Happy reading :)
"Don't fuck with my love. That heart is so cold."
-- Don't, Ed Sheeran ------------
Malam ini adalah malam minggu. Restoran mewah di jalan utama ibukota ini sangat ramai pengunjung berjas maupun anak muda bergaya kasual.Davin kini sudah duduk di salah satu meja dekat jendela yang dipesan Rara. Menghembuskan napas tak sabar sambil mengecek kembali arloji yang memeluk pergelangan tangannya. Gadis itu belum juga datang.
Ia merogoh saku jasnya mencari ponselnya, tapi kemudian ia ingat bahwa ponselnya tadi dipinjam Rara dan ia lupa memintanya kembali. Davin makin gelisah di tempat duduknya. Malam minggunya yang berharga, kenapa harus terbuang sia-sia seperti ini.
Harusnya malam ini ia hadir di latihan rutin tim X-Blitz. Harusnya ia merundingkan soal konsep pada teman-temannya. Harusnya... harusnya memang ia tak di sini.
Davin melirik mawar merah di atas meja yang tadi dibelinya. Ketika hendak meraihnya untuk dibuang, gadis itu datang.
Sambil menebarkan pesonanya, gadis berbalut mini dress navy itu melenggang menghampiri mejanya. Bisa ia lihat dengan jelas mata pengunjung lain yang juga mengikuti langkah gadis itu.
Davin mengerjapkan matanya. Gadis itu memang sangat cantik. Dia memang sangat mempesona. Davin laki-laki biasa dan ia tidak buta.
Tapi, ia merasa dadanya hampa. Jantungnya tak melompat-lompat. Napasnya pun sangat teratur. Tak ada yang bergetar, sebagaimana mereka bilang itu sebagai suatu 'perasaan'. Davin tertawa dalam hati, mungkin memang ia tak akan pernah jatuh cinta, lagi.
"Hai, maaf ya lama nunggu," ucap gadis itu sambil duduk dengan anggun di depannya.
Davin menghembuskan napas berat. Permainan dimulai.
"Nggak kok, santai aja."
Kemudian ia memanggil pelayan yang berdasi kupu-kupu.
"Lo mau pesen apa?" Tanya Davin manis sambil membaca menu dengan seksama.
"Mushroom quesadilla sama mango juice," jawab gadis itu dan pelayan mencatatnya.
"Cuma itu?" Tanya Davin melirik ke Sonia.
Sonia tersenyum, "itu aja udah melebihi batas kalori yang gue atur."
"Oh, diet?" Davin mangut-mangut kembali membaca menunya. Dan kebetulan ia belum mengisi perutnya sejak siang tadi.
"Crispy beef steak, lemon custard, sama blue mocktail."
Setelah pelayan mencatat semua pesanannya, ia pun berlalu.
"Jadi, nge-date kita nih?" Celetuk Sonia dengan wajah bersemu. Sejak tadi gadis itu memang tak berhenti tersenyum.
Davin berdeham pelan dan menatap sepasang mata biru akibat soflens itu. "Bisa dibilang seperti itu."
Kenyataan itu membuat wajah Sonia makin merah kalau saja tidak tertutup make up. Ia jadi semakin salah tingkah di kursinya. Davin tersenyum melihat Sonia yang sejak tadi memijat jari-jarinya di atas meja.
"You're so beautiful tonight," gumam Davin menantang kedua iris itu. "Harusnya lo nggak perlu pake blush on," lanjutnya sambil tertawa ringan melihat tingkah gadis itu.
"Ngg, gue bingung aja lo tiba-tiba kayak gini," jawab Sonia jujur.
"Gue mau bilang sesuatu. Tapi nanti setelah makan. Gue laper berat soalnya," tanggapnya sambil tertawa untuk meredakan ketegangan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Windows of Love
Teen FictionTHE WINDOWS OF LOVE . . . Through the window, I meet your gaze Through the window, Everyday i'm healed Through the window I find my sunshine So please, open your window for me And let me love you... -------