Chapt 12 : Modus Raka 2

6 3 0
                                    

****


Kiya memutuskan untuk menggeser slide answer saat kurang lebih sepuluh panggilan yang dia acuhkan dari cowok menjengkelkan. Baru saja dia meletakkan ponselnya ke telinga, suara cowok diujung telpon membuatnya meringis dan menjauhkan ponselnya sembari meniupkan kepalan tangannya dan meletakkan nya pada telinganya yang berdenyut.

"KIYA!! KAMU MASIH NAPAS KAN DISANA? HALLO!! HALLO!!"

Kiya melotot. Ujung ponselnya didekatkan pada bibirnya. "Lo nyumpahin gue mati?"

"Oke lupain! Aku minta maaf karena udah ingkar janji sama kamu." Suaranya terdengar sendu, membuat Kiya mendengus sebal.

"BODO AMAT!! Gue angkat telfon dari lo karena gue rasa ada sesuatu yang penting. Tapi kalau gak penting, gue berniat memutuskan sambungan ini secepatnya!" ancam Kiya seraya memerhatikan layar laptopnya yang menyala.

"Tunggu, tunggu!! Ini sangat urgent! Kamu sendiri tau kan? Kita akan membahas tentang hubungan sehidup-semati kita, sayang..."

"Iya. Gue hidup, lo MATI!" selesai mengatakan itu, Kiya menutup laptopnya dengan kesal. Kemudian dia merebahkan tubuhnya ke kasur yang masih terasa empuk hingga saat ini.

"Aduhai, kayaknya wajah kamu tambah manis kalau lagi kesal kaya sekarang. Aku jadi mak—"

"Fix Gak penting. Gue tutup ya!"

"Eh, tunggu!" suara Raka menghembuskan napas panjang terdengar oleh Kiya, ponselnya diletakkan disebelah kepalanya yang menatap langit-langit kamarnya. "Aku benar-benar merasa bersalah, Ki,"

"Emang lo salah!"

"Gimana kalau besok aja kita kesana. Ter—"

Kiya tersenyum miring. "Maksudnya, lo mau ngebujuk gue nih?"

Disana, Raka terkekeh mendengar ucapan Kiya yang pintar menebak-nebak pikirannya dengan cepat. Kedua matanya menangkap sosok Tara yang baru datang dengan membawa dua kantong plastik digenggamannya.

"Lo lagi telfonan? Sama siapa?" Tatapan dan suara Tara terdengar mengintimidasi.

Raka meletakkan telapak tangannya pada ujung ponselnya dan menutupnya. "Calon istri." Katanya sedikit berbisik, Tara yang mendengarnya hanya menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan.

Sedangkan Kiya masih menunggu Raka untuk kembali bersuara, berniat untuk memutuskan sambungannya namun diurungkan kembali mendengar suara hatinya yang menyuruhnya untuk bersabar sedikit.

"Heemmmm—mungkin,"

"Gue gak mau ah!" tegasnya.

"Wah, padahal tadinya aku berniat kita cari makanan atau mainan dulu untuk dibawa ke panti, terus beli es krim buat anak-anak. Pasti mereka senang banget, gak kebayang deh sama wajah sumringah mereka kalau tau kita dateng ngebawain banyak barang untuk mereka. Tapi kamu marah, jadi aku aja deh sendiri yang kesana." Suara Raka terdengar sendu, sebenarnya dia hanya berniat untuk membuat Kiya berubah pikiran dan memutuskan untuk ikut bersamanya lagi.

"Lo nyebelin banget ya!"

"I love you too, Akhiya Nabila."

Dekat Tak TergenggamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang