"Kamu tadi nyium Dirga, Kin?" tanya Madi langsung ke topik.
"Nama panggilanku lama-lama berubah jadi Kinan, ya ini ceritanya," Aku sama sekali tidak menjawab pertanyaan Madi. Saat ini kami berkeliling area Telaga Warna untuk mencari spot foto yang bagus.
"Lebih bagus Kinan, sih Na ... eh malah bahas ini, sih. Kamu tadi ...."
"Enggak, siapa yang gituin dia, dia aja marah sama aku," jawabku sambil menatap Dirga yang ada di depan kami.
"Kalian ngerasa enggak kalau hawanya tambah dingin?" tanya Kak Ida yang tiba-tiba berhenti.
"Eh, iya hawanya dingin banget," Arif menjawab sambil menatap aku, Madi, dan Ria bergantian.
"Salah siapa pakai kaos oblong gitu?" kata Arsal sambil mengangkat dagunya. Ya ... dia memakai jaket hoodie berwarna biru laut.
"Ah elah lu, Sal. Temenmu itu lagi ngasih kode sama mereka, cewek-cewek. Elunya malah buffering," Arif menjawab dengan kesal seakan mengumpat Arsal di dalam hati.
Kami geng cewek melihat Arif sambil menahan tawa. Lama-lama gombalan geng cowok sudah terbiasa bagi kami, sehingga kami membalas gombalan mereka dengan tawa.
☼☼☼☼
Setelah kami beristirahat sebentar untuk sholat Dzuhur, Kak Ida menawarkan kami untuk naik ke atas apabila ingin melihat pemandangan Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari atas bukit.
"Gimana?" tanya Arsal padi kami semua.
"Enggak, deh aku. Aku tunggu di pintu keluar aja gimana? Kakiku juga udah capek banget," disatu sisi aku berbohong karena aku sangat ingin buang gas, dan disatu sisi kakiku juga sudah lelah.
"Gimana, Ri? Sebenarnya aku mau naik, tapi ...."
"Enggak, deh aku. Kakiku juga capek banget ini. Kalo kamu mau naik sama geng cowok aja, Di."
"Kita gak naik, takut ketinggalan bus ke Jogja," jawab Arsal dengan sedikit kecewa. Menurutku Arsal ingin menemani Madi naik ke atas, tapi waktu yang ada cukup terbatas. Lebai.
"Serius nih, gak pada naik? Nanti nyesel loh. Soalnya pemandangannya bagus banget," Kak Ida berusaha membujuk kami untuk naik ke atas. Melihat tangganya yang banyak seperti itu saja aku sudah melambaikan tangan tidak kuat.
"Maaf, Kak Ida. Saya rasa teman-teman sudah capek dan kami juga mau pulang ke Jogja," jawab Dirga sambil tersenyum.
Senyummu, Ga ... astaga Enha mikir apa.
"Kalian mau pulang sekarang?" tanya Kak Ida.
"Iya, kak ... langsung ke arah pintu masuk tadi kan?" tanya Ria sambil menunjuk pintu masuk yang tidak jauh dari posisi kami.
"Enggak usah, kamu ngikutin jalan yang tadi hawanya dingin banget itu, nanti ada pintu keluar. Habis itu kalian jalan ke kanan terus aja, nanti sampai di terminal kok. Maksudnya tempat pemberhentian bus," terang Kak Ida.
Aku hanya tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepala memandang ke arah Madi dan Ria. Mereka tahu apa maksudku, ya ... aku tidak mengerti petunjuk yang baru saja diterangkan Kak Ida. Toh teman-temanku banyak disini, pikirku.
☼☼☼☼
Dirga tiba-tiba menarik sebelah tanganku. Dia hanya diam saja tanpa berkata apa-apa, menatapku pun tidak. Aku heran dengan sikap Dirga disamping malu karena kedua sahabatku sedang menatapku seakan meneriakkan "Ayo Kinan ... itu sinyal dari Dirga!".
Setelah Dirga melepas tanganku, aku berusaha mencari topik untuk mengobrol dengan dia. Kami ada di belakang teman-teman yang sedang asyik membicarakan kegiatan OSPEK.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Trip
RomanceKamu selalu membuatku ingin lari dari sini. Mencoba menapaki setiap bagian yang ada di sudut kota. Ahh..hanya mimpi. Mimpi itu kini ku tutup rapat dalam peti yang kunamakan kenangan. Sampai kamu kembali lagi menapaki hari - hari ku. Tapi bukan kamu...