Gadis yang tertidur

17 3 2
                                    

Happy reading :)

"Why can't i say that i'm in love, i wanna shout it from the rooftop."
--- Secret Love, Little Mix ---

Senja hampir memiliki langit sepenuhnya ketika motor Marvel akhirnya berhenti. Pikiran Manda yang masih kalut membuatnya ragu untuk turun.

"Come on, i'll help you," ujar Marvel sedikit memutar punggungnya.

Gadis itupun turun. "Emang kamu mau ngomong kayak gimana? Ayahku itu orangnya nggak mau tahu." Matanya menatap Marvel intens.

"Udahlah, yang penting masuk dulu. Lo yang duluan jelasin, nanti gue bantu." Jawabnya sambil melepaskan helm

Dan Manda pun melakukan apa yang disarankan Marvel.

Hari itu bukanlah awalan yang baik untuk sebuah perjalanan baru kehidupan sosialnya di sekolah. Belum apa-apa ia sudah resmi memiliki musuh. Ia jelas harus bersiap karena lolos dari mereka hari ini bukan berarti masalah selesai.

Dan kini ayahnya benar-benar naik pitam. Tak ada argumen yang membuat Manda setidaknya sedikit terampuni. Kenyataannya ini murni kebodohannya sendiri.

Ia jadi kasihan terhadap Marvel yang tadi juga kena bentak ayahnya. Bagaimanapun cowok itu sudah berusaha. Mungkin hanya ini alasan Manda untuk tetap tersenyum. Marvel mau berteman dengannya.

"So, we're friends now. Call me if you need me. See you!" Bisik Marvel setelah memasukkan nomor teleponnya di hp Manda. Kemudian berlalu sebelum ayah Manda berbalik sambil memasang tampang garang.

***
"Mas, makan malamnya sudah siap," ucap Bi Isna dari balik pintu.

Dengan kasar Davin melepaskan dasi dan melemparnya serampangan. Ia baru saja tiba di rumah pukul 6 dan setelah ini harus segera tiba di studio.

"Nanti!" Jawabnya seadanya. Entah ia akan menepatinya atau tidak, masa bodoh dengan makan malam.

Rasa lelah menggerogoti tubuh atletisnya. Sejak pagi tadi ia bahkan belum sempat istirahat. Dimulai dari pagi tadi ia terlambat datang ke sekolah. Padahal ia sudah memperhitungkan dengan rapi tiap detiknya agar prinsip efisiensi waktu tepat. Yaitu, berangkat semepet mungkin namun tidak terlambat.

Itu semua karena ban mobilnya yang tiba-tiba kempes di tengah jalan menuju sekolah. Alhasil, ia terlambat sangat parah karena harus menelpon bengkel dan menunggu taksi, plus jalanan yang makin macet.

Sesampainya di gerbang sekolah, Pak Umar pun melambaikan tangan sambil memelintir kumisnya, itu tanda bahaya. Lari keliling lapangan 5 kali dan memotong rumput halaman belakang pun menanti.

Dengan begitu ia telah melewatkan tiga mata pelajaran sekaligus, satu diantaranya adalah ulangan harian paling horor, matematika, Si Hulk. Ia tak mampu memikirkan tugas tambahan apa lagi yang akan menanti.

Davin melirik ponselnya yang berdering di meja. Kemudian meraihnya sambil berusaha melepas kancing-kancing kemeja OSIS nya.

"Vin! Buruan ke studio bisa nggak? Gue mau umumin sesuatu," ujar Rara di seberang sana tiba-tiba.

The Windows of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang