Happy reading :)
"You don't know you beautiful. That's what makes you beautiful."
-- what makes you beautiful, 1D --"Mana sih tuh kunyuk? Lama banget," gerutu Rara sambil celingukan, mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kantin.
"Boker kali, tadi kan habis kena semprot Pak Jali," celetuk Ara asal. Lalu ia melempar kaleng soda ke tempat sampah setelah meneguknya habis.
Davin hanya mangut-mangut mengikuti irama lagu Locked away yang sedang menggema di ruang itu. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk ringan di atas meja kayu. Sesekali membalas senyuman para fansnya meski dengan malas. Pikirannya sibuk memikirkan kata-kata ayahnya tempo hari.
"Eh keong Fak-Fak! Lo miskin ato gimana sih? Dari tadi ngambil makanan gue mulu!" Omel Naro pada Ara sambil menjitak dahinya.
"Yaelah, pelit amat. Nggak inget lo dulu pernah numpang di rumah gue?! Itu namanya lupa daratan, kacang lupa kulit, keong lupa cangkang, kupu lupa kepompong, kepompong lupa ulet, ulet lupa telor, telor lupa emaknya, emaknya lupa....."
"Ashhh, malah jadi metamorfosis ga jelas gini, gue tabok lo! Ngga nyambung kampret! Lagian waktu itu kan gue kabur dari rumah! Bukannya ga punya rumah! Ga usah sok bikin gue ngutang budi ama lo terus, andaikata gue ke rumah Davin juga bisa, ya kan Vin?!" Sahut Naro bersungut-sungut.
"Ogah! Lo makannya banyak," sahut Davin sambil mengedikkan bahu. Membuat Ara tertawa penuh kemenangan.
Naro melempar Davin dengan botol minuman isotonik kosong di depannya. "Dasar lo temen apaan! Bantuin gue kek sekali-kali!" Sewotnya.
"Berisik deh lo lo pada! Cari Dimas kek sana, pegel gue ngehubungin sambil celingak- celinguk mulu," timpal gadis itu kesal.
"Gue kan udah bilang, kita mulai aja sekarang. Keburu bel," saran Davin tenang.
"Yaudah deh, sebenernya lo mau ngomong apa? Nggak setuju?" Tanya Rara sambil memasang wajah khawatir setengah kecewa.
"Menurut gue, kita harus tetep ikut kompetisi itu. Bokap gue semalem ngancem ngalihin studio jadi kantor cabangnya kalo semisal gue nggak menghasilkan prestasi apa-apa tahun ini. Lo tau? Kemarin bokap gue ternyata ditelpon kepsek perihal nilai-nilai ancur gue plus laporan gue sering cabut. So, semaleman gue diceramahin. Pusing gue." Ujar Davin kalem, disertai kefrustasian yang kentara dalam sorot matanya.
"Seriusan lo Vin?!"
"What the...."
"Ini mah nunggu giliran ortu gue dipanggil juga entar," ucap Ara putus asa. Telapaknya mengusap-usap dahi frustasi.
"Yee, gue mah ngga masalah itunya. Yang gue peduliin itu nasib studio bro!" Sahut Davin.
Rara menghembuskan napas berat. Peningnya mulai menyiksa. Dilema menggerogoti saraf-saraf logika. Ia benci keadaan ini. Damn you Damar!
"Sebenernya strategi yang jadi alesan lo itu sedikit lemah, dan menurut gue itu bisa kita abaikan Ra," celetuk Davin setelah berpikir panjang mengenai usul pembatalan mengikuti kompetisi yang diajukan Rara semalam.
Gadis itu terdiam mendengarkan. Tatapannya kosong ke arah gelas berisi es batu di depannya. Membiarkan Davin mengutarakan seluruh argumen kuatnya. Rara tak punya ide untuk menyanggah.
"Rival-rival kita nggak sebodoh itu. Hanya karena kita nggak join di battle itu, bukan berarti mereka mikir kita udah nyerah dan tenggelam. Itu juga nggak menjamin mereka bakal lengah. Jadi, gue nggak setuju kalo kita cuma ikut kompetisi yang internasional itu, gue juga mau yang skala lokal bulan depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Windows of Love
Подростковая литератураTHE WINDOWS OF LOVE . . . Through the window, I meet your gaze Through the window, Everyday i'm healed Through the window I find my sunshine So please, open your window for me And let me love you... -------