CHAPTER 6 ◈ Cruel Little Sister

143 6 2
                                    

          HANYA dengan memandangi kotak kado yang baru saja selesai dibungkus dengan kertas kado dan pita, Alexa menyunggingkan sebuah senyuman. Kado ini akan dia berikan pada adik perempuannya yang sangat dia sayangi sebagai hadiah ulang tahun. Alexa tak sabar untuk melihat wajah antusias adiknya ketika menerima kado pemberiannya ini yang merupakan gaun-gaun pemberian dari Helen beberapa waktu lalu. Tak ada yang bisa Alexa berikan selain barang-barang ini. Senyumannya mendadak memudar ketika menyadari betapa payah dirinya saat ini.

          Apakah ini adalah cobaan dari Tuhan? Karena sebagai hambanya, Alexa menyadari dia kadang terlalu sombong hanya untuk berdoa. Alexa menghela nafasnya dengan pandangan kosong. Mungkin memang benar jika dia telah melupakan Tuhan sehingga dirinya menjadi susah dan diremehkan.

          Mengusap wajahnya, Alexa bertekad untuk memperbaiki dirinya. Di awali dengan berhenti menggunakan drugs—meskipun terasa amat sulit tapi dia akan mencobanya. Mencari pekerjaan yang lebih halal serta berusaha memperbaiki hubungannya dengan orang-orang yang sempat bermasalah dengannya.

          Alexa beranjak menuju ke arah cermin yang permukaannya tampak retak hanya untuk menyisir rambutnya agar tidak berantakan demi bertemu dengan adik perempuannya. Setelah memastikan dirinya tampil cukup rapi versinya, Alexa melangkah keluar dari flat kumuhnya menuju ke kereta bawah tanah.

          Ketika Alexa menuruni anak tangga satu persatu, dia malah dihadang oleh seorang pria bertubuh tinggi namun tidak terlalu kekar dengan rambut panjang sebahu berwarna kecokelatan dan lepek. Pria itu terlihat sempoyongan sembari memegang sebotol minuman beralkohol di tangan kirinya. Alexa sedikit menghindar karena tak tahan dengan bau tubuh—seperti tidak pernah mandi—pria yang merupakan tetangga satu flat-nya itu.

          “Alexa, apakah kau punya uang?” Aroma nafas berbau alkohol dari pria berbadan bau itu membuat Alexa mengernyit sembari semakin menghindarinya.

          “Aku tidak memiliki uang, Landon.” sahut Alexa meyakinkan.

          “Bagaimana dengan sebatang rokok?” Landon mengarahkan jari telunjuk dan tengah ke depan bibirnya seolah-olah mempraktikkan gaya sedang merokok.

          Alexa mendengus namun ia segera meraba saku celana jeans-nya kemudian mengeluarkan sebungkus rokok dan memberikan tiga batang rokok pada Landon yang tersenyum konyol. “Hanya ini saja yang bisa aku berikan padamu.”

          “Ah, terima kasih, Alexa.” Landon tampak senang dengan menepuk-nepuk pelan punggung Alexa. “Kau adalah penyelamatku seperti malaikat penolong.”

          Alexa tak bisa menahan tawanya. Ucapan dari Landon terdengar konyol baginya. “Kau berlebihan, Landon.”

          Landon menggeleng cepat. “Tidak. Aku jujur sekali.” Ia meneguk lagi minuman dari botol yang ada di tangannya itu.

          “Ya, terserah kau saja.” Alexa memutar jenuh matanya. “Minggir dulu. Jangan menghalangi jalanku. Aku harus pergi sekarang.”

          “Jaga dirimu dan berhati-hatilah, Alexa.” Landon melambaikan tangannya dengan gerakan lemah. Ia malah berbaring di tangga—bisa saja ia menghalangi jalan orang lain ketika menuruni atau menaiki tangga—dengan tangan yang masih setia melambai ke arah Alexa.

          Setelah menaiki kereta bawah tanah yang ramai namun selalu terkesan sunyi karena kebiasaan orang-orang London yang tidak akan bersuara selama di perjalanan, Alexa akhirnya tiba di sekitar kawasan asrama mahasiswa yang ditempati oleh adik perempuannya yang menempuh pendidikan di salah satu universitas yang letaknya tidak begitu jauh dari lokasi asrama.

Rebel AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang