BOLEHKAN?

24 5 12
                                    

Kami sudah berada di kompleks Candi Arjuna. Di kompleks ini terdapat candi Arjuna, candi Semar, candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembrada yang dibangun semasa pemerintahan Dinasti Sanjaya. Beberapa candi ada yang sedang di renovasi sehingga kami hanya berfoto di Candi lain yang tidak direnovasi. Sesekali aku mengabadikan pemandangan indahnya Candi dengan kamera 20D ku. Ria dan Madi juga tidak lupa kujadikan obyek foto. Latar candi yang ditumbuhi rerumputan hijau dan langit yang sangat biru membuatku ingin merebahkan tubuh di sini sambil menatap langit.

"Foto bertiga yuk." Ajak Ria pada kami. Kami sedang duduk - duduk di rerumputan hijau.

"Pake Hp?" Tanyaku sambil mengeluarkan Hp.

"Pake kameramu aja, kita minta mas apa mbak yang disini." Kata Madi sambil melihat - lihat wisatawan.

"Itu..minta mas - mas yang lagi foto langit itu. Tadi kan kita satu bus sama dia." Ria menunjuk seseorang yang tingginya sekitar 170 cm yang ada di depan kami. Aku tidak tahu jika dia tadi satu bus dengan kami. Toh aku tidak mau peduli.

"Yaudah, sana bilang." Bujukku pada Ria dan Madi.

"Ya kan aku gak tau cara pake kameramu, En. Kamu aja yang bilang. Sekalian dikasih tau cara pake kameranya." Kata Ria sambil menegakkan dagunya.

"Iya..sana. Nanti keburu pergi." Madi pun sama.

Aku hanya mengerucutkan bibir pada mereka. Sebenarnya aku canggung saat berbicara dengan orang asing, terutama laki - laki. Aku melangkahkan kakiku menuju orang tersebut. Aku berhenti di belakangnya. Dia belum menyadari keberadaanku karena masih asik dengan kameranya.

"Permisi...mas..." Aku mencoba menyentuh pundaknya. Aku baru sadar jika dia sangat tinggi. Lelaki itu terkejut dan membalikkan badannya.

"Iya mbak. Ada apa?" Tanya lelaki itu dengan bingung. Aku harus menatapnya dengan kepala yang menengadah. Aku seperti anaknya. Perbedaan tinggi ini membuatku tambah canggung.

"Boleh saya minta tolong mas buat fotoin saya sama teman saya? Bolehkan?" Tanyaku sambil menunjuk kedua temanku yang ada di hadapan kami.

"Oh..ya. Pake kamera?"

"Saya. Pake kamera saya." Aku menyerahkan kameraku ke tangannya.

"Mas udah tau kan caranya?" tanyaku ragu karena takut menyinggungnya. Maklum saja, kamera yang ia pegang adalah kamera analog. Lelaki itu hanya tersenyum dan mengacungkan jempolnya. Aku kemudian kembali ke teman - temanku untuk berpose.

☼☼☼☼

"Jadi, kamu ke Dieng sendiri aja Ga?" Tanya Madi pada Dirga. Ya..mas - mas yang tadi menolong kami adalah Dirga Arka Bagaskara. Dia sekarang ikut dengan kami mengelilingi kompleks Candi Arjuna. Madi, Dirga, dan Ria ada di depanku. Sedangkan aku masih terfokus dengan pemandangan yang bagus untuk diabadikan. Sesekali aku memotret mereka bertiga yang sedang berbicara.

"Aku kesini sendiri. Tapi udah janjian sama temen - temen yang lain ketemu di Dieng." Jawab Dirga dengan senyumnya.

"Oh..kupikir sendiri aja. Keliatan jones nanti jadinya." Celetuk Ria pada Dirga yang disambut tawa oleh Madi dan Dirga.

Kenapa aku di belakang mereka? Satu, aku tampak seperti anak - anak yang berada di segerombolan mahasiswa karena tinggiku yang..yah..begitulah, tapi aku masih tetap bersyukur. Kedua, aku senang berjalan sendiri seperti ini sambil menikmati pemandangan yang indah. Jalan setapak yang kanan kirinya ditumbuhi pohon cemara, sepertinya. Aku tidak pandai dalam menghafal nama pepohonan. Nama orang saja sering lupa, lelaki yang ada di depanku kini pun aku sudah lupa namanya.

"Kalo ngomongin jones, tuh..di belakang kita jones banget." Madi membalikkan badannya dan meledekku. Sungguh aku tidak suka dengan kata jones. Walaupun aku jomblo, aku bahagia. Sepertinya..

"Apaan si, kayak gak ngaca aja Mad." Sanggahku kesal sambil mengerucutkan bibirku. Aku menyamai langkah mereka. Kini aku ada di samping Dirga. Aku ingin memulai pembicaraan tapi aku lupa siapa namanya dan tidak ada topik pembicaraan lagi setelah aku berkenalan dengannya tadi.

"Ayok foto jari, isyarat peace, backgroundnya langit." Aku mengajak kedua temanku. Tidak dengan Dirga.

"Ayok." Jawab Madi dan Ria kompak. Kemudian kami mengangkat tangan kanan kami ke atas dan membuat isyarat peace.

Saat aku ingin memotretnya. Ria mengajak Dirga untuk ikut berfoto bersama. Tapi Dirga menolak dan hanya melihat kami bertiga. Aku hanya memandanginya sekilas dan asik untuk memotret jari - jari kami yang indah. Hahaha..membanggakan diri sendiri terkadang perlu untuk menambah semangat.

☼☼☼☼

Yuup..gegara gak sabar nyritainnya jadi gas terus ceritanya wkwk. Voment nya aku tunggu ya gaes. Kalo ada saran juga..makasih ^.^

Unpredictable TripTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang