Masa Lalu Arsal dan Enha (2)

19 4 18
                                    

Ini Arsal (August)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini Arsal (August)

Aku mungkin belum sepenuhnya melepaskanmu disaat kamu sepenuhnya telah melepaskanku. Enha.

Kami sudah sampai di depan homestay. Saat itu juga aku melihat jika geng cewek dan geng cowok sedang bermain kelereng di teras depan homestay cowok. Ya ... mereka terlihat santai bermain sambil tertawa melihat tingkah laku Arif yang kesal karena tidak dapat mengarahkan kelerengnya tepat sasaran. Mereka belum menyadari kehadiran aku dan Dirga. Dirga menurunkanku dari gendongannya. Aku sudah merasa baikan dengan perutku.

"Nah ... itu orangnya datang." Yorry yang melihat kami pertama kali langsung memberitahukan yang lain. Emangnya aku ditungguin?

"Enhaa ... lama banget kamu perginya. Aku pikir ikut rombongan adek-adek TK yang tadi lewat pakai minibus."

"Kampret lu, mak."

"Kamu kenapa cekeran, En?" tanya Ria sambil menghampiriku beserta Madi. Sedangkan Dirga yang sebelumnya berada di sampingku langsung duduk di samping Yorry dan Arsal. Arif masih terlihat menghitung jarak kelerengnya dengan kelereng lawan.

"Lecet. Gegara sepatu." Kataku sambil meringis.

"Sepatunya kamu pake juga, Kin? Aku baru sadar." Arsal menatapku dan sepatu yang aku bawa di tangan kanan.

"Iya, Sal." Jawabku sesingkat mungkin. Aku yakin, kedua sahabatku pasti sudah menulis berapa lembar pertanyaan untuk aku jawab setibanya di kamar nanti.

"Bagus deh kalo gitu. Aku seneng liatnya, pas di kamu." Kata Arsal lagi kemudian dia melanjutkan bermain kelereng bersama kedua sahabatnya. Dirga hanya memperhatikan.

Sal, please jangan ngomong baik-baik ke aku. Bukannya aku gak suka, tapi kamu bikin usahaku yang selama ini buat gak suka lagi ke kamu jadi sia-sia.

☼☼☼☼

Madi dan Ria sedang menatapku saat ini setelah aku mandi dan keluar dari kamar mandi. Aku masih di depan pintu kamar mandi. Aku tahu arti tatapan itu.

"Apa? Apa??? Mau tanya apa? Gak usah nampangin muka kek gitu." Aku kemudian duduk di pinggir tempat tidur sedangkan Madi dan Ria sudah sedari tadi duduk di atas tempat tidur sambil bersandar di tembok.

"Kamu sama Arsal. Itu mantan kamu yang pernah kamu ceritain?" Tanya Madi langsung ke topik.

"Iya, dia Arsalan yang dulu pernah aku ceritain ke kalian." Aku menunggu pertanyaan selanjutnya sambil menempelkan plester di kakiku yang lecet.

"Terus sepatu itu?" Tanya Ria.

"Ya kado dari Arsal. Katanya dulu buat nemenin dia kalo kita jalan-jalan bareng. Tapi kita gak pernah bisa pergi bareng-bareng. Yaa ... jadinya aku baru pake sepatu ini."

"Oh ... jadi kalian janjian dateng kesini gitu?" Tanya Madi bingung.

"Duh, mak. Lola deh. Ya enggak lah, aku aja baru tahu kalo dia juga main ke Dieng. Aku cuma pengen pake sepatu ini aja daripada mubazir gak pernah dipake kemana-mana."

"Masih gagal move on, En?"

"RIAA!" Aku mengambil bantal yang paling dekat denganku dan langsung melemparkan ke arahnya. Kesal sekali dengan kata-kata "gagal", karena aku masih dalam tahap berusaha. Belum gagal.

Ria dan Madi hanya tertawa melihatku seperti ini. Malahan aku dilempar bantal balik oleh Ria. Madi pun sama melempar bantal kepadaku.

"Akukan udah bilang sama kalian kalo aku masih berusaha buat ngelupain Arsal. Dirga tadi bilang sama aku kalo Arsal udah move on dari aku."

"Bentar deh, jadinya si Arsal juga dulu kecewa pas kalian putus?" Tanya Madi.

"Eh ... bener tu, Di. Ini mantan pasangan gimane sih, gak jelas ternyata."

☼☼☼☼

Jika mengingat soal putusnya kami dulu, mungkin itu konyol ya. Tapi hubungan yang udah dijalin lama, sekitar empat tahun dan gak pernah sekalipun ada konfliklah, atau cemburulah, itu justru bikin kita mutusin buat putus. Aku terutama, lebih ngerasain bosan dengan alur yang sama. Kita yang oke-oke aja. Aku yang gak pernah marah waktu Arsal gak pernah bisa main bareng sama aku. Kenapa aku harus marah? Toh emang jadwal kita bener-bener kebentur. Kalaupun kita sama-sama senggang, kita manfaatin buat ketemu di rumah dan menyapa orang tua masing-masing. Arsal juga mungkin berpikiran sama kayak aku, hubungan kita flat atau kita aja yang gak bisa ngungkapin rasa kecewanya kita. Di akhir semester satu, tepatnya satu tahun setengah yang lalu kita mutusin buat udahan.

Flashback on.

"Kamu ngerasa gak kalo hubungan kita itu flat." Aku memulai pembicaraan pada Arsal. Kami ada di salah satu cafe yang letaknya berada di lantai dua toko buku.

"Hmm ...." Arsal hanya berdehem sambil menyeruput kopi hitam miliknya.

"Aku juga ngerasa gitu, Kin. Jujur aja, mungkin kita gak pede atau gak enakkan buat ngungkapin rasa kecewa kita selama ini." Lanjut Arsal yang kini sudah meletakkan cangkir kopinya dan bersender di kursi.

"Mungkin juga gitu. Sal?" Aku penasaran dengan satu pertanyaan yang ingin kukatakan selanjutnya.

"Apa Kinan?" Tanya Arsal balik sambil menatapku serius.

"Kalo kita putus gimana?" Aku sangat penasaran dengan jawaban Arsal.

Arsal hanya memandangiku setelah mendengar pertanyaanku atau ajakanku lebih tepatnya. "Kalo kamu yakin, aku setuju sama kamu. Hubungan kita udah termasuk ngebosenin, gak ada maju-majunya. Jadi kalo kamu mau minta putus aku setuju aja, Kin."

Aku sukses dibuat terkejut dengan jawaban Arsal. Aku yang gantian diam dan memandangi Arsal lekat. "Kamu yakin? Aku cuma tanya sama kamu, Sal? Kalo kamu gak setuju juga gak apa-apa kok."

"Iya, aku setuju Kin. Kalo toh jodoh pasti aku bakal ketemu lagi kan sama kamu. Kalo bukan jodoh, kuharap kita bisa nemu yang terbaik buat kita." Ada semburat kekecewaan yang tergambar di wajah Arsal dan aku saat ini. Sama-sama kecewa dengan jawaban dan pertanyaan yang telah kami ucapkan untuk beberapa menit sebelumnya. Kami memutuskan untuk tidak mengulanginya lagi. Atau kami benar-benar tidak kembali berhubungan dekat, alias kembali pacaran.

Flashback off.

☼☼☼☼

Kisahnya Arsal dan Enha udah selese nih. Apa ada yangmau dilanjutin lagi? Hehe.. . terimakasih sudah membaca, vote, dan vomentnya....

Unpredictable TripTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang