakaknya.

"Apa maksudmu, Noona?" Jinyoung malah balik bertanya. Soyoung mengerucutkan bibirnya dan menggeleng. "Tidak, bukan apa-apa."

Jinyoung memilih untuk tidak banyak bicara. Ia sedang tidak ingin bercanda. Pikirannya sedang kacau. Sebaiknya ia tidur di kamar dan mencoba menenangkan pikirannya.

"Sepertinya kau sangat lelah, sebaiknya kau berisitirahat di kamar." Tanpa disuruh pun Jinyoung akan berjalan ke kamarnya. Ia bahkan sudah siap menaiki tangga menuju kamarnya.

Tanpa mengatakan apapun, Jinyoung langsung melesat pergi ke kamarnya dan melempar dirinya ke kasur empuknya. Ia mengubur wajahnya di bantalnya.

Mengingat tadi Jaebum meninggalkannya karena Youngjae membuat hatinya sakit, tapi yang anehnya ia masih merelakan Jaebum pergi dengan Youngjae. Pertanyaannya, mengapa Jinyoung tidak menahannya? Mengapa Jinyoung tidak menyuruh Jaebum untuk menolak keras kencan itu?

"Bodoh sekali aku ini," gumam Jinyoung. Ia membalikkan tubuhnya, menatap langit-langit. Matanya kembali mengeluarkan air mata. Ia kembali terisak mengingat betapa bodohnya ia melepaskan Jaebum begitu saja di tengah kencan mereka. Ia meremas guling di sampingnya untuk melampiaskan emosinya.

"Me-ngapa a-aku tidak bi-bisa marah seperti ya-ng o-rang lain laku-kan?" monolog Jinyoung disela isakan tangisnya.

"Menga-pa aku la-hir dan tum-buh menja-di ora-ng yang terla-lu ba-ik?" tanya Jinyoung lagi pada dirinya sendiri. Ia mengubah posisi menjadi menyamping. Ia remas bantal yang ditindih kepalanya. Tangisannya semakin menjadi-jadi setiap ia mengingat Jaebum dan Youngjae pada hari itu, dimana Jinyoung hanya menjadi saksi mata di sana. Ia sudah tidak kuat. Ia tidak tahan ingin menceritakan semuanya. Ia butuh teman saat ini. Teman untuk mendengarkan kisah cintanya yang menyedihkan. Yang ia cari sekarang adalah Bambam.

Jinyoung menggelengkan kepalanya. Menurutnya, menceritakan semuanya akan berakibat buruk nantinya. Ia memikirkan bagaimana persahabatan mereka bertiga ke depannya. Ia tidak ingin persahabatan mereka rusak hanya karena cinta segitiga ini. Asal tahu saja, Jinyoung masih membuka pintu maaf-nya untuk Youngjae, walaupun ia tahu betapa keterlaluannya sahabatnya itu. Tapi Jinyoung mencintai persahabatannya dengan Bambam dan Youngjae yang sudah berada di sisinya selama ini.

Alhasil, Jinyoung mengurungkan niatnya untuk menceritakan semuanya pada Bambam, hanya demi mempertahankan persahabatannya. Jadi, yang ia lakukan sekarang hanyalah,

Meremas ujung bantal.

Menangis.

Dan meratapi kebodohannya.

Tanpa ia sadari, ada seseorang yang memperhatikannya sedari tadi dengan tatapan iba.

xXx

Seminggu, dua minggu. Empat belas hari sudah Jinyoung merasa kesepian, tanpa Jaebum di sampingnya. Keberadaan pria bermata sipit itu memang patut dipertanyakan, pasalnya ia tidak muncul di hadapan Jinyoung lagi setelah kejadian dimana Jaebum meninggalkan acara kencannya dengan Jinyoung.

book of us ¦ jjpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang