026 - END

30.9K 3K 254
                                    

|| Bukan Akhir||

.

.

.

Ini bukan tampilan terbaik Weza, bisa dibilang mungkin terburuk. Weza hadir setelah membiarkan Eunike menunggu satu jam tanpa kabar. Bukan marah yang Eunike rasakan karena dibiarkan menunggu tanpa kejelasan, bukan juga rindu yang segera ingin disampaikan. Namun, hal pertama yang terlintas dipikiran Eunike ketika akhirnya bertatap muka dengan Weza adalah pria itu terlihat berbeda. Weza yang biasanya enak dipandang kini tampak berantakan. Tidak ada lagi wajah mulusnya, entah sudah berapa lama dia tidak bercukur. Pakaian Weza pun sangat jauh dari gayanya yang biasanya. Dia tampak tidak lagi merawat diri, biasanya Weza selalu tampak bersinar. Bukan berarti Weza tidak lagi memesona, dia masih begitu. Bahkan ketika dia tersenyum canggung dengan satu lesung pipitnya untuk menyapa Eunike. Suaranya yang tiba-tiba serak terdengar, membuat Eunike salah tingkah tertangkap basah sedang menatapi Weza tanpa jeda.

"Sampai ga ngedip gitu, Nik. Jadi beneran kangen ya?"

Eunike menghela napas sejenak. Dia ingin segera meluruskan segalanya. Eunike ingin Weza berhenti menyiksa dirinya sendiri. "Aku ga bisa ngomong apa-apa. Kamu buat aku bingung, Za."

Weza membulatkan matanya. "Aku? Kenapa aku buat kamu bingung?"

"Apa yang kamu lakukan selama ini, Za? Kenapa kamu jadi seperti ini?" Eunike mengangkat tangannya ke arah Weza, menatap mata Weza yang juga sedang memandang dirinya. Tangan Eunike terjatuh lemas, dia tidak sanggup melanjutkan perkataannya.

"Jangan liat aku dengan mata mengasihani begitu, Nik. Aku ga butuh dikasihani. Aku memang lagi ada di bawah. Tapi roda itu berputar Eunike, kalau tiba saatnya nanti aku pasti akan kembali ke atas. Aku cuma harus berusaha lebih keras memutar porosnya, kan?" Tangan Weza mencengkram bahu Eunike, lalu mengoyangkannya sejenak. Dia meminta penyamaan teori pada Eunike.

"Kamu ga harus melakukan ini semua, Za. Sungguh kamu ga harus berbuat sebanyak ini untuk aku." Eunike sama sekali tidak sependapat dengan Weza kali ini. Dia memang lebih sering bertentangan dengan Weza. Selalu seperti itu sedari dulu.

"Aku ga melakukan ini hanya untuk kamu, Nik. Aku begini karena aku mau." Weza melepaskan tangannya dari Eunike. Dia menundukan sedikit kepalanya, menghela napas sebentar sambil memejamkan mata. "Semua ini juga demi aku, Nik. Hidup aku ya emang harus ketemu kamu dulu untuk bisa berjalan seperti ini. Bagi orang lain aku mungkin banyak kehilangan, tapi sebaliknya aku justru mendapatkan banyak hal sejak aku mengenal kamu lebih dekat."

Weza mengangkat wajahnya, kembali menatap wajah Eunike yang sudah begitu lama tidak ditemuinya. Wanita yang kini sudah berubah dengan rambut yang lebih panjang dan wajah yang lebih menarik karena ada sedikit sapuan makeup. Keduanya bergerak bertolak belakang dari keadaan sebelumnya. Waktu bisa mengubah segalanya, tapi kenapa tidak dengan hati Weza? Perasaannya masih sama. Hatinya masih berdebar setiap dia melihat Eunike. Keinginan untuk memeluk Eunike juga masih sama besarnya. Namun inilah akhir dari perjuangannya. Dia tidak bisa lagi terus menyiksa Eunike dengan keegoisannya.

"Nik... aku minta maaf karena ga bisa menjadi seperti yang kamu mau. Aku minta maaf karena menyia-nyiakan waktu kamu. Aku akan belajar ikhlas melepaskan kamu." Weza menarik sebuah senyuman sendu. "Bener kata kamu, Nik. Kita harus mengakhiri semua ini. Aku ga bisa selamanya maksain kehendak aku sama kamu. Aku...." Weza kesulitan melanjutkan kata-katanya. Menerima kenyataan yang tidak sesuai harapan memang selalu pahit, tapi beginilah hidup. Sepahit apapun tetap harus dijalani. Weza mengepal kedua tangannya, suaranya masih tertahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Without WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang