Pergi Bertamasya (?)

24 5 22
                                    

Pagi ini aku terbangun dengan moodku yang buruk. Kejadian tadi malam memaksa kami untuk pulang siang ini. Kami harus singgah ke rumah Ria mengambil oleh-oleh yang diberikan keluarganya untuk panitia OSPEK, besok pagi baru kita pulang.

Aku melihat kedua sahabatku masih tertidur pulas. Jam baru menunjukkan pukul setengah enam pagi saat ini.

"Mak, bangun. Kamu enggak sholat subuh apa?" Aku menggoyang-goyangkan tubuh Madi yang ada di sebelahku.

"Eeemm ...."

"MAK! Udah pagi, keburu dapet sholat dhuha bukan sholat subuh." Aku berbicara tepat di telinga kirinya.

"Iyaaa. Ini juga mau bangun." Madi kemudian menggeser selimut yang tadinya menutupi badan Madi hingga sebahu ke sisiku. Aku masih belum menjalankan ibadah sholat, sedangkan Ria beragama Katolik. Aku lalu melanjutkan tidurku kembali setelah Madi masuk ke kamar mandi

☼☼☼☼

Kami masih berkemas-kemas di homestay. Aku sudah mandi terlebih dahulu setelah bangun sekitar satu jam yang lalu. Sedangkan teman-temanku masih sibuk dengan urusan merapikan pakaiannya. Muka kedua sahabatku tampak muka bantal sekali.

"Kalian kalo bangun jam berapa si? Itu muka kayak bantal kusut." Ejekku pada sahabatku yang duduk di kasur dengan pakaian mereka berceceran di sampingnya.

"Tergantung niat. Kalo liburan kayak gini abis sholat subuh ya bangun jam sembilan paling." Jawab Madi.

"Bener tu, Di. Tinggal nunggu dibangunin aja sama ibu. Hahaha ...." Jawab Ria yang dilanjutkan tawanya.

"Kalo liburan itu, bantu orang tua masak. Kayak aku ini lo, libur enggak libur tetap bangun jam empat pagi bantuin babe." Kataku percaya diri. Ya ... aku adalah anak tunggal dan ibuku sudah meninggal saat aku berada di kelas tiga SMA. Aku harus sebisa mungkin menjadi ibu rumah tangga ketika ayah sibuk dengan pekerjaan kantornya sebagai akuntan.

"Enggak usah curcol." Kata Ria sambil berdiri dan turun dari tempat tidur. "Mau mandi ah." Lanjut Ria yang sudah berjalan masuk ke kamar mandi.

"Kaki kamu udah gak sakit, En? Di kasih plester yang baru aja."

"Iya. Ini udah aku ganti. Eh mak, aku mau tanya." Aku mulai penasaran dengan sikap Arsal pada Madi.

"Tanya apa?" Madi menatapku penasaran.

"Aaah ... besok aja deh. Cuma mau bilang aja, jangan lupa pekanya dipakai." Aku mengurungkan niat untuk menanyakannya pada Madi.

"Apaan,sih."

☼☼☼☼

Tepat jam sembilan pagi kami keluar dari homestay dan berpamitan pada tuan rumah. Homestay yang kami sewa memang hanya memiliki kamar sedikit, tetapi fasilitas dan keramahan yang ditawarkan sangat patut untuk diacungkan jempol.

"Kalian juga mau berangkat sekarang?" Tanya Arif yang melihat kami bertiga berjalan melewati homestay geng cowok dan beriringan bersama kami.

"Emang kalian mau berangkat kemana?" Tanya Ria balik.

"Kawah Sikidang. Mereka udah di depan. Tuh!" Tunjuk Arif pada geng cowok yang sedang menunggunya di pinggir jalan.

"Cakep,nih. Bareng sama cewek-cewek cantik. Makin rame." Yorry menatap kami dengan senyumnya yang sangat lebar.

"Yoi bro. Kalian mau barengan sama kita kesana?" Tanya Arif.

"Enggak,ah. Kalian jalan di depan aja. Kita bertiga ngikutin dari belakang aja." Aku menjawabnya tanpa bertanya terlebih dahulu pada kedua sahabatku.

"Iya. Kalian duluan aja." Madi menyetujuinya. Sedangkan Ria hanya tersenyum dan manggut-manggut ke arah geng cowok.

"Yah, abang kecewa deh." Arif berpura-pura menangis dengan mengelap pipinya yang tidak basah.

"Alay. Laporin Dani aja, Kin. Nanti aku kasih nomornya Dani kalau-kalau dia macemin kalian." Kata Arsal pada kami.

"Gampang." Madi menyetujui Arsal.

☼☼☼☼

"Itu grup cowok kalo jalan langkahnya lebar-lebar,ya?" Tanyaku pada Madi dan Ria. Geng cowok berada 10 meter di depan kami. Kami sudah lima menit berjalan kaki menuju Kawah Sikidang. Kanan-kiri jalan yang kami lalui sudah bukan area penduduk lagi melainkan persawahan atau ilalang yang tumbuh subur.

"Merekakan tinggi, En. Gak kayak kita." Jawab Ria.

"Udah bilang aja, gak kayak aku. Aku sadar diri kok."

Madi dan Ria kemudian tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku. Aku melihat Dirga menengok ke belakang tersenyum pada kami. Atau hanya aku saja. Entahlah.

"Nyanyi yuk. Lagu apa yaa ...." Ajak aku sambil memikirkan lagu yang membawa semangat.

"Emm ... apa ya." Madi ikut berpikir.

Naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali .... Aku mulai bernyanyi dan kedua sahabatku juga ikut bernyanyi.

Naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali ....

Kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara aaa ....

"Ini lagu kayak gimana aku lupa. Hahaha ...." Aku berkata jujur pada kedua sahabatku.

"Udah nyanyi aja ...." Jawab Madi masih sambil bernyanyi.

"Iya,ya. Aku juga lupa. Hahaha ...." Ria juga lupa dengan lirik lagu ini.

Kami sudah menyanyikan lagu ini hingga lima kali. Berbagai jenis suara sudah kami keluarkan, mulai dari suara anak kecil, suara normal, sampai seriosa. Suaraku sampai serak menyanyikannya.

"Ini kapan sampainya sih?" Tanya Madi. Kami sudah selesai bernyanyi.

"Gak tahu juga." Jawab Ria terlihat merengut.

"Ini benarkan jalannya, Ri?" Tanyaku pada Ria.

"Kayaknya sih, soalnya ini jalan satu-satunya soalnya. Nanti ketemu pertigaan ke kanan. Ingetku si ada gapura gitu."

"Ih Ria, kalo salah jalan nanti puter baliknya udah jauh loh." Madi seperti kesal.

"Coba tanya geng cowok? Loh mereka mana?" Kata Ria sambil menunjuk ke depan.

"Eh iya, mereka kemana cobak." Aku ikut mencari-cari ke kanan-kiri berpikir mereka bersembunyi dan mengagetkan kami. Tapi tidak ada seorangpun di sini kecuali kami bertiga.

"Lari aja yok." Ajak Madi kemudian dia berlari sendiri tanpa menunggu aku dan Ria.

"Woy tunggu,mak. Kenceng amat larinya." Aku dan Ria langsung mengejar Madi yang berlari.

"I ... tu ... mereka." Kata Madi terbata-bata sambil menunjuk ke arah kanan.

Aku dan Ria berhenti di samping Madi dan menengok ke arah yang Madi tunjuk. Ya ... ternyata geng cowok sudah tiba di gerbang Wisata Kawah Sikidang sedang membeli tiket masuk.

"Bareng aja lah sama mereka. Takut nyasar." Ria memberikan pendapatnya kepada kami. "Jujur aku lupa, hehehe ...." Tambahnya lagi.

"Yaudahlah." Madi menyetujuinya.

Sebenarnya aku tidak ingin bersama Arsal. Tapi mau gimana lagi, toh kita kesini juga mau 'tamasya' bukan mau baper bareng.

☼☼☼☼

Aku berharap kelak aku mendapatkan seseorang yang dapat membahagiakanku lebih dari kamu membahagiakanku dulu. Aku turut gembira melihatmu sudah bahagia dengan kehidupanmu sekarang. Author

  ☼☼☼☼  

Kenapa jadi curhat ya. Sudah lupakan.... Biasakan vote dan voment ya... biar tambah semangat lanjutin ceritanya hehe.

Unpredictable TripTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang