"Aku gak suka sama kamu, kenapa kakak deketin aku mulu?"
"Gakpapa, aku gak berharap perasaan aku dibales kok."
"Kenapa? Apa gak sakit?"
"Emm ... sakit sih iya, tapi selama aku bisa deket sama kamu, aku gak perduli sama rasa sakit itu. Ada di deket kamu itu udah bikin aku seneng banget."
***
Shani mengulum senyum melihat Viny yang begitu lahap memakan semangkuk mie ayam di hadapannya. Entah sejak kapan gadis berambut pendek itu mampu membuatnya tersenyum sendiri.
Viny yang sadar di perhatikan pun mendongak. Keningnya berkerut melihat Shani yang tengah tersenyum sendiri.
"Shan, kamu sehat 'kan?" tanya Viny dengan ragu. Shani tersadar, ia menghilangkan senyumnya, memberikan tatapan tajam pada Viny.
"Kenapa nanya gitu?" ketus Shani membuat Viny cepat-cepat menggeleng. "Eh, enggak."
Hening. Viny dan Shani kembali memakan makanan mereka.
Sesekali Viny mencuri lirik ke arah Shani. Wajah Shani tak mampu membuatnya berpaling. Ia sangat menyukai gadis dihadapannya tersebut, meskipun perasaannya tak berbalas.
Viny menarik napas dalam berusaha menetralkan debaran jantungnya. Ia berdehem pelan, "Shan, aku mau nanya, boleh?"
"Apa?" tanya Shani tanpa menatap ke arah Viny.
Viny meneguk ludahnya, ia mengusap tengkuknya. Sebenarnya ia merasa ragu untuk bertanya. Tapi rasa penasarannya begitu besar. "Umm ... apa sedikit pun kamu gak ada rasa suka buat aku?" tanya Viny terdengar bergetar.
Shani terdiam beberapa saat, ia memandang Viny yang tampak menunggu jawabannya. Shani menggeleng, "Enggak," jawabnya.
Viny hanya tersenyum. Ia merasa bodoh, tak seharusnya ia bertanya seperti itu karena sampai kapan pun jawaban Shani akan tetap sama.
"Kak Viny," panggil Shani membuat Viny tersentak.
"Iya, Shan?"
"Kamu gak akan pergi kan gimana pun sikap aku ke kamu?"
Pertanyaan Shani membuat Viny tersenyum lebar. Viny menggeleng cepat, "Enggak, Shan, aku gak akan pergi. Buat jauh dari kamu aja aku gak bisa."
Mendengar jawaban Viny barusan membuat hati Shani menghangat. Bahkan jantungnya berdebar lebih cepat.
Sejak awal pertemuan mereka, Shani memang selalu menunjukkan sikap tak suka nya pada Viny. Shani orang yang sangat tertutup, banyak orang yang berusaha mendekatinya. Tapi dengan gamblang Shani menolaknya. Viny salah satunya, tapi Viny tak pernah berhenti untuk meluluhkan hati Shani.
Dengan usaha keras, Viny berhasil menjadi teman Shani meskipun Shani selalu mengabaikannya. Viny tak perduli, selama ia bisa dekat dengan Shani, ia akan melakukan apa saja.
Jauh di lubuk hati Shani, ia mulai merasa nyaman saat bersama Viny. Tatapan mata Viny mampu membuat dadanya bergemuruh. Senyuman manis milik Viny tak mau menghilang dari ingatannya. Meskipun Shani sadar jika ia mulai menyayangi Viny, ia tetap tak mau menunjukkannya. Rasa gengsinya masih terlalu besar. Shani juga ingin tau, sejauh mana Viny akan berjuang meluluhkan hatinya.
***
Viny berkali-kali memandang jam di pergelangan tangan kirinya. Ini sudah hampir satu jam ia menunggu kedatangan Shani. Beberapa kali Viny mencoba menelpon Shani, tapi tak ada jawaban sama sekali. Bahkan pesannya pun tak di balas.
Apa Shani melupakan janjinya?
Dengan sabar Viny tetap menunggu Shani. Mungkin saja Shani datang terlambat, pikirnya.