Chapter 2

8.9K 714 8
                                    

Selamat membaca..jangan lupa vote n komen ya..maaf kalo masih banyak typo..
****

Mobil Suv hitam nan mewah memasuki parkiran gedung perkantoran 40 lantai. Seorang pria muda berstelan lengkap dan nampak mahal keluar dari dalam mobil mewah tersebut.

Sebuah ponsel pintar yang juga harga selangit nampak ditempelkan di telinganya. Kacamata hitam yang dipakainya menambah daya tariknya.

Puluhan pasang mata terutama dari kaum hawa yang berada di sekitar parkiran hingga depan lift lobi kantor menatap penuh minat. Bagai burung bangkai yang menunggu untuk memangsa.

"Ya, Dad... Raf udah nyampe kantor. Tadi nganterin mami pulang dulu. Iya nanti Raf langsung ke ruang rapat. " Pria itu menutup panggilan telponnya dan menuju lift khusus para direksi dan tamu penting.

Mengacuhkan semua tatapan penuh minat yang tertuju ke arahnya. Rasa muak sesekali ia rasakan. Jengah bila tiap hari ia harus menghadapi perhatian yang berlebihan seperti ini. Kalau saja ia bukan anak pemilik gedung ini, apa mereka masih mau menatap dirinya. Karena itu dia selalu mengabaikan mereka. Tak ada yang wanita benar-benar tulus padanya. Semua karena nama besar ayahnya yang ia sandang di belakang nama kecilnya.

Rafael Sancho Videl... Lajang paling diminati saat ini. Putra mahkota perusahaan raksasa multinasional pimpinan Santiago Videl. Rafael menjalankan peran sebagai anak konglomerat dengan sangat sempurna. Work hard so you can play hard. Itu motto yang sering digunakan sahabat-sahabatnya untuk menggambarkan kehidupan Rafael. Rafael menjalankan dengan serius perusahaan yang kelak otomatis akan  menjadi miliknya bila sang ayah memutuskan untuk "pensiun". Namun ia juga menjalani kehidupan pribadinya dengan glamor pula. Undangan gala dinner pada even-even perusahaan besar dan pesta-pesta yang diadakan oleh sesama anak konglomerat serta klub-klub eksklusif yang menjadi langganannya saat penat seusai bekerja.

Seglamor dan seliar apapun kehidupan pribadinya, Rafael pintar pula menampilkannya di depan publik. Tak pernah sekalipun ia terlihat berjalan dengan mabuk seusai pesta ataupun terlihat menjalin hubungan dengan gadis manapun. Meskipun tak sedikit gadis yang mengenalnya berharap suatu saat bisa menyandang status sebagai kekasihnya.

"Baru datang, Tuan Rafael?" Rafael mengumpat keras  saat membuka pintu ruangannya ia dikejutkan oleh bentakan dari Daddy-nya.Sebuah bola kertas dilemparkan Daddy mengenai kepalanya.

"Sudah datang telat, masih sempat memaki atasanmu, heh?" lanjut Daddy sambil terkekeh.

"Kan Raf udah bilang, Dad..Raf mengantar mami dulu ke rumah besar. Si mami dandannya kan lama. Keluar dari apartemen menuju rumah jalanan udah macet banget. Apalagi jalan ke kantor." keluh Rafael seraya meletakkan tas ranselnya yang berisi laptop ke mejanya.

"Oh jadi mami mu ke tempatmu lagi?" gumam Daddy yang dibalas dengan wajah malas Rafael.

"Jangan bilang Daddy tidak tau mami beberapa hari ini sering datang dan menginap di tempat Rafael, Dad.. Nggak mungkin kan kalian bertengkar dan mami mengungsi ke apartemen  Raf?" sahut Rafael sebal saat terdengar lagi kekehan ringan sang Daddy.

" Bertengkar sih enggak, Raf. Cuma, kalau kamu tidak segera memenuhi kemauan mami mu, Bisa saja aku ikut juga menginap di tempatmu. Daddy kan kesepian kalau hampir tiap malam ditinggal di rumah sendirian. Kamu itu sudah merebut perhatian mami 25tahun. Setelah kamu 4 tahun pindah dan Daddy bisa memiliki mami sepenuhnya lagi. Kenapa Daddy harus berbagi lagi denganmu sekarang?"

"Tapi, Dad.. mami minta supaya Raf cepet nikah. Raf masih belum kepikiran untuk nikah dalam waktu dekat. Lagian Raf belum punya calon." kilah Rafael.

"Masih kurang banyak kenalanmu yang setiap malam kamu temui itu? hampir tiap malam kamu gonta-ganti gandengan kan? Jangan tanya Daddy tahu darimana. Hampir tiap ketemu relasi daddy pasti ditodong pertanyaan kapan berbesan dengan mereka."

Dalam Dekapan Sang MalaikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang