4

1.6K 170 14
                                    


--

Sambil tersenyum dan menjauhkan wajahnya dari alat yang bernama slit lamp, lelaki dengan kemeja polos berwana biru muda dengan jas putih yang melapisi, seperti yang digunakan kebanyakan dokter, itu meminta pasiennya untuk kembali ke tempat duduk di depan meja kerjanya, seperti sebelum ia memulai memeriksa.

"Anda tidak apa-apa, Nona Naima. Mata Anda hanya kelelahan karena terlalu lama di depan layar dan digunakan untuk bekerja. Kompres dengan es batu sebelum tidur, eehm, sekitar lima belas menit, di kedua mata. Lalu saya akan memberikan vitamin agar mata Anda tidak lelah lagi"

Masih dengan senyum yang mengembang begitu tampan, lelaki itu menulis cepat sebuah resep diatas kertas putih dan memberikannya pada sang pasien yang tak bisa memalingkang wajahnya. Ia bahkan tak banyak bicara sejak memasuki ruang dokter itu. Hanya mengeluhkan matanya yang aneh karena kerap seperti merasakan pusing dan berat. Tak jauh dari sang pasien. Perawat yang setiap waktu membantu sang dokter itupun, seakan siap meleleh karena terlalu lama menatap senyum sang dokter.

Theomas Parker, seorang Specialist Ophthalmologist termuda disalah satu rumah sakit megah nan mewah Dubai. Umurnya belum mencapai tiga puluh, tapi hampir mengakhiri angka dua puluh. Semasa pembelajaran untuk menjadi seorang spesialis seperti sekarang, dan Theo hanya memerlukan waktu kurang dari tujuh tahun. Kata orang, Theo terlalu jenius untuk menjadi seorang dokter. Terlalu tampan untuk menghadapi banyak orang dengan ramah. Semua itu dianggap suatu pujian baginya. Disisi lain ia masih memiliki pengaruh yang kuat, kepintaran Theomas Parker, tidak bisa dianggap sebagai angin lalu atau isapan jempol saja.

"Maaf dok, ehm, ini jadwal Anda untuk selanjutnya. Dokter Ajai Kumar sedang tidak ditempat, beliau menitip pesan untuk menggantikannya memeriksa pasien VVIPnya, sore ini"

Sambil mengangguk ringan dan memainkan bibirnya dengan memutar, Theo memeriksa sendiri jadwal yang telah disusun untuknya hari ini. Melihat pemandangan itu, sungguh, sang perawat sangat ingin menukarkan apapun yang ia bisa tukarkan untuk dapat menyicipi rasa bibir indah itu.

"Kalau begitu tahan semua pasien sampai nanti sore. Saya ingin istirahat siang di luar. Hubungi saya jika ada yang penting, bisa dimengerti?" Theo memberikan lagi clipboard pada sang perawat dan mengambil kunci mobil dan ponsel miliknya.

---

Menjelang sore Theo sudah kembali dari acara istirahat siangnya. Cukup lama dari biasanya, Karena memang dirinya sedang tidak memiliki banyak pasien, dan ia bisa menggunakan waktu beristirahat lebih lama dan menyusun sedikit laporan akhirnya untuk gelar Bachelor of Medicine, Bachelor of Surgery (MBBS) yang sedang diambilnya.

Seperti jadwalnya untuk sore ini, Theo telah mengenakan kembali jas kebanggaannya, dan menekan tombol elevator khusus untuk menuju kamar pasien dokter seniornya. Ketika dirinya sampai di depan pintu ruang pasien, Theo sedikit merapikan keliman jasnya yang kusut dan mengatur suara dengan berdeham pelan. Bagaimanapun ini adalah pasien VVIP, siapapun yang ada di dalam sana, adalah orang terhormat dan harus diberikan pelayanan paling baik sesuai dengan standar rumah sakit ini yang sudah diakui dunia.

Ruang itu sangat besar dan mewah, sesuai kelasnya. Theo tidak tahu pesohor mana yang menyewa kamar inap ini hanya untuk satu kali pemeriksaan saja. Cukup menghamburkan harta dengan cara yang tidak berharga, dan Theo tidak menyukai itu. Tetapi begitulah orang kaya, dengan apa lagi caranya menghabiskan uang kalau tidak dengan membuangnya dengan cara tidak berharga. Theo mengesampingkan perasaan tak sukanya, ia kembali membuka pintu yang menjadi penghubung antara kamar tidur pasien dengan ruang tamunya. Antara kamar tidur dan ruang tamu memiliki perbedaan cukup besar. Kamar tidur pasien hanya sebuah single bed tinggi untuk pasien, dan sebuah sofa panjang disamping jendela tak jauh dari ranjang pasien. Theo mengerut ketika tak menemukan siapapun di dalam sana.

I'M FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang