Jimin bergelinding ria di atas ranjang, Hoseok memainkan tabletnya, sementara Jungkook dan Taehyung tengah sibuk bertukar-tukar selimut yang berbahan sama. Suasana begitu tenang dan tidak ada Yoongi di sini. Karena sang pemilik nama telah bermigrasi dari kamar nomor 197 menuju kamar bernomor 202 untuk menemukan kebahagiaan dan ketenangan.
Tenang saja, Yoongi tidak sedang marah pada Taehyung apalagi sampai marah pada Jungkook. Hanya saja besok anak kelas 12 akan menghadapi ujian yang akan menentukan masa depan mereka setelah 3 tahun lamanya menuntut ilmu di RaeTae Senior Highschool ini.
Anak kelas 12 benar-benar harus mempersiapkan diri untuk besok, sekalipun itu dengan Sistem Kebut Semalam. Begitupun dengan Yoongi, ia sudah menyewa satu ranjang di kamar Seokjin, Namjoon dan Mingyu untuk ia tempati agar ia lebih mudah berkomunikasi dengan Seokjin dan Namjoon. Hingga pada akhirnya, Park Jimin---yang seharusnya berada di kamar nomor 202, dideportasi dengan penuh keikhlasan hati menuju kamar nomor 197. Bukan untuk mengisi tempat Yoongi yang kosong, tapi agar si bantet ini tidak kelihatan seperti gelandangan miskin yang tidak memiliki rumah. Yoongi bahkan sampai mewanti-wanti Jungkook agar pindah ke ranjangnya. Sementara Jimin yang tidak suka tidur di bawah pun dengan gagah beraninya mengemis di depan Taehyung agar Taehyung mau tidur di ranjang Jungkook.
Dengan segala kekuatan mengemisnya Jimin, aegyo lucu dari Jungkook serta rasa sayang Taehyung yang kelewat tinggi terhadap si bantet dan gigi kelinci ini---pada akhirnya Taehyung menyerah.
"Kook, sudah jam sepuluh. Ayo tidur."
"Tae-hyung duluan saja, aku masih mau belajar."
"Aish, kau ini tidak ada lelahnya ya."
Jungkook menghentikan kegiatan membaca bukunya ketika segelas susu coklat tersampir di sisi kanan meja belajarnya.
"Minum dulu, aku tidak bisa sedispilin Yoongi-hyung."
"Terimakasih, Tae-hyung."
"Kalau sampai jam sebelas nanti kau masih belajar, akan kuberikan obat tidur di dalam susumu."
"Ehehe, iya-iya. Tenanglah, Hyung."
Jungkook menunjukkan senyuman terbaiknya kepada Taehyung. Jungkook tau kok besok mereka tidak sekolah karena diliburkan demi kenyamanan kakak kelas 12 mereka untuk menempuh ujian. Tapi bukan berarti dia bisa bebas begadang kalau sudah Taehyung yang diberi kehendak penuh atas kamar ini. Rasa sayang Taehyung pada Jungkook itu sudah kelewat tinggi, tentu saja ia tidak mau melihat Jungkook tidur larut dan bangun dengan mata panda. Lantas Taehyung pun belum mau memejamkan matanya di saat Jimin dan Hoseok sudah tertidur dengan lelap. Tidak akan sampai Jungkook naik ke atas ranjangnya.
'Tae, jangan sampai kalian tidur terlalu larut mentang-mentang kalian libur sekolah. Terutama Jungkook. Akan kucincang kau jika saat aku kembali nanti kalian semua punya kantung mata hitam.'
Wasiat Yoongi sebelum pindah kamar itu adalah satu-satunya perintah dari seorang Min Yoongi yang betul-betul Taehyung ingat dan Taehyung turuti.
Taehyung mendengar suara Jungkook yang menguap keras, ia pun mengubah posisi yang tadinya telentang menjadi telungkup menghadap Jungkook. Diliriknya sebentar layar ponselnya, jam sudah menuliskan pukul 22:30. Sepertinya Jungkook sudah mencapai batasnya, "Tidur, Kook. Tiga puluh menit lagi jam sebelas."
Jungkook pun mengiyakan. Si gigi kelinci itu berdiri sambil membersihkan meja belajarnya, menggeser kursi kemudian berjalan menuju ke arah ranjangnya.
Jungkook sudah menyerah, ia tidak kuat begadang. Maka dari itu ia langsung memanjat tangga ranjang setelah mengucapkan selamat malam pada Taehyung. Taehyung tersenyum sebagai balasan, kemudian ia bergerak menyamankan posisinya senyaman mungkin. Matanya sudah hampir terpejam kalau saja ia tidak mendengar Jungkook memanggil namanya, "Kenapa, Kook?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Boys Meets What : You Never Walk Alone
Fanfiction[BTS Fanfiction : 1 of 2] Mereka dipertemukan oleh takdir yang semula terpisah kini menjadi satu kesatuan utuh. Relasi yang terbangun akhirnya sampai pada kisah gelap dalam hati hingga mereka dipaksa berusaha untuk saling memahami dan membangun pond...