Sixteenth

1.5K 75 0
                                    

Maaf ya kalo pendek, soalnya lagi sibuk ujian sama TO nih :'). Hehe.., Dan masih banyak bagian yg bikin galaunya. Coba deh dibaca dulu, siapa tau suka, kalo suka votenya jgn lupa yaaa :D

Why do you this to me?

Why do you this so easily?

You make it hard to smile because

You make it hard to breathe

Why do you do this to me?

(Why – Secondhand Serenade)

     Dayna sedang memperhatikan dosennya yang sedang menjelaskan didepan. Sesekali Dayna mencatat hal-hal penting dibukunya.

          Mata pelajaran kuliah hari ini sudah selesai. Dosen cantik itu sudah melangkah keluar ruangan. Dayna segera menutup buku-bukunya. Lalu menyampirkan tas dibahu kanannya dan mulai melangkah keluar ruangan yang masih terisi beberapa mahasiswa ini.

          Dayna berjalan dikoridor fakultasnya sambil sesekali tersenyum ke semua orang yang Dayna temui. Sudah beberapa hari ini Dayna memutuskan untuk melupakan Rain dan lebih memfokuskan diri pada kuliahnya.

          Dayna sudah berfikir bahwa dia akan melupakan lelaki itu. Benar kata Rani, untuk apa mempertahankan seseorang yang tak ingin dipertahankan? Seharusnya dia melepaskan orang yang memang ingin pergi kan? Dan sekarang Dayna sudah menyilakan orang itu pergi.

          Bila perlu Dayna akan membukakan pintu untuknya agar dia semakin mudah pergi.

          Dayna sedang berjalan keluar gedung fakultas ketika teman-temannya melangkah mendekati Dayna.

          “ Na, nongkrong yuk.” Ajak Hanum pada Dayna.

          “ Dimana?” tanya Dayna balik.

          “ Belum tau, nanti mau dipikirin sambil jalan. Mau ikut?” tanya Dian sambil menatap Dayna.

          “ Emm boleh.” Jawab Dayna menyetujuinya.

          “ Tungguin gue.” Teriak Laras yang baru saja keluar dari gedung.

          “ Cepetan!” Fani balas berteriak.

          Akhirnya mereka berlima masuk ke dalam mobil Dian. Setelah formasi lengkap, Dian segera mengemudikan mobilnya untuk mencari tempat nongkrong yang asyik.

•••

          Dayna dan teman-temannya sudah duduk di dalam Kafe Raminten. Teman-temannya segera memesan dengan grasa-grusu dan sedikit menimbulkan keributan. Namun Dayna masih terdiam memandang menu yang berjejer rapi dihadapannya dengan bingung.

          Dayna mengenali suasana kafe ini. Dulu, pertama kali Dayna ke kafe ini bersama dengan Rain. Segera Dayna enyahkan nama itu dari pikirannya.

          “ Na, mau pesen apa?” tanya Laras. Dayna terdiam sejenak.

          “ Gudeg komplit sama Ponconity.” Ucap Dayna lalu segera menelan ludah. Kenapa harus menu itu yang Dayna sebutkan, sedangkan disini masih banyak menyediakan menu yang lainnya. Dayna tak henti-hentinya mengutuk diri karena dia membuka kembali kenangan lama.

          Setelah pesanan mereka datang, teman-teman Dayna langsung kembali semangat. Mereka segera mencicipi menu pesanan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

          Dayna memandang teman-temannya. Bahkan saat ini sempat-sempatnya Dayna membayangkan bahwa dulu Dayna dan Rain pernah makan berdua disini. Ditengah keributan teman-temannya Dayna masih merasakan sepi dan tak hentinya memikirkan Rain.

          “ Serius ya. Semakin gue coba ngelupain dia, tapi kenapa makin inget? Kurang ajar banget Rain itu!” batin Dayna memaki.

 •••

          Dayna turun dari mobil Dian dan mengucapkan terima kasih. Setelah mobil Dian pergi, Dayna segera berjalan memasuki pintu gerbang kostannya.

          Dayna terus berjalan di halaman kostannya. Tanpa semangat Dayna melangkah pelan menuju ke kamar kostnya. Dayna malas berada di dalam kamar kost. Karena dengan begitu Dayna selalu teringat dengan Rain. Dan pasti dia akan mengawasi pintu bernomor 11 itu dari balkon kamar Dayna.

          “ Dayna.”  Dayna mendongak.

          Untuk beberapa detik Dayna terpaku. Namun akhirnya dia bisa menguasai diri. Dayna berusaha tetap berjalan melewati orang itu.

          “ Ada waktu? Gue mau ajak lo jalan.”  Ujar Rain sambil mencekal tangan Dayna. Dayna segera menepisnya.

          “ Nggak ada waktu.” Balas Dayna judes.

          “ Sebentar.” Rain kembali mencekal tangannya.

          Dayna menepis tangan Rain sekali lagi, namun kali ini menggunakan sekuat tenaga yang Dayna punya.

          “ Lo pikir lo bisa seenaknya gitu memperlakuin orang? Seenaknya lo dateng dan pergi. Terus sekarang lo dateng lagi dan tanpa dosa ngajak gue jalan? Gila ya lo!” ucap Dayna lalu melangkah pergi. Rain mengejar Dayna dan memaksa Dayna untuk kembali menghadap ke arah lelaki itu.

          “ Rain, denger ya. Gue. Bukan. Maenan. Jadi stop maenin gue!” kata Dayna tajam lalu segera berlari menaiki tangga dan dengan cepat menuju kamarnya. Dayna membuka kunci pintu kamar dan bergegas masuk.

          Dayna membanting pintu kamarnya lalu kembali bersandar dipintu itu. Dayna menangis lagi. Dayna tahu Dayna lemah. Dayna cengeng.

          Tapi kenapa lelaki itu harus datang lagi sedangkan Dayna sudah berusaha merelakan dan melupakan? Dayna sudah mencoba mengikhlaskan apabila Rain pergi tanpa kejelasan sedikitpun dan tak pernah kembali lagi. Dayna berusaha tidak perduli!

          Namun nyatanya Rain kembali lagi dan seakan tak ada masalah mengajak Dayna jalan? Apa dia nggak mikir? Batin Dayna sakit.

          Dayna memang berusaha melupakan Rain. Membiarkan lelaki itu pergi, dan mencoba membuka pintu agar lelaki itu cepat pergi. Namun ternyata Dayna belum bisa. Ternyata pintu yang berusaha Dayna buka untuk melepaskan Rain masih tertutup rapat. Pintu hati Dayna.

•••

'RAIN' - Biarkan rasa kita berceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang