Rafael berjalan keluar dari sebuah gedung sekolah. Setelah duduk di dalam mobilnya, melirik ke arah jam tangannya. Sudah lumayan terlambat bila harus ke kantor. Apalagi dia tidak membawa pakaian ganti. Tak mungkin dia ke kantor mengenakan kemeja yang dikenakan sejak semalam dan celana jeans seperti ini.
Menekan sebuah tombol di kemudinya terdengar sebuah nada sambung dari headset wireless yang terpasang di telinga kirinya.
"Ya, Dad. Raf mau ijin tidak bisa ke kantor hari ini."
"Apa ada rapat atau janji dengan klien di luar hari ini?"
"Bukan, dad. Raf ada urusan pribadi hari ini. Wildan nanti yang membantu daddy. Bila ada dokumen yang harus Rafael tangani titipkan saja sama dia."
"Apa daddy dan mami nggak boleh tahu urusanmu ini, Raf?"
Rafael terkekeh. " Dad, Raf udah dewasa, setidaknya untuk yang ini. Ini urusan pribadi raf. Tidak ada hubungan dengan kerjaan maupun keluarga kita." jawab Rafael menyakinkan daddy nya.
Terdengar kekehan balasan dari daddynya dan panggilan itu terputus. Rafael menghembuskan nafas. Mencoba mencerna keadaan yang ia lakukan dalam beberapa jam terakhir ini.
Pagi tadi setelah keluar dari hotel Rafael mengantarkan Roselyn pulang ke rumah gadis itu. Setelah meyakinkan Roselyn bahwa motornya akan ada yang membawakan pulang dari Excluse.
Menikmati sarapan berdua dengan nasi uduk yang dibelinya di perjalanan, Rafael juga merasakan bagaimana kehidupan Roselyn di rumah kecil yang tampak tak banyak perabot yang mengisinya.
Rafael juga entah mengapa tak merasa keberatan menunggui Roselyn yang bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Gadis itu nampak sedikit kelelahan dan sangat berhati-hati saat berjalan. Rafael meringis mengingat apa yang membuat Roselyn seperti itu.
Setelah mengantarkan Roselyn sampai di sekolah, Rafael juga ikut turun untuk mengurusi uang sekolah dan memastikan Roselyn sudah tak perlu lagi mengkhawatirkan masalah biaya sepeserpun sampai dia lulus nanti.
Roselyn nampak memandanginya dari jauh saat Rafael keluar dari kantor bendahara sekolah. Nampaknya gadis itu tak berniat mendatanginya. Jadi Rafael memutuskan untuk bergegas keluar sebelum siswi satu sekolah itu menyerbunya. Dilihat dari riuhnya suara mereka saat melihat Rafael berkeliaran di lingkungan sekolah mereka.
Urusan sekolah Roselyn, beres. Tinggal urusan Roselyn dengan Raul. Jam segini Raul pasti masih tidur. Rafael memutuskan untuk beristirahat di apartemennya dan mengganti jam tidurnya yang semalam tak berhasil ia nikmati karena sibuk meredam hasratnya. Tubuh Roselyn seakan masih terasa dalam pelukannya sampai saat ini. Tubuh yang seakan miliknya namun juga terlarang untuk ia nikmati lagi.
Jauh di lubuk hati Rafael tak tega bila gadis sepolos Roselyn harus menjadi pemuas nafsu lelaki bejat seperti dirinya. Karena itu Rafael akan mencoba berbicara dengan Raul dan membayar berapapun ganti rugi yang diminta sahabatnya itu agar bisa membebaskan Roselyn dari kontrak kerja Excluse.
Rafael bertanya pada dirinya sendiri.
Mengapa ia melakukan itu semua..?
****
Raul mengajaknya bertemu di cafe terkenal di sebuah Mall saat jam makan siang.
"Gue belum keluar biaya sama sekali untuk gadis itu.. tapi 10juta untuk pinalti kontraknya bisa lo bayarkan kalau lo memaksa."
Rafael tersenyum mendengar jawaban Raul saat menanyakan ganti rugi bila ia ingin membebaskan Roselyn. Ternyata mudah sekali mengurusi gadis itu.
"Beruntung juga gadis kecil itu bisa lo pilih kemarin malam." tambah Raul. Senyum geli terus tersungging karena seorang Rafael Videl mau bersusah payah mengurusi seorang gadis random yang tak sengaja bertemu dengannya tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Dekapan Sang Malaikat
RomantikRoselyn tak pernah menyangka dirinya harus mencicipi kelamnya dunia yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Menjual tubuhnya pada laki-laki asing terpaksa ia lakukan karena tuntutan kebutuhan saat tak ada lagi tempatnya bersandar. Nasib pula yang m...