Chapter 31

5 1 0
                                    

Detik berikutnya Andika memandang Devi, berusaha menemukan alur wajah Anjeli di sana, dan dia menemukan mata itu lagi, rambut itu lagi, senyum itu lagi, dan kulit itu lagi. Wajah Anjeli menjelma sempurna di depannya.

Lalu Andika terpejam dan waktu seperti membawa Andika pada sebuah lorong yang tak nyata. Di ujung sana dia seperti melihat Anjeli dengan baju putih. Tersenyum. Seperti memanggil Andika untuk mendekat, Maka Andika berlari mendekat, berusaha digapainya sosok itu. Tapi sosok itu seperti tak tersentuh, dia ada dalam sebuah jarak yang dibatasi kabut.

Andika berhenti dan memandang wajah Anjeli. Rambutnya melambai-lambai, senyum masih menghias wajahnya. Mereka saling memandang. Ini seperti mimpi. Sementara Anjeli terlihat berputar, seperti menari. Dia berdiri pada satu titik dan dengan gemulai melompat. Lompatannya begitu ringan, gerakannya begitu mulus. Begitu sempurna. Tiba-tiba terdengar sosoknya bicara sambil terus menari.

"Andika, aku menari tanpa musik, tugasmulah yang membuat musiknya."

"Aku?"

"Ya, buatlah musik untuk tarianku, kenanglah aku, tapi jangan cintai aku."

"Kenapa?"

"Aku sudah tidak hidup lagi, maka aku hanya bisa hidup dalam ingatan setiap orang. Maka aku ingin dikenang, bukan dicintai, sebab cinta pada yang semu hanya membuat mata buta pada cinta yang nyata."

Sambil bicara begitu, sosoknya perlahan menjauh. Andika ingin memanggil tapi lidahnya kelu. Hanya tangannya yang menggapai-gapai, itupun menyentuh udara kosong. Andika juga seperti tertarik menjauh. Mereka perlahan terpisah oleh kabut asap. Putih. Sepi. Sempurna. Samar tapi pasti terdengar lagi suara Anjeli

"Andika aku ingin menari dengan musikmu..."

(bersambung)


Sebuah Lagu Untuk AnjeliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang