Biasakan vote sebelum membaca ya wahai readersku tersayang... terimakasih banyak, semoga tambah semangat lagi buat lanjutin ceritanya.
☼☼☼☼
Aku ingin menjadi setitik awan kecil di langit bersama mentari ....
Walaupun ku sendiri tapi aku masih ada ... masih ada cinta di hati ...
Kami geng cewek dan geng cowok sedang berkaraoke ria selama perjalanan menuju Kawah Sikidang. Aku juga larut dalam nyanyian yang diiringi bunyi drum yang ditirukan Arif lewat mulutnya. Aku sesekali menggerakkan badan dan menggoyangkan tanganku seperti orang mendengar musik dangdut, padahal ini jelas-jelas musik Pop.
Ada yang membuat aku penasaran selama perjalanan. Tentang Dirga, entahlah. Aku hanya ingin tahu saja siapa Dirga dan bagaimana sifat yang sebenarnya. Beberapa jam mengenalnya yang ku tahu dia baik, mudah tersenyum kepada siapapun, tapi ada bagian dari dirinya yang lain. Tapi aku juga tidak tahu apa. Aku tidak berpikir dia bipolar. Tidak sama sekali.
Kami sampai di petunjuk arah dari papan kayu mengenai Taman Parkir, Wana Wisata, Padang Savana, Tlaga Semerak, dan arah petunjuk untuk melihat sunrise dan sunset. Kalian tahu, kami melihat ke arah kanan dan apa yang kami lihat hanyalah area parkir dan gubug-gubug yang kosong tanpa ada orang menjajakan makanan. Aku hampir frustasi dengan ini. Kami sudah lumayan jauh berjalan kaki dan papan petunjuk itu tidak menunjukkan arah Kawah Sikidang ada dimana.
"Ini kok gak ada Kawah Sikidang,ya. Kita gak salah jalan kan? Perasaan tiketnya ada tulisan kawah Sikidang." Tanyaku pada mereka sambil menatap petunjuk arah tersebut.
"Sal, gimana? Salah jalan enggak?" Tanya Yorry yang juga ingin memastikan.
"Enggak. Tadi si bapaknya juga udah bilang kan tinggal ngikutin jalan aja." Jawab Arsal yakin.
"Kalo jalannya bercabang kayak gini terus ngikutin yang mana?" Arif menunjuk jalan yang beraspal dan jalan yang belum beraspal. Arsal mencoba menganalisa kedua jalan tersebut.
"Kayak mau milih pasangan hidup aja, Sal. Serius amat mikirnya?" Celetuk Yorry.
"Ngapain milih, di sini aja udah ada. Iya, gak Di?"
Deg. Aku terkejut mendengar pernyataan Arsal pada Madi. Sementara Madi hanya ikut tertawa bersama yang lainnya karena pernyataan Arsal. Madi sahabatku adalah orang yang memiliki tingkat kepekaan yang mengenaskan rendahnya. Perlu diberitahu terlebih dahulu jika ada seseorang yang menyukainya, sehingga segala macam "pengkodean" yang ditujukan pada Madi tidak akan ia sadari.
Ckrek.. suara kamera berbunyi. Aku mencari arah suara tersebut dan melihat Dirga yang berdiri di sampingku.
"Ngapain?" Tanyaku bingung padanya.
"Muka galau." Jawab Dirga sambil tersenyum penuh kemenangan.
Aku langsung saja menutup mulutnya karena yang lain memalingkan pandangannya ke arahku setelah Dirga menjawabnya.
"Iiihh enggak ya. Lebay banget." Kataku masih menutup mulut Dirga.
Dirga hanya mengelus ujung kepalaku lembut dengan sebelah tangannya. Aku melepaskan tanganku dan mundur satu langkah karena terkejut dengan reaksi Dirga padaku.
"Ehm ... aku keduluan, Rif. Aku kudu piye (aku harus gimana)?" Yorry menepuk bahu Arif dan menunjukkan raut muka seseorang yang patah hati.
"Apasih. Ini orang pada lebay semua, ya." Aku langsung berjalan ke jalan yang belum beraspal meninggalkan mereka. Masa bodoh itu jalan ke arah obyek wisata mana.
"Woy, En? Tunggu kenapa?" Teriak Ria dan menarik tangan Madi untuk menyusulku dari belakang. Aku tidak melihat mereka dan terus saja berjalan.
☼☼☼☼
"Oh my God. Ini kita berasa di padang pasir ya?" Madi memecahkan keheningan. Kami masih berjalan di jalan yang belum beraspal. Geng cowok juga mengikuti kami dari belakang. Mereka terdengar sedang tertawa.
"Di, tahu gak kalo kamu tadi di kode sama Arsal?" Aku tipe orang yang geregetan jika sahabatku ini tidak menyadari sesuatu, apalagi ini tentang cinta. Ah cinta.
"Eh, iya bener tuh. Sebenernya aku mau bilang sama Madi cuma aku gak enak sama kamu, En."
"Yang mana sih?" Jawab Madi menggelegarkan suasana.
"Astaga! Gak perlu keras-keras, emak. Ini di tempat orang. Jaga sikap."
"SSttttt kamu juga sama kali, En." Sanggah Ria cepat.
"Maaf." Jawabku dan Madi beriringan.
"Tadi loh, waktu dia bilang gak usah milih soalnya udah ada disini. Terus tanya sama kamu. Kamunya malah ikut ketawa."
Satu detik ... dua detik ... empat detik .... Madi masih mengingat kejadian tadi.
"Tau ah, mak. Bikin emosi kalo ngomongin kepekaanmu tuh." Aku kesal pada Madi.
"Aku gak nganggep dia ngode aku, tuh. Serius deh. Dia cuma bercanda kali. Gak mungkin juga, ah. Mantannya aja imut kayak gini, masak iya suka sama aku yang gak ada imut-imutnya."
Tuhkan....
Ria hanya tertawa mendengar jawaban Madi. Dia lalu menepuk bahuku untuk menenangkanku.
"Kayaknya dia suka, deh sama kamu. Kamu coba mikir aja dari awal dia beda sama kamu. Please, mak ... punya rasa peka tu mbok gak usah rendah banget kenapa."
"Ya ampun. Gak bakal kali Enha ... males banget sama bekasmu. Mana situ aja belum move on."
"Kampret. Bodo amat. Aku udah kasih tahu pokoknya."
☼☼☼☼
Bau belerang sangat menyengat disini. Kami sudah sampai di Kawah Sikidang setelah menempuh jalur yang seharusnya tidak kami lalui. Ya ... itu semua karena aku yang kesal pada grup cowok.
"Mau coba pake kameraku?" Aku tidak menyadari kehadiran Dirga. Sejak kapan dia selalu berada di sampingku seperti ini.
"Boleh. Kasih tahu caranya, aku belum pernah pake."
Dirga meletakkan kamera analog di kedua tanganku. Aku merasa canggung dengan keadaan ini. Dirga berada di belakangku dan mengajariku cara menggunakan kameranya. Tangan Dirga mengarahkan tanganku untuk memutar tuas rewind.
"Ini diputar sebelum mau motret, buat muter klise. Coba liat, udah fokus apa belum?" Tanya Dirga yang meletakkan kamera ke depan mataku.
"Eh. I iya ...." Kenapa aku jadi canggung kayak gini. Ini Dirga cari kesempatan kali,ya.
"Udah. Ini kamu harus, ya ada di belakangku?"
"Kenapa? Deg-degan? Langsung move on dari Arsal?"
Ternyata Dirga menyebalkan. Kupikir dia laki-laki pendiam yang hanya penggila kamera analog saja. Aku menginjak kaki kanannya dan dia langsung mengaduh namun masih pada posisi yang sama.
Dari jauh kedua sahabatku sedang asyik berfoto. Mereka melihatku dan tersenyum.
"Udah move on aja ya, seneng aku lihatnya." Kata Ria pada Madi.
"Iya, aku terharu." Madi langsung tertawa dan Ria juga ikut tertawa.
☼☼☼☼
Ada yang rindu sama Dirga ya? Sama, aku juga...
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Trip
RomanceKamu selalu membuatku ingin lari dari sini. Mencoba menapaki setiap bagian yang ada di sudut kota. Ahh..hanya mimpi. Mimpi itu kini ku tutup rapat dalam peti yang kunamakan kenangan. Sampai kamu kembali lagi menapaki hari - hari ku. Tapi bukan kamu...