First Impression

1.4K 61 0
                                    

Suara hiruk pikuk menggetarkan gendang telinga. Daun-daun berjatuhan dari rantingnya terhembus udara yang lewat. Sengatan matahari menusuk lapisan kulit terdalam.

Kampus yang biasanya sepi saat siang hari mendadak ramai karena sedang ada festival kebudayaan. Berbagai macam cosplay mulai dari naruto sampai hachi anak yang sebatang kara. Jajanan seperti kue cubit, cilok, lapet bahkan ombus-ombus. Juga pertunjukkan musik, dance dan paduan suara yang menarik perhatian, serta teriakan orang-orang yang sedang mempromosikan jualannya, entah itu baju bekas, sepatu bekas dengan embel-embel beli satu gratis satu.

Di tengah-tengan keramaian, seorang pria super ganteng sedang duduk manis sambil menjilati sisa es di sendoknya. Ah... panas-panas begini memang paling enak minum es podeng. Dunia serasa miliknya berdua dengan es podeng, bertiga tambah penjualnya dan jadi berempat setelah kehadiran KwangHee.

Setelah menghabiskan es podengnya hingga tetes terakhir, Yonghwa mengedarkan pandangannya, memperhatikan sekeliling. Kehidupan kampus tak pernah lepas dari yang namanya geng. Ada tiga jenis geng berdasarkan kriteria manusia di dalamnya.

Pertama, geng orang-orang populer berisi cewek atau cowok paling cantik dan hits. Kedua, geng sesama anak rantauan yang merasa hidup mereka senasib dan sepenanggungan. Ketiga, geng berandalan yang tujuannya ke kampus hanya untuk bermain, cari jodoh dan membuat keributan. Sisanya, orang-orang yang merasa tidak membutuhkan geng dan hidup dengan prinsip me time. Dan kategori di luar kriteria di atas adalah orang-orang yang merasa hidup berdua lebih baik, mereka yang terlalu malas berpacaran tapi juga gengsi sendirian. Contohnya Yonghwa dan Kwanghee, mereka selalu bersama melebihi pasangan kekasih manapun.

"Mau lihat-lihat, tidak?" tanya Kwanghee.

"Ini lagi lihat-lihat," Yonghwa memperhatikan tiga remaja labil yang baru saja melewati mereka sambil tertawa cantik. Gadis - gadis dengan kriteria pertama. Walaupun Yonghwa kurang pergaulan, tapi dia cukup berpengetahuan mengenai ketiga gadis itu. Orang-orang memanggil mereka girls generation.

Yuri, cantik dan seksinya tak sepadan dengan sifatnya. Dia tomboy dan siap menghajar siapa saja yang berani menggodanya. Yoona, yang tercantik dari semua yang tercantik. Definition of perfect, udah cantik, pinter, lucu. Walaupun feminim, dia jago dalam beberapa bidang olahraga. Semua pria menjadikan Yoona sebagai tipe wanita idealnya, termasuk Yonghwa. Terakhir, tipe yang paling Yonghwa benci. Seohyun, gadis lemah yang selalu menggelayut manja. Tapi bukan berarti dia lemah lembut, justru Seohyunlah yang paling kasar. Daripada kriteria satu dia lebih cocok masuk kriteria tiga. Bodohnya, semua pria hanyut akan buainnya, tentu saja Yonghwa pengecualiaan.

"Aku tau," ucap Kwanghee. Ia menarik tangan Yonghwa dan berlari seolah-olah dunia akan kiamat.

"Untuk apa ke sini?"

"Ya buat diramallah. Apa lagi?" Kwanghee tersenyum bangga menunjuk sebuah stand booth yang terletak di ujung dengan papan bertuliskan ' Ji Suk Jin si peramal legendaris' dan sengaja di design serba hitam supaya kesannya mistis. Stand booth itu ditutupi gorden hitam.

"Aku tunggu di sini."

"Lah? Jangan gitu dong. Kita masuk sama-sama. Memangnya kau nggak bosan berdua terus? Kita juga harus mulai memikirkan jodoh dan masa depan."

"Jodoh di tangan Tuhan. Sabar, semua akan indah pada waktunya."

"Udahlah, jangan banyak gaya," Kwanghee mendorong paksa Yonghwa. Keributan yang mereka buat sukses menggangu konsentrasi sang peramal yang sedang menyodorkan kartu-kartunya ke depan kliennya.

"Harap antri," ucap si sang peramal, "kalian duduk saja dulu."

Karena sudah terlanjur malu mereka pun duduk.

"Ya! Bukannya mereka girls generation yang terkenal itu?" bisik Kwanghee. Mau tak mau Yonghwa jadi memperhatkan tiga gadis itu. Sudah dia duga, akan terjadi sesuatu yang buruk di tempat ini.

"Kau akan punya hubungan menarik dengan seorang pria yang paling sering mengganggumu," ucap si peramal setelah Yuri memilih kartunya.

"Bukankah itu Lee Kwang Soo?" timpal Yoona, "dia kan yang paling semangat mengejarmu."

"Apa jadinya kalau aku bersama dia? Yang ada setiap hari penuh pertengkaran"

Peramal itu tersenyum kecil, "cinta tidak selamanya berawalan manis. Kadang ia tumbuh tak terduga."

"Tidak! Jangan sampai kau bersamanya! Kau tidak akan mendapatkan apa-apa! Sama sekali tak menarik!" protes Seohyun.

Dalam hati Yonghwa memaki Seohyun. Bagaimana mungkin seorang gadis cantik sepertinya berkata kasar seperti itu?

"Tapi sebenarnya dia baik dan lucu, kok" ucap Yoona.

"Apanya yang lucu? Dia itu hanya pengganggu,"

"Cih! Dasar sok cantik," guman Yonghwa pelan. Tapi sayangnya saat itu suasana sedang hening sehingga seisi ruangan bisa mendengar suaranya. Refleks semua mata menatap Yonghwa.

"Kau berbicara padaku?" ucap Seohyun menunjuk dirinya.

"Kau? Aku ini dua tahun lebih tua darimu!"

Seohyun mengerutkan dahinya, "sorry. Aku tidak mengenalmu, jadi mana kutau umurmu berapa. Mau kupanggil Oppa? Ahjussi?"

"Seohyun, jangan bersikap begitu. Sopanlah," Yoona tersenyum salah tingkah kemudian berdiri dan menundukkan kepalanya, "maaf."

Setidaknya Yoona sedikit meredakan kemarahan Yonghwa. Tadinya dia akan membalas perkataan Seohyun.

"Benar juga. Paling dia cuman salah satu penggemar yang sedang mengikuti kita. Baiklah, abaikan saja mereka," Seohyun lalu berbalik badan.

Wajah Yonghwa memerah, ia berdiri dan menghampiri Seohyun, "kau pikir semua pria menyukaimu dan akan jatuh ke dalam pelukanmu, hah? Manusia sok cantik yang hanya mengandalkan tampang sepertimu benar-benar memuakkan. Lebih baik kuliahkan mulutmu dulu baru kemudian otakmu!"

"Ya! Yonghwa, kenapa kau memarahi perempuan? Sadar gender dan umur," Kwanghee menarik Yonghwa.

"Di mataku dia bukan perempuan! Mana ada perempuan kasar seperti ini!"

Seohyun terdiam. Dia tak menyangka akan diperlakukan kasar oleh seorang pria yang seharusnya tunduk padanya.

"Sudah-sudah," lerai si peramal, "bagaimana kalau kau memilih kartumu?"

"Tidak. Aku tidak tertarik."

"Ayolah, kau tidak boleh menolak permintaan orang yang sudah tua," bisik Kwanghee mencoba mencairkan suasana.

Dalam kekesalannya, Yonghwa mengambil asal kartu tersebut.

"Hmm... kau duduklah di sini," ucap peramal itu menunjuk sebuah bangku yang terletak di sampingnya, "kau juga," kemudian ia menunjuk Seohyun setelah Yonghwa duduk.

"Aku? Kenapa harus aku?"

Yonghwa memandangnya penuh kebencian.

"Sudah, ikuti saja! Aku juga penasaran," bisik Yuri.

Peramal itu menyodorkan kartunya ke depan Seohyun yang juga memilih asal. Ia tersenyum licik, memandang mereka bergantian, "pernah dengar kiasan kuno tentang cinta dan benci berbeda tipis?"

Mereka berdua sontak terkejut dan refleks menggeser bangku saling menjauhkan diri.

"Tidak. Aku tak percaya hal seperti itu," protes Yonghwa.

Lagi-lagi Suk Jin tersenyum licik, "jangan terlalu benci, kau akan jadi selalu memikirkannya dan perlahan-lahan jatuh cinta padanya.... oswa."

Fairytale - YongseoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang