Seventeenth

1.5K 80 0
                                    

Masih banyak part-part galau lainnya. Di part ini juga termasuk, yah mungkin pengalaman penulis juga kali yaa -_-. Dibaca aja deh, semoga sukaaaaaa :*, thanks votenyaa

I’m missing you so much

Can’t help it, I’m in love

A day without you is like a year without rain

I need you by my side

Don’t know how I’ll survive

A day without you is like a year without rain

(A Year Without Rain – Selena Gomez)

      Dayna sedang membereskan kamar kost dan mulai mengepak barang-barangnya. Dayna sudah memutuskan untuk tinggal

dirumah Fernan yang baru seminggu ini Fernan beli dan tempati.

          Dayna ingin pergi dari tempat kost yang semakin hari membuat Dayna tidak dapat melupakan Rain. Dayna sudah terlanjur sakit hati dengan perilaku Rain selama ini. Memang benar bahwa Rain hanya ingin menjadikan Dayna mainan. Bila Rain sedang bosan dengan wanitanya maka Rain akan kembali mendekati Dayna. Dan saat Rain sudah merasa bosan dengan Dayna, lelaki itu akan pergi tanpa meninggalkan kejelasan sedikitpun.

          Lebih baik Dayna menjauh dari Rain dan tidak mengadakan komunikasi dengan lelaki itu daripada Dayna terus dijadikan tempat persinggahan dan penghilang rasa bosan dari pacarnya.

          Sekarang dimata Dayna, Rain adalah lelaki brengsek yang tidak bisa menghargai perasaan seseorang. Dayna sadar bahwa Rain memang tidak mengatakan apa-apa tentang perasaannya. Namun bagi Dayna, perilaku Rain yang selalu menunjukkan perhatian itu sudah cukup. Untuk apa Rain selalu ada disaat Dayna membutuhkan? Untuk apa Rain membuat kejutan untuk Ulang Tahun Dayna? Untuk apa Rain sebegitu manisnya memperhatikan Dayna?

          Seharusnya, bila memang Rain tidak memiliki perasaan apa-apa untuk Dayna, Rain tidak perlu melakukan hal manis yang tak akan pernah Dayna lupakan sepanjang hidupnya. Rain tidak perlu memaksa Dayna untuk menemani lelaki itu jalan mengelilingi Jogja.

          Dayna tidak membutuhkan tingkah Rain yang seenaknya datang dan pergi tanpa memikirkan perasaan Dayna.

          Dayna mendesah, cukup untuk permainan ini. Dayna tidak ingin Rain melanjutkan permainannya. Silakan Rain mencari mangsa baru asal bukan Dayna lagi yang Rain sakiti.

          Dayna membawa barang-barangnya keluar kamar, lalu mulai mengunci pintu kamar itu. Kemarin Dayna sudah pamit pada Ibu Kost, Rani, dan semua tetangga kamar kostnya. Walaupun berat, namun akhirnya Rani merelakan Dayna pergi dengan syarat harus tetap menjalin komunikasi.

          Dayna berbalik badan dan membawa barang-barangnya. Sebelum menuruni tangga, Dayna memperhatikan bangunan disebrang. Dayna menatap pintu kamar bernomor 11 yang selalu Dayna jadikan objek lamunannya. Kamar itu sudah beberapa hari ini tidak ada penghuni, sama seperti hati Dayna yang terasa kosong. Hampa.

          Dayna kembali berjalan menuruni tangga kostnya. Sedikit kesulitan Dayna membawa barang-barangnya. Setelah sampai dibawah, Dayna segera menarik kopernya lalu berjalan keluar gerbang dengan langkah mantap.

          Didepan gerbang Fernan sudah menunggunya di dalam sebuah taksi. Dayna terus berjalan tanpa menengok ke belakang lagi. Dayna tak ingin memerhatikan kamar bernomor 11 itu. Kali ini Dayna menutup pintunya untuk lelaki itu. Dayna tak ingin membukanya lagi.

          Biarkan saja kenangan manis dengan Rain terpenjara disana. Biarkan saja hanya Dayna yang bisa merasakan sakit disetiap memorinya. Rain tak perlu tahu sakit yang Dayna rasakan.

          Dayna bisa menyembuhkan sakitnya sendiri. Dayna tak membutuhkan obat, karena sebenarnya hanya lelaki itulah yang dapat mengobatinya. Namun Dayna sadar dan mencoba ikhlas. Selama ini Rain tak pernah serius padanya. Dayna saja yang terlalu menggunakan perasaan.

          Dan Dayna hanya bisa berdoa. Semoga Rain dapat membahagiakan Sisil. Semoga mereka berdua bisa selalu bersama.

•••

          Dayna memandangi kamar barunya yang berwarna biru muda itu. Semua perabotan yang ada dikamar itu didesain sedemikian rupa agar senada dengan cat kamarnya. Dayna tersenyum puas.

          “ Bang, Dayna suka kamarnya. Thanks ya, bang.” Ucap Dayna pada Fernan.

          Fernan tersenyum kepada adiknya.

          “ Iya, dek. Oya, abang mau ke kafe dulu ya. Kamu di rumah sendirian nggak papa kan?” tanya Fernan sambil menatap adiknya.

          “ Iya nggak papa, tenang aja.” Jawab Dayna.

          “ Ya udah, abang pamit dulu ya.” Ucap Fernan sebelum melangkah pergi.

          “ Hati-hati ya, Bang.” Kata Dayna pada Fernan.

          Fernan mengangguk lalu berjalan ke arah garasi mobil. Selain Papa membantu Fernan untuk membeli rumah ini, Papa juga memberikan Fernan sebuah mobil untuk mempermudahkannya memantau kafe.

          Dayna memperhatikan mobil Fernan yang menjauh pergi lalu melangkah masuk ke dalam rumah lagi.

          “ Oke. Kita mulai bersih-bersih!” ujar Dayna semangat.

          Dayna mulai membersihkan rumah baru mereka ini. Rumah yang akan ditempati oleh Dayna dan Fernan untuk waktu yang cukup lama.

          Dayna mulai menyapu seluruh ruangan dirumah, lalu mengepel semua lantai. Tanpa lelah Dayna terus membereskan semua perabotan di rumah barunya ini. Dayna menyetel lagu dengan volume maksimum sambil sesekali ikut bersenandung agar tetap bersemangat untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang lumayan banyak.  Namun Dayna melakukannya dengan senang hati.

•••

          Dayna baru saja selesai membereskan rumah barunya. Dayna tergeletak lemas diatas tempat tidurnya yang empuk. Tatapan Dayna tertuju pada kopernya yang belum tersentuh sama sekali. Dayna membuka kopernya itu lalu mulai membereskan pakaian dan menaruhnya ke dalam lemari. Dayna juga membereskan buku-buku kuliahnya dan menyusunnya rapih di meja belajar. Saat sedang merapihkan buku-bukunya, ada sesuatu yang terjatuh ke lantai. Dayna segera mengambilnya.

          Kedua mata Dayna memperhatian foto itu dengan seksama. Fotonya bersama Rain di Istana Air Taman Sari. Dayna tersenyum melihat ekspresi wajah Rain yang tersenyum aneh. Perlahan jemari Dayna mengelus foto itu. Dayna rindu saat-saat Rain dan dirinya sering pergi berdua. Saling menikmati kebersamaan mereka.

          “ Padahal baru tadi bikin tekad mau ngelupain dia, tapi kenapa sekarang semakin keinget orangnya.” Dayna mendesah.

          “ Ayo Dayna, jangan mellow lagi. Jangan terlalu dipikirin. Dia juga nggak pernah mikirin kamu kok. Please jangan lemah, ayo kuat. Pasti bisa lupain dia, pasti bisa ngerelain dan ikhlasin dia.” Ujar Dayna pada diri sendiri.

          Perlahan Dayna menaruh foto itu ke dalam laci meja belajarnya. Kemudian menutup laci itu berharap dengan begitu semua kenangannya bersama Rain akan ikut tertutup juga.

•••

'RAIN' - Biarkan rasa kita berceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang