023

13.3K 2.2K 223
                                    

|| Tidak Sanggup Melepaskan ||

.

.

.

Melupakan Weza bukan hal yang mudah, terlebih disaat Eunike sedang rapuh-rapuhnya. Masalah pekerjaan yang kadang melelahkan dan perkara keluarganya yang masih belum stabil tetap setia menemani hidup Eunike, membuat wanita itu semakin merindukan Weza lebih dari biasanya.

Gelengan yang lagi-lagi Eunike berikan sebagai bentuk penolakan kadang Eunike sesali. Meskipun berkali-kali Eunike meyakinkan diri sendiri bahwa keputusannya sudah tepat dan benar, tetap saja ketika dirinya lemah begini, dia mengingikan Weza ada dihadapannya dan meraih tangannya.

Eunike sudah tidak pernah bertatap muka dengan Weza hampir dua tahun lamanya. Selama itu ada beberapa pria lain yang berani mendekatinya, tapi tidak ada yang seperti Weza. Begitu Eunike menolak, memang tidak semuanya langsung menyerah. Namun tidak pernah ada yang segigih Weza. Pria itu masih berdiri kokoh di posisinya sebagai pejuang sejati, menyisakan perasaan rindu yang sulit Eunike tampik. Merindukan Weza sudah menjadi kebiasaan yang Eunike lakukan, terlebih di saat dirinya ingin menangis sekencang-kencangnya seperti saat ini.

Pertengkaran orang tuanya dan kakaknya, berujung pada tatapan benci Kak Nesya pada Eunike. Bukan salah orang tua Eunike yang membanggakan dirinya karena berhasil membantu perekonomian keluarga perlahan-lahan menjadi lebih baik, tapi bukan salah Kak Nesya juga yang merasa diintimidasi oleh orang tua sendiri, merasa tidak disayang lagi dan tidak dianggap sama sekali semua usahanya memperbaiki keadaan. Namun bukan juga salah Eunike. Dia sama sekali tidak punya niatan membuat orang tuanya dan Kak Nesya kembali bertengkar. Sementara Rikna hanya mampu diam membisu melihat semuanya, dia seharusnya belajar dengan tenang untuk ujian kelulusan. Bukan menyaksikan drama menyedihkan yang entah kapan berakhirnya.

"Kamu masuk aja ke kamar, Rik. Kalau nggak nginep di rumah temanmu biar belajarnya lebih tenang." Eunike hanya mampu mengucapkan itu pada Rikna, begitu Nesya menatapnya lebih tajam.

"Nggak usah, Rik!" Teriak Kak Nesya begitu Rikna bergegas pergi. Seketika si anak bungsu tersebut terdiam lagi. Kak Nesya melangkah maju, berhadapan langsung dengan Eunike. Matanya masih setia dengan kebencian untuk Eunike.

"Biar gue aja yang pergi dari sini. Biar kalian semua bahagia nggak ada gue. Biar biang masalah ini hilang dari hidup kalian!"

Eunike belum sempat berucap apapun, tapi Kak Nesya sudah berlari keluar rumah. Orang tua mereka tampak terkejut dengan ucapan dan tindakan Kak Nesya, begitupula dengan Rikna. Namun tidak dengan Eunike, dia sudah bisa memikirkan kemungkinan terburuk bukan hanya detik ini tapi jauh dari sebelumnya. Tepat ketika Kak Nesya semakin sering mengurung dirinya di kamar. Ucapan maaf Kak Nesya yang dulu pernah terucap, tatapan kesedihannya kala itu. Eunike mampu merasakan bahwa kakaknya itu memang sudah benar-benar menyesal.

"Aku kejar Kak Nesya. Aku akan bicara sama dia secara baik-baik jadi aku mohon, Ibu sama Bapak tenangin diri dulu sebelum kembali bicara sama dia. Kak Nesya juga butuh kita sebagai keluarganya, kan?" Eunike berlari, menyusul Kak Nesya.

Kaki-kakinya yang lelah mengejar, badannya yang sudah remuk digerus pekerjaan, masih harus bekerja keras seperti ini. Rasa lelah dan hampir frustasi yang terus menempelinya membuatnya semakin ingat Weza. Andai saja dia menerima Weza, mungkin hidupnya tidak sesusah ini. Dia tidak perlu mengurusi keluarganya lagi dan bisa mengabaikan semua masalah ini. Namun dia tetap tidak bisa. Seperti yang Weza katakan padanya saat itu. Bahwa dia terlalu mencintai keluarganya.

Without WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang