Chapt 7 : Olahraga Weekend

35 4 0
                                    

Kiya berjalan menuruni anak tangga menuju ke ruang tengah. Dilehernya sudah melingkar handuk kecil untuk menemaninya berlari pagi ditaman kompleks. Matanya terfokus pada handphone digenggamannya, sesekali melihat ke arah jalan. Mata Kiya melebar ketika melihat notifikasi dari aplikasi Instagram miliknya.

Rakacandraw's started following's you.

    Jari nya meng-klik notifikasi itu sehingga terlihat jelas Instagram milik Raka yang tidak terkunci untuk publik. Jari nya kembali mengusap layar handphonenya. Kiya terkejut saat melihat dipostingan paling pertama di instagram Raka, ada fotonya bersama Raka saat mereka berada di air terjun Gunung Slamet. Kiya merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa waktu itu dia mengiyakan saja tawaran Raka untuk berfoto bersamanya. Tapi Kiya juga lega bila kenyataannya tidak ada caption lebay apapun didalam foto tersebut.

Kiya berjalan melewati Bima dan Doni yang sedang duduk di sofa ruang tengah, menghadap ke layar televisi yang menyala.

"Lo mau kemana, Ki?" tanya Bima sambil fokus menatap layar ponselnya.

Kiya berhenti berjalan, lalu segera menoleh ke Bima dan Doni. "Lo pikir gue mau kemana dengan pakaian kaya begini?"

Bima terkekeh dan segera berdiri. "Gue ikut!" dia berjalan ke arah Kiya, lalu menyentuh bahu Kiya dan membawanya hingga terduduk di sofa di sebelah Doni. "Lo tunggu sini!" serunya.

"Iya! Gak pake lama!" kata Kiya mendengus pelan.

Bima sudah berlari ke arah kamarnya dan masuk ke dalam.

"Kamu gak kangen sama Kakak?"

Kiya segera menoleh dan mendapati Doni yang sedang menatapnya. Kiya bergeser sedikit lalu menyandarkan kepalanya di bahu Doni sambil memejamkan mata meresapi perasaannya yang selalu nyaman dalam posisi seperti ini. Jujur Kiya sangat merindukan kebersamaan keluarganya, ditambah lagi dengan Mamanya yang sekarang sedang disibukkan dengan perkembangan butiknya yang menurun pesat, mengharuskannya untuk menghandle semuanya sendiri. Papanya yang sekarang sedang sibuk dengan urusan kantor dan memantau perkembangan Doni dikantor karena beberapa bulan ini dia baru saja bergabung. Sedangkan Bimo sibuk menjalankan tugasnya sebagai Mahasiswa tingkat akhir yaitu menyelesaikan tugas skripsinya. Walaupun Bima dan Kiya satu Universitas, namun sangat jarang mereka bertemu atau sekedar mengobrol kalau bukan hanya di rumah.

"Kalau aku sih biasa aja. Tapi aku yakin, pasti Kak Doni kangen banget, banget, banget, kan sama Kiya?"

Doni terkekeh, membuat kepala Kiya ikut terguncang. "Lebih tepatnya kangen dimasakin mie instan sama kamu!"

Kiya cemberut, lalu menegakkan badannya dan menatap heran Kakaknya. "Kak Doni ngeledek aku, ya?"

"Eng—"

"Iya, iya, aku tau, aku emang belum jago masak kayak Mama. Masak mie instan aja sampai kematengan." ceracau Kiya yang sukses membuat Doni mencubit gemas hidung Kiya hingga menjadi sedikit merah. "Sakit, tauk!" rengeknya.

Bima berjalan ke arah pintu melewati Kiya dan Doni, sambil menenteng sepatunya. "Ayo, Ki!" serunya.

Kiya mengambil punggung tangan Doni lalu menciumnya. "Kiya berangkat, ya! Jangan kangen!" Kiya bangun dari duduknya lalu berjalan menjauh dari Doni. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsallam."

Kiya berjalan dan melihat Bima yang sudah berdiri diambanng pintu. Dia duduk di bangku teras lalu memakai sepatu running nya. "Tumben lo mau ikut gue, Kak?"

"Si Della juga lagi lari, gue sih mau nyusul dia. Hehehe..." jawab Bima cekikikan. "Cepetan sih!"

"Iya, nih udah!"

Dekat Tak TergenggamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang