Testpack

1.9K 76 0
                                    

Setelah sebulan yang lalu Prilly menyerahkan seluruh bagian dari dirinya pada Ali, semenjak hari itu juga hubungan ke intiman mereka berjalan semakin instens. Prilly masih saja tersipu malu jika suaminya selalu menggoda dengan mengingatkan akan kejadian yang mereka alami setiap malamnya.

"Nanti malem aku pengen deh" ucap ali membuat prilly melotot kearah ali saat dirinya tengah serius mengiris daun bawang di dapurnya kini.

"Capek mas, lagian kan nanti malam kita mau kerumah vanes, belum nengok anaknya loh," Tolak prilly halus. Ali mendekati prilly di meja pantry,

"Kira kira anak kita nanti berapa ya?" Tanya ali yang sekarang sedang sedikit membungkuk mendudukan kedua tangannya dimeja, mendongak ke atas karena posisi prilly berdiri tegap.

"Aku gak mau ngira- ngira. Takutnya kalau gak sesuai sama ekspetasi malah kecewa." Ucapnya tersenyum, ali kembali berdiri menyamai posisi prilly, menangkup bahu prilly memutarkan ke arahnya.

"Yah kalau ber-angan- angan juga gak salah kan?" Ucap ali membuat prilly mengangguk tersenyum samar.

"Tadi pagi aku coba testpack" ucap prilly membuat ali menatap istrinya dengan seksama.

"Lalu?" Tanya nya penasaran.

"Negatif." Prilly membuang nafasnya gusar. Melepaskan tangkupan tangan ali pada bahunya. Prilly yakin sekali kalau ali saat ini sedang kecewa, karna dia tahu benar kalau ali sangat menantikan seorang anak. Ali memandangi istrinya yang sedang mencuci sayur dan buah- buahan di westafel. Ali berusaha menghampiri prilly tapi istrinya itu selalu menghindar. Ali sadar kalau topik ini tidak tepat dibicarakan disaat prilly sedang kecewa saat mengetahui hasil dari alat test kehamilan itu.

"Prill..." panggil Ali membuat prilly menghentikan aktifitasnya. Prilly membalikan badannya saat dia telah menutup pintu lemari pendingin itu.

"Aku tahu, kamu pasti kecewa kan?" Ucap prilly dengan raut wajah sedih. "Aku siap kalau kamu mau cari perempuan lain buat..." ali menggeleng keras, menghampiri prilly yang tetap berdiri pada posisinya.

"Hey, kenapa kamu ngomong gitu?"tanya ali menangkup wajah prilly, prilly mengalihkan pandangannya dari mata ali kearah lain,

"Udahlah mas, aku paham kok kalau nantinya kamu bakal kayak gitu. Aku udah ikhlas," prilly melepaskan tangan Ali dari wajahnya. Berjalan menuju kompor, mematikan apinya. Kemudian menuangkan semua masakannya ke wadah yang sudah di tata-nya kemeja makan. Sedangkan Ali terus memperhatikan gerak gerik istrinya yang sedang merapihkan dapur. Mencuci semua alat memasak yang digunakannya tadi. Setelah selesai prilly menghampiri Ali mengusap pipi Ali lembut.

"Kamu gak apa-apa kan makan sendirian? Aku pusing banget, boleh ya aku istirahat?" Ucap prilly memohon sambil berusaha tersenyum. Tanpa menunggu jawaban dari suaminya itu, prilly meninggalkan ali ke kamarnya. Ali memperhatikan prilly sampai bahu istrinya sudah menghilang dari peredaran matanya.

Entah kenapa, belakangan ini prilly merasa tidak enak badan. Dia selalu merasakan pusing. Padahal makan saja dia tidak pernah telat yah walaupun hanya beberapa sendok setidaknya ada yang masuk. Apalagi setelah pembahasannya dengan ali tadi di dapur. Membuat kepala prilly berlipat kali lebih sakit.

Prilly menutup pintu kamarnya pelan, dia berjalan ke ranjangnya, membaringkan tubuhnya membelakangi tempat dimana nanti suaminya akan tidur. Menutupi tubuhnya dengan bedcover sampai sebatas leher.

Prilly mengingat lagi saat tadi pagi dirinya dengan harap harap cemas, menanti hasil dari alat test kehamilan itu, dirinya sudah tersenyum semangat saat menunggu, karena menurut perhitungannya dia sudah terlambat satu minggu dalam periode menstruasinya. Kemungkinan bisa terjadi kalau dirinya hamil kan? Ya.. itu kemungkinan, namun nyata nya alat itu mengatakan negatif. Tandanya dia sedang tidak hamil.

True Love (In Any Condition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang