Hai readers, happy reading :)
Bel istirahat baru saja berdering, murid-murid SD Antara berhamburan keluar kelas, menyerbu tempat paling nikmat milik sekolah, kantin.
Namun tidak bagi Rara, gadis berambut sedikit pirang itu langsung menghambur ke studio ekskul dance di lantai dua.
Begitu membuka pintu kaca studio, refleks ia mengapit hidung dengan jarinya, sungguh ia benci aroma permen karet.
Kalau dipikir-pikir ia sudah lupa kapan terakhir kali ia menginjakkan kaki di ruangan besar penuh kaca ini. Meski ruang ini adalah markas besar sahabatnya, ia tak pernah suka aroma tempat ini. Maka ia jarang ke tempat itu, kalau bukan demi misinya kali ini, mungkin ia tak akan sudi merelakan hidungnya lagi.Ia mendesah keras ketika sosok yang dicarinya tak menyadari kedatangannya.
"Vin!" Panggilnya kesal. Cowok itu masih sibuk mengulang-ulang gerakan kecil yang sepertinya belum ia kuasai. Dengan gemas Rara mengguncang bahu sahabatnya itu.
"Apaan sih?" Davin menghentikan gerakannya dan menyambar botol air mineral di lantai. Ia sungguh sedang tak bersuasana hati baik hari ini.
"Biasa deh, kalau udah asyik sama dance, nggak peduli sama lingkungan," omel Rara sebal.
"Oke, ada apa?" Akhirnya Davin memusatkan perhatiannya ke sahabatnya itu. Ia tak punya waktu untuk mendengarkan lebih lanjut semua ocehannya.
"Bantuin aku!" Tanpa aba-aba Rara langsung menyambar lengan cowok itu dan menariknya pergi.
"Eh! Apaan sih Ra? Bantuin apa? Kamu tau aku sibuk, pensi tinggal seminggu lagi dan semua belum maksimal!" Davin melepaskan cengkraman Rara.
Rara menatap wajah lelah Davin. Peluhnya sudah tak tanggung-tanggung membasahi dahi dan rambutnya. Well, Rara mengerti cowok itu. Kalau sudah seperti ini, Davin memang tak bisa diganggu dari aktivitasnya.
"Oke, kalau gitu, aku pinjem kunci gudang."
"Hah?"
"Buruan Vin! Katanya nggak mau bantu, no question!"
Davin hanya geleng-geleng kepala, malas berdebat. Mungkin Rara mau cabut, atau bermain petak umpet, atau apalah ia tak peduli. Tanpa pikir panjang ia meraih sebentuk logam dingin dari kantong depan ranselnya.
"Besok balikin!"
Rara tersenyum puas menatap kunci berkarat yang kini digenggamnya.
"Okesip deh, bye Davin!"
Davin hanya mendengus ketika gadis itu melayangkan kiss bye nya."O iya Vin, besok aku beliin pengarum ruangan aroma tahi banteng deh, i think its better," ujarnya sarkastik.
Selepas dari ruangan yang menyiksanya itu, ia membuang nafas panjang. Semua memang butuh pengorbanan eh? Rara tersenyum penuh rahasia. Di kepalanya telah tersusun sebuah rencana yang dipikirkannya semalam suntuk.
Ia telah sampai di depan sebuah ruang kelas. Dilihatnya dari jendela seorang gadis yang telah diincarnya itu duduk sendirian. Great. Perkiraannya memang tepat, gadis itu selalu sendirian ketika istirahat, bahkan kapanpun kalau diperhatikan. Tak punya teman eh? Batin Rara dengan senyum puas. Kalau begitu, ini akan mudah.
Rara menarik napas panjang mengumpulkan keberanian. Kemudian melenggang mendapati seorang gadis lugu bermata hitam legam yang besar, memandangnya dengan penuh tanya. Gadis itu menghentikan aktivitas menggambarnya.
"Hai Manda," sapanya ramah.
Manda hanya diam termangu."Ehm, ikut aku sebentar yuk?"
Ketika Manda masih diam, Rara tak tahan lagi menghadapi kelemotan otak gadis di depannya itu. Tanpa ingin membuang waktu, ia menggeret lengan Manda dan mengajaknya keluar kelas."Ma...mau kemana?" Secercah sinar ketakutan kentara di dalam matanya. Sebelah tangannya masih menggenggam sebuah sketch book.
"Nanti kamu bakal tau kok, tenang aja. Jangan takut oke?" Sebisa mungkin Rara terlihat ramah untuk menghindari tatapan curiga teman-temannya.
Setelah berhasil melewati beberapa koridor dengan segala keramahan yang bisa ia ciptakan, sampai juga ia di tempat paling tak terjamah di sekolah itu. Gudang meja kursi di bawah tangga paling pojok.
Dengan sigap ia membuka pintu dengan kunci milik Davin. Ia melirik ke arah Manda sekilas, gadis itu hanya diam sambil menampilkan wajah horornya. Well, she deserves it. Batin Rara puas.
Gudang itu sebenarnya tak terlalu buruk, mengingat Davin sering menggunakannya untuk membolos pelajaran menggambar dan upacara. Makanya ia membuat duplikat kunci gudang setahun lalu.
Detik selanjutnya yang Manda rasakan adalah tangannya ditarik dan tubuhnya dihempaskan di atas sebuah matras olahraga yang berdebu. Di depannya gadis itu berdiri menjulang dengan angkuh, wajah malaikatnya sirna, berganti simpul senyum puas bercampur luka.
"Ini akibatnya kalau kamu terlalu bego untuk hidup. Masih ingat minggu kemarin? Burger yang kamu beliin? Ingat?" Rara menatap tajam gadis itu. Sekelebat memori menyakitkan bejubel menuntut pembalasan.
"Gara-gara kamu salah beliin, aku bilang nggak pakai saus! Lambung aku tuh lemah! Walaupun makan segigit aja!"
Manda semakin ketakutan, keringat bercucuran di keningnya. Demi Tuhan, Rara sudah seperti kehabisan napas untuk marah-marah."Yang bikin dongkol itu, aku langsung harus opname, padahal aku harus dateng di final lomba modeling! Puas kamu hah? As you know, itu kompetisi impianku!"
Sungguh ia gemas melihat gadis tulalit itu hanya diam menggigit bibir dan meremas rok merahnya.
Bagaimana bisa kompetisi yang ia siapkan berbulan-bulan di kelas modeling hancur begitu saja di tangan gadis tulalit yang bahkan belum ia kenal sebelumnya. Hah! Kalau saja waktu itu ia tak terlalu lapar dan sibuk, kalau saja ia tahu gadis bernama Manda itu bodoh, kalau saja....yah, penyesalan memang datang belakangan.
"Bye Manda, selamat menikmati malammu di sini, kudengar banyak laba-laba dan kecoa berpesta kalau malam," ujarnya sengit kemudian berbalik dan mengunci pintu dari luar.
Rara membuang napas panjang, misi selesai. Ia tak serius dengan ancamannya. Ia akan mengeluarkan Manda sepulang sekolah. Untuk saat ini hatinya harus bersorak sejenak.
Buru-buru ia menuju kantin dan mendinginkan kepalanya dengan sekaleng soda dingin. Yah, ia sedikit gugup dengan keputusannya tadi. Tapi ya sudahlah, toh ia akan mengeluarkannya sepulang sekolah.
Oke readers, thanks udah mau baca prolog ini. Jangan lupa follow n vote yaa :)
Menerima koreksi n don't copas my story, ok? Nggak berkah, weka weka....
KAMU SEDANG MEMBACA
The Windows of Love
Teen FictionTHE WINDOWS OF LOVE . . . Through the window, I meet your gaze Through the window, Everyday i'm healed Through the window I find my sunshine So please, open your window for me And let me love you... -------