025

15.3K 2.2K 86
                                    

|| Janji Yang Tidak Mampu Ditepati ||

.

.

.

"Aku ga bisa terima kamu, Za. Aku butuh pria yang bisa membawa aku pada kehidupan yang lebih baik, pria yang bisa buat aku ga pusing lagi mikirin uang dan keluarga aku. Aku cuma mau nikah kalau memang dengan menikah aku bisa jadi lebih bahagia. Aku ingin pria yang lebih dari kamu, Weza."

"Aku ga sebaik yang kamu pikir. Kamu salah menilai aku. Jadi berhenti bertanya apakah aku mau menerima kamu atau nggak, sebab jawaban aku ga akan berubah. Aku ga bisa terima kamu."

Ucapan Eunike kala itu memang terdengar sangat kejam. Weza tidak pernah menceritakan secara lengkap pada siapapun bagaimana cara Eunike menolaknya dikali kedua dia mencoba melamar wanita itu. Sebab sejak indra pendengarnya menerima setiap kata yang Eunike ucapkan, otaknya hanya bisa berpikir bagaimana caranya dia bisa jadi pria yang diinginkan Eunike. Weza sudah tidak bisa mengerti lagi cara hatinya bekerja. Ditolak dengan kalimat sekejam itu bukannya membenci Eunike, dia justru semakin terpacu untuk menjadi lebih daripada dirinya yang sekarang. Sebab dia sangat yakin dengan intuisinya, bahwa Eunike berbeda dengan wanita lainnya. Dia lebih dari sekedar istimewa dan Weza begitu menginginkannya.

"Jangan jawab pertanyaan aku sekarang, Nik. Jawablah setelah aku siap dan kamu nggak punya jawaban lain selain menerima aku. Tunggu aku... aku akan buktikan sama kamu kalau aku bisa jadi seperti yang kamu harapkan. Aku bisa menyelamatkan kamu dari penderitaan ini."

Weza tersenyum kecut mengingat sanggahannya pada Eunike kala itu. Ketika itu dia begitu yakin bahwa dia bisa. Weza sangat percaya diri dan tidak berpikir sama sekali untuk gagal. Namun segalanya tidak pernah semudah apa yang direncanakan. Sekeras apapun Weza berusaha dan bekerja, dia tidak akan lantas menjadi pemilik perusahaan dan menyandang label CEO. Sampai bersusah-susah payah lembur hampir setiap weekend seperti ini, dia masih saja di level jabatan yang sama. Kerja kerasnya agar dapat penilaian yang baik dan berharap naik tingkat berakhir kecewa selama dua tahun berturut-turut. Tadinya Weza ingin mencoba usaha sendiri lagi, tapi dia sama sekali tidak punya ide ingin membuat apa karena dia tidak begitu benar-benar menyukai sesuatu hal. Weza tidak bisa mengambil resiko besar dan kehilangan uang yang mati-matian disimpannya dari awal lagi. Selama ini Weza hanya bisa bekerja keras dan mengharap promosi. Dua tahun cukup lama dan menyiksa. Weza hampir saja menyerah. Dia tidak bisa mempertanggungjawabkan ucapannya pada Eunike kala itu.

Dia tidak akan bisa menjadi pria yang layak untuk Eunike dan dia tidak akan bisa menyelamatkan Eunike dari penderitaan yang menjeratnya.

Weza mungkin harus siap kehilangan Eunike. Keringat dan upaya yang dilakukannya belum cukup untuk membawanya pada titik dimana dia bisa pantas bersanding dengan Eunike. Weza mengusap wajahnya dengan kasar. Perasaannya jadi kacau. Setiap mengingat Eunike, dia selalu jadi seperti ini. Itulah sebabnya dia menghilang dari hidup Eunike. Menjauhi Eunike agar dia bisa fokus pada usahanya. Namun kini semua terasa sia-sia.

"Kenapa kamu keras kepala banget sih, Za? Kamu seharusnya ngerti sama semua ucapan aku tadi. Aku ga bisa terima kamu!"

"Kamu bilang ga bisa, Nik. Bukan berarti kamu ga mau. Itu dua jawaban yang berbeda."

"Za.... tolong jangan buat segalanya jadi rumit."

"Nik... tolong tunggu aku. Percaya sama aku."

Weza menghela napas, dia tidak bisa terus begini. Kepalanya sudah diisi oleh Eunike. Dia sama sekali tidak konsentrasi bekerja. Anak buahnya bahkan sampai menatapnya bingung dan bertanya padanya apakah dia baik-baik saja. Weza bingung harus menjawab apa, dia hanya terdiam dengan pandangan kosong. Lalu meminta semuanya kembali bekerja sementara dia pamit untuk membuat laporan produksi hari ini.

Without WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang