Chapt 5 : Modus

40 4 0
                                    




"Ogah!" jawab Kiya dengan cepat.

Raka tidak ingin moment berdua dengan Kiya berlalu begitu saja. Tiba-tiba tanpa meminta persetujuan Kiya terlehih dahulu, tangan Raka terulur lalu menarik tangan Kiya dan digenggamnya dengan erat. "Ki, aku mau kasih tau kamu sesuatu."

Refleks Kiya menepis tangan Raka ditangannya. Kiya berdecak kesal. "Gak usah modus lo!"

"Aku gak modus! Itu tandanya cinta."

Alis Kiya terangkat sebelah. "Hah?"

"Engg...aku tau hanya beberapa orang yang percaya cinta pada pandangan pertama, termasuk aku! Sebelum ketemu kamu, Ki, aku pikir cinta itu butuh proses. Ta—"

"Berisik lo ah!" Kiya menghentikan ungkapan Raka yang tulus.

"Kalo calon suami lagi ngomong jangan suka dipotong dong, sayang!" tegas Raka.

"Bodo amat!" jawab Kiya ketus. "Gue ngantuk! Mau bocan dulu." Kiya berdiri lalu segera berlari pelan meninggalkan Raka yang terlihat frustasi.

Raka memekik sambil mengusap dahinya yang berkeringat akibat percakapan yang membuatnya menguras hati dan pikirannya. "Gagal maning, gagal maning!" gumamnya pelan.

***

Kicauan burung di perbukitan Gunung membuat Raka mengerjap dan menggeliat dalam tidurnya.

"Woy, sempit! Sana dikit kek lo!" celetuk Aji. Walaupun matanya masih terpejam dan kesadarannya belum terkumpul. Bokongnya mendorong tubuh Raka agar menjauh dari tubuhnya.

Raka yang merasa terusik tidurnya akhirnya memutuskan untuk bangun. Dia menatap lurus kedepan. "Si Alan mana, Ji?"

Aji diam tak menjawab.

Beberapa detik kemudian Aji menggeliat hingga kakinya menindih paha Raka. "ANJIR, AJI! BEGO!" Raka tersentak lalu berteriak heboh.

Aji melotot dan terbangun dari tidurnya, "Berisik lo!"

"Geli gue! Ngapain lo nempel-nempel sama paha gue? Horny lo pagi-pagi, ya?"

Aji mengernyit dan sedetik kemudian melempar bantal ke wajah Raka.

"Bau iler dongo!"

"Iler gue wangi, kaya ketek si Kiya!"

Raka melotot, sebelah alisnya terangkat saat nama Kiya disebut dan di dzholimi oleh sahabatnya sendiri. "Kiya wangi kaya masakan Bude Citra! Iler lo mah bau got didepan kampus, njir!"

"Sialan lo!" kata Aji kemudian berbaring disebelah Raka dan memejamkan matanya, melanjutkan mimpi indahnya lagi.

Raka memutuskan untuk keluar dari dalam tenda. Matanya langsung menangkap sosok Kiya yang sedang berbincang dengan Anggota Mapala. Raka tersenyum tipis. Dia mengagumi Kiya yang sifatnya 180 derajat berubah saat sudah berada di hadapannya, membuat hati Raka semakin mantap untuk terus menggapai hati cewek itu.

"Raka," Alan sedikit berteriak memanggil namanya. Kiya refleks menoleh ke arah Raka yang ternyata sedang menatapnya. Raka segera mengalihkan pandangannya mencari Alan saat matanya dengan Kiya bertemu.

Sambil berjalan, Alan memegang perutnya.

"Kenapa?" tanya Raka saat mereka sudah berhadapan.

"Bantuin gue dong! Perut gue sakit banget! Sumpah!"

"Gue bukan dokter!"

"Mintain obat, kek. Buat sakit perut nih. Tapi gue lupa siapa yang pegang kotak obat. Lo tanya aja satu-satu, atau tanya bini lo si Kiya! Dia kayaknya tau."

Dekat Tak TergenggamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang