Chapter 29

4 1 0
                                    


~ Monolog Andika ~

Semalaman aku mencoba membayangkan wajah Devi, tanpa terasa hingga aku tertidur. Pagi ini aku membuka jendela kamar dan menjumpai suara-suara yang biasa, aku menjumpai serombongan anak SD menyanyi bersama. Betapa gembiranya mereka, apakah mereka bisa menghilangkan tangis mereka dengan tertawa seperti itu setiap hari?

Tapi hari ini kurasa ada yang berbeda. Kupandangi langit, ada awan membentuk wajahmu, rupanya kau menyapaku (atau wajah Devi yang menyapaku?). Ah, Anjeli, hanya kukenang kau dari sini, memandangi wajahmu yang terlukis di mana-mana. Tahu kan? kemarin saat tidur siang aku memiringkan badan dan memandangi botol air mineral di meja kamarku, ternyata kulihat wajahmu di sana. Tersenyum dan mengedipkan mata. Bukan menggoda, sebab memang itu gayamu.

Aku ikut tersenyum dan membalikkan badan ke arah tembok kosong, ternyata di sana juga kulihat wajahmu. Ah, aku aku tidak bisa marah, aku hanya ikut tersenyum. Senang rasanya ada yang menyapa di tengah kesendirian. Ya, aku sendirian saja. Ibuku entah kemana, dia pun memiliki dunia sendiri yang hanya kadang-kadang beririsan dengan duniaku. Aku hanya ditemani lagu-lagu yang mengalun dari radio, ditemani secangkir kopi yang mulai dirubung semut, ditemani kilat biola yang tergantung di dekat kepala tempat tidur.

Ditemani bayanganmu.

Bayanganmu yang sungguh tak bisa lagi kugenggam, karena kau tinggal garis luar yang berbentuk samar. Tapi aku tidak mengira kau betul-betul hilang. Buktinya kau masih ada, menyapaku meski hanya dengan cara demikian.

Apakah aku akan menemukan penggantimu? (Kembali wajah Devi terbayang, dengan senyumannya yang begitu mirip dirimu)

Aku tidak tahu, tapi saat ini ingin rasanya kutahu alamatmu di alam kubur, lalu setelah tahu aku ingin mengirimimu ratusan surat, aku akan ceritakan segalanya. Jangan takut aku akan kehabisan cerita. Banyak yang bisa kuceritakan, sebab kukira masih ada jarak sampai kita bisa bertemu. Hanya saja sekarang aku tidak tahu alamatmu, menggelikan, padahal kita ada di kota yang sama.

Jadi hanya kukirimi lagu-lagu untukmu, mohon jangan bosan ya, mungkin dikirimi lagu bukan perilaku favoritmu, tapi sementara ini hanya itu yang aku punya. Kalau mengirim lagu sih lebih mudah kurasa, bisa lewat udara.

Maka sering-seringlah memandang udara yang bergerak, sering-seringlah mencoba mendengarkan udara yang diam. Siapa tahu ada laguku yang tiba ke telingamu. Bukan lagu terbaik, dan bukan lagu yang pantas didengar. Tapi kukira untuk sementara itu cukup.

Lalu aku sudah berjanji untuk membuatkanmu satu lagu. Khusus untukmu, aku akan coba walau sulit rasanya, sebab aku benar-benar kehilanganmu, aku benar-benar kehilanganmu. (Wajah Devi kembali terbayang, sangat jelas!) Tapi aku akan terus berusaha, kalau tidak jangan panggil aku Andika


(bersambung)

Sebuah Lagu Untuk AnjeliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang