Kamu tau apa yang paling menyedihkan?
Saat aku mengatakan 'aku sudah melupakan'
Tetapi hatiku masih tertinggal dimasa lalu."Ka Viny!"
Aku tersadar dari lamunanku ketika sepupuku yang berbeda 2 tahun dibawahku ini memanggilku.
"Eh Anin, kenapa?" Tanyaku.
"Kakak aku panggilin dari tadi juga, tapi ga sadar-sadar. Mikirin apa sih ka? Dia lagi?"
Aku hanya tersenyum mendengar ocehan Anin.
"Mau sampai kapan ka? Udah cukup kakak gini karena dia, dia ga pantes kakak pikirin terus. Kenapa ga coba balikan sama ka Veranda lagi aja? Ka Ve kan..."
"Nin, udah ya? Kakak mau kekamar dulu, ngantuk."
Aku pun berjalan meninggalkan ruang keluarga menuju kamarku.
"Selalu aja! Menghindar terus tiap aku nasehatin." Gerutu Anin yang masih terdengar olehku.
Aku hanya tersenyum sambil terus melangkahkan kakiku menuju kamar.
Sesampainya dikamar, aku menghempaskan tubuhku ke kasur dan menatap langit-langit kamarku. Kembali aku memikirkan satu nama yang sudah mengisi pikiranku selama 2bulan lebih ini.
~
Kamu tau apa yang paling menyakitkan?
Saat suatu hubungan berakhir
Saat aku masih terpaku menatap masa lalu
Tetapi kamu sudah bahagia dengan yang baru.FLASHBACK ON
"Aku mau kita putus!"
"Tapi Shan, apa salah aku? Kenapa tiba-tiba kamu minta putus gini? Kita ga ada masalah apa-apa kan?"
Aku mencoba menggenggam erat kedua tangan Shani, satu-satunya orang yang kini menguasai hati dan pikiranku sepenuhnya.
"Ka, apa yang kita jalanin ini ga bener! Aku gamau lanjutin hubungan ini lagi, aku takut orang tua aku tau. Aku ga mau buat mereka marah apalagi sedih karena aku." Jawab Shani.
"Tapi Shan..."
"Ga ada tapi-tapian ka. Aku mohon jangan ganggu aku lagi. Lagipula, aku sekarang udah sama ka Cio, dia sahabatku dari kecil, dan papa menjodohkan aku sama ka Cio. Jadi aku mohon kakak jangan rusak hubungan aku sama ka Cio."
"Cio? Gracio maksud kamu? Bukannya kamu bilang kamu cuma anggap dia sebagai kakak kamu? Kenapa sekarang..."
"Ka cukup! Aku pergi. Dan please jangan hubungin aku lagi."
"Shan.. Shaniii! Jangan tinggalin aku!"
Shani tetap berjalan meninggalkanku yang kini menangis tertunduk ditaman tempat kami biasa menghabiskan waktu bersama.
Aku menatap Shani yang memasuki mobil. Dibangku pengemudi, ada seorang pria yang tadi disebutkan namanya oleh Shani, Gracio.
FLASHBACK OFF
~
Kamu tau apa yang paling menyakitkan lagi?
Saat aku masih merindukanmu dan masih belum sanggup melepas kamu seutuhnya
Sedangkan kamu sedikitpun tidak ada lagi memikirkan tentangku."Huft!"
Aku menghela nafasku kasar saat aku melihat HP ku. Hanya tulisan read yang muncul pada chat yang kukirimkan pada Shani tanpa adanya balasan sedikitpun.
Padahal aku mengajaknya bertemu sore ini ditaman kampus dan aku sudah menunggunya dari siang tadi. Tapi Shani tidak datang juga.
"Kamu tau Shan? Aku masih sayang banget sama kamu. Tapi kenapa kamu ga pernah ngertiin aku?" Ucapku monolog.
"Kenapa kamu datang kalau hanya untuk pergi?" Lanjutku.
Kembali aku hanya menghela nafas sambil menahan air mataku yang sangat ingin keluar.
Aku berdiri dan berjalan meninggalkan taman kampus. Baru beberapa langkah, aku merasakan sakit yang sangat dikepalaku.
"Aarrgg! Jangan sekarang!" Ucapku sambil memegang kepalaku.
"Ka Viny! Kakak kenapa? Kakak kumat lagi?" Tanya Anin yang tiba-tiba datang dan menahan tubuhku yang hampir ambruk.
"Gapapa kok Nin, cuma sedikit sakit kepala aja." Jawabku.
"Gapapa apanya, kakak mulai mimisan gitu. Duduk ka." Ucap Anin sambil membantuku kembali duduk dibangku tadi.
Setelah duduk, kulihat dari kejauhan Shani berjalan bersama Gracio menuju parkiran. Mereka tertawa bersama.
Sepertinya Shani benar-benar bahagia bersama Gracio.
Shani menengokkan kepalanya kepadaku sejenak, lalu kembali menatap Gracio dan mereka tertawa bersama sambil terus berjalan meninggalkan taman.
"Ka, pakai tisue ini buat sumbat darahnya." Ucapan Anin membuatku kembali sadar akan keberadaannya.
Anin membantuku membersihkan darah yang mengalir dari hidungku.
Sambil menutup mata, aku hanya diam dengan apa yang dilakukan Anin padaku dan kembali memikirkan wajah bahagia Shani yang tadi tertawa bersama Gracio.
Rasanya air mataku kini benar-benar ingin keluar.
"Kamu udah lupain aku sepenuhnya kah Shan? Lalu apa arti 2bulan kemarin?" Ucapku dalam hati.
~
Kamu tau apa yang lebih menyakitkan dari itu?
Melupakan sesuatu yang tidak ingin dilupakan.
Membuang sesuatu yang masih ingin disimpan."Ka..."
Anin memegang bahuku dan kembali menyadarkanku dari lamunanku.
Ya, melamun adalah kebiasaanku akhir-akhir ini sejak aku putus dengan Shani.
"Aku tau emang ga gampang untuk lupain orang yang kita sayang, tapi kakak harus bisa coba buat lupain dia. Dia udah bahagia sama yang lain. Sekarang kakak juga harus bisa cari kebahagiaan baru." Ucap Anin.
"Nin, bukannya aku ga mau. Tapi aku ga bisa." Balasku.
"Ka, lebih baik sekarang kakak fokus sama terapi dan kemo kakak. Kakak harus bisa sembuh, aku gamau kehilangan kakak nantinya." Ucap Anin yang mulai meneteskan air mata.
Aku menarik Anin kedalam pelukanku.
"Kamu ga akan kehilangan kakak. Kakak akan selalu ada buat kamu. Disini." Ucapku sambil menunjuk dada Anin.
"Kakak akan selalu ada dihati kamu dan ga akan pernah pergi." Lanjutku.
Anin mengeratkan pelukannya padaku.
"Iya, kakak akan selalu ada dalam hati Anin. Sembuh ya ka? Buat Anin?" Pintanya sambil mendongakan wajahnya kearahku.
Aku mengangguk lalu kembali membawa Anin dalam dekapanku. Anin kembali menyandarkan kepalanya didadaku.
"Kamu tenang aja Nin, kakak akan berusaha buat sembuh demi kamu." Ucapku dalam hati.
"Shan, tunggu aku sembuh dan aku akan kembali memperjuangkan kamu nanti."
Lagi, kuucapkan hal itu dalam hati sambil menahan sesak didadaku dan air mata yang ingin mengalir dari mataku.
End
Cheers,
Cella1696
