|| Rahasia Weza ||
.
.
.
"Apa kabar, Nik?" Tama memberanikan diri menghampiri Eunike yang hanya bisa diam di posisinya, meskipun rasanya dia ingin menghilang secepatnya.
Eunike mencoba tersenyum, bersikap tenang meski hatinya tidak tenang. Dia takut jika Tama hadir di sini bersama dengan Weza. Eunike mungkin merindukan Weza setiap harinya, sesering dia merindukan hujan di musim panas. Namun Eunike belum siap jika harus bertemu Weza sekarang. Hatinya tidak akan kuat jika harus berhadapan dengan Weza lagi. Eunike bisa saja goyah kali ini, meski seharusnya dia tidak boleh begitu karena masalahnya belum seratus persen terselesaikan. Eunike menoleh ke kanan dan kiri mencari sosok Weza sekaligus memikirkan cara melarikan diri Tama.
Tama tertawa, meskipun bukan tawa yang lepas tapi menghasilkan suara yang jauh lebih menyebalkan untuk didengar oleh telinga Eunike. Mata Eunike melirik Tama sebal.
"Cari Weza?" Tama langsung melemparkan bom tepat pada sasaran.
Eunike semakin mati kutu, dia hanya mampu mengembuskan napas dengan kasar. "Nggak tuh!" kilahnya.
"Gue ke sini sama Olla, Weza sekarang sibuk. Dia udah jarang banget bisa diajak kumpul." Tama memberikan informasi cuma-cuma untuk Eunike. Ada rasa tertarik yang mengusik Eunike untuk bertanya, menimpali ucapan Tama. Sayangnya dia masih cukup waras untuk bisa menahan dirinya agar tidak bertindak memalukan di depan Tama.
Bertanya kabar pria yang pernah kamu tolak mentah-mentah? Situ sehat?
"Oh," ucap Eunike singkat. Berupaya bersikap sedingin mungkin agar Tama segera menyingkir dari sisinya sebab kaki Eunike sama sekali tidak bisa bergerak meski dia ingin sekali pergi. Seakan ada sepasang paku besar yang mengunci dirinya dengan lantai tempatnya berdiri saat ini. Meskipun rekan-rekan kerjanya yang lain sudah pergi lebih dulu meninggalkan dirinya dan Tama guna memberikan Eunike waktu berdua dengan Tama ---pria yang dikira teman-temannya sedang tertarik dengan Eunike. Kesalahpaham lain yang Eunike malas menjelaskannya karena hanya akan mengorek-ngorek masa lalunya dengan Weza. Dia bisa semakin gila jika harus membahas Weza lagi. Cukup hati dan otaknya saja, jangan mulutnya juga ikut-ikutan menyebut Weza.
"Jujur aja, Nik. Gue nggak suka ada diri lu di hidup Weza. Dia jadi sangat berubah sejak mengenal lu. Dia mulai lupa caranya bersenang-senang dan menikmati hidup."
Hati Eunike jelas tertohok mendengar ucapan pedas Tama. Namun dia juga tidak terima disalahkan begini, Eunike juga tidak ingin Weza menderita. Alasan itulah yang membuatnya memilih melepaskan Weza meskipun dia sangat ingin memeluk erat Weza.
"Aku ga ada hubungan apapun dengan dia. Jadi tolong jangan...."
"Bahkan disaat Weza sedang memperjuangkan lu saat ini, lu masih bersikeras melempar dia sejauh mungkin. Lu aja ga mau menyebut nama Weza dan lebih memilih kata 'dia' sebagai penganti dirinya. Tega banget emang lu ya, Nik." Tama tertawa miris, sambil mengelengkan kepalanya tidak percaya.
Eunike terdiam, mencoba mencerna kalimat Tama barusan.
"Maksudnya apa?" Eunike mengerutkan keningnya.
Tama menatap mata Eunike tajam. "Lu tau ga Nik, kalau sejak kecil orang tua Weza sudah bercerai dan dia harus hidup pindah-pindah antara tinggal sama nyokapnya atau bokapnya. Sementara dimana pun dia tinggal, dia ga pernah ngerasa senang. Sampai akhirnya dia bisa kuliah dan cari kerja sambilan terus memilih hidup sendiri sampai sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Wings
ChickLit[Pemenang Storysmiths Wattys 2017] Dua tahun berada di tempat yang sama, kadang kala saling bertatap muka atau sekedar betegur sapa sebagai sopan santun belaka. Tapi siapa yang sangka, bahwa sebuah kedekatan hanya perlu ada satu pihak yang memutuska...