Let's Scream!

27 2 0
                                    

Happy reading :)

"Let's go out and be wild. Do it while we can. Runnin' free in the world. We got all weekend."
-- By your side, Jonas Blue ft Raye

------------

"Mereka itu siapa Vin?"

"Pak Umar sama Pak Bejo tukang kebun."

Sudah sepuluh menit mereka berada di jalan sejak menerobos gerbang sekolah yang sedang ditinggal satpam makan siang.

Manda masih ngeri mengingat kemarahan wajah guru yang mengetuk kaca mobil Davin tadi, terlebih saat cowok itu nekat kabur.

"Kenapa kita kabur?" Pertanyaan itu telah mengusiknya sejak tadi.

Kenapa harus kabur kalau memang sudah ketahuan, dan pasti besok konsekuensinya lebih berat.

Davin tak langsung menjawab. Kenapa ia kabur? Mungkin memang sedang bosan di sekolah. Mungkin butuh sedikit liburan. Mungkin...karena Manda? Tapi kenapa?

Davin mendecak gemas karena pertanyaan itu berputar-putar di otaknya. Ia tak mampu menjawab.

"Lo tenang aja. Mereka belum sempat ngenalin wajah lo tadi, apalagi lo baru. Cuma gue yang ketauan." Jawab Davin akhirnya.

Manda tampak berpikir sejenak. Berusaha meyakinkan diri sendiri.

"Tapi kenapa kita nggak keluar mobil aja tadi? Besok hukuman kamu pasti lebih berat."

"Lo ngawatirin gue?"

"Ha?" Kini ia tersipu. Davin benar-benar besar kepala.

"C'mon have fun! Lagipula sepatu gue merah. Hukumannya pasti sama beratnya dengan gue besok tapi pake sepatu hitam." Davin nyengir.

Manda melirik sepatu Davin yang memang merah. Kemudian kembali terdiam di sepanjang jalan.

"Lo suka Dufan?" Tanya Davin tiba-tiba.

"Suka, my favorite place when i was a kid."

"Tapi sekarang lo masih suka kan?"

"Kangen malah."

"Great."

Davin menambah kecepatannya sambil tersenyum puas.

"Kita mau kesana?"

"Gue suka lo banyak ngomong. Kata temen-temen lo jarang ngomong," jawab Davin mengabaikan pertanyaannya. Seulas senyum dapat Manda lihat dari samping.

Manda terdiam. Menyadari dirinya tak lagi merasa canggung atau takut berbicara. Entah kenapa ia merasa aman meskipun Davin adalah cowok populer kumpulan Rara yang biasanya suka membully. Tapi ia mulai berpikir kalau cowok itu berbeda.

Semoga ia memang berbeda.

Davin memakirkan mobilnya tanpa susah payah seperti ketika weekend, karena kenyataannya ini adalah hari kerja dan masih pukul satu siang.

Entah kenapa Dufan tiba-tiba melintas di pikirannya. Ketimbang tempat lain yang lebih menarik untuk cabut, ia memilih taman hiburan kali ini. Ia merasa Manda lebih cocok diajak di tempat seperti ini ketimbang di mall atau cafe.

Sekali lagi, kenyataan itu mencubit akal sehatnya. Kenapa ia peduli?

"Oh my gosh, i miss Dufan." Manda bergumam entah kepada siapa. Matanya memandang jauh ke depan penuh binar. Senyumnya merekah, senyum yang tak pernah Davin lihat sebelumnya.

The Windows of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang