Tomoe POV
Hari-hariku terasa jauh lebih berbeda sekarang. Dengan kehadiran Misaki-senpai di sisiku, aku bisa merasa bahagia terus. Dia sangat lembut padaku. Sejak kami berdua berpacaran, dia berubah drastis. Tampilannya menjadi lebih manly, meskipun masih terlihat tampang imutnya. Sifatnya juga menjadi lebih dewasa dan semakin lembut, juga tidak serampangan lagi. Aku pernah bertanya padanya, mengapa ia berubah seperti ini. Dia berkata bahwa dia ingin menjadi lelaki yang sesungguhnya untukku. Dia merasa bahwa selama ini tingkahnya sangat kekanak-kanakkan di depanku, namun sekarang ia mencoba untuk mengubah tingkahnya tersebut. Dia sangat imut bukan? Dia juga mengubah nama panggilanku yang awalnya Shio-chan menjadi Tomoi. Tidak tahu apa artinya. Ah, aku gemas sekali dengannya.
Oh ya, sejak aku menjadi kekasih Misaki-senpai, entah mengapa Takumi menjadi agak menjauh dariku. Sudah seminggu aku berpacaran dengan Misaki-senpai, sudah seminggu pula aku tidak melakukan 'itu' dengan Takumi. Bukannya aku mengharapkannya, tetapi aku curiga kalau Takumi tahu kalau aku berpacaran dengan orang lain. Padahal, aku tidak mengatakan apa-apa tentang hubungan ini kepadanya. Aku yakin Takumi pasti tidak akan mengetahui hubunganku.
Berbicara tentang Takumi, terpikirkan olehku suatu pertanyaaan. Pertanyaan yang seharusnya tidak pantas terlintas di otakku.
Bagaimana rasanya melakukan 'itu' dengan Misaki-senpai?
Aku menampar diriku sendiri. Tidak, tidak, aku harus menghapus pikiran itu dari kepalaku! Ini semua gara-gara Takumi. Berkat dia, kini aku telah berubah menjadi manusia mesum! Padahal, sebelumnya aku tidak pernah memikirkan hal itu jika dekat dengan laki-laki.
Tapi, jika dipikir-pikir kembali, Misaki-senpai pasti tidak akan mau melakukan itu denganku. Dia kan sudah biasa melakukannya dengan laki-laki dan dia mau-mau saja menerima setiap ajakan dari laki-laki mana saja.
Astaga apa yang baru saja aku pikirkan?!!! Bisa-bisanya aku meluncurkan pernyataan itu di dalam hatiku. Apa yang terjadi padaku hari ini? Pikiranku sungguh kacau dan asal-asalan. Ini pasti gara-gara pelajaran sekolah yang semakin hari semakin sulit dipelajari. Aku pun berdiri dari bangku dan berjalan ke toilet perempuan untuk sekadar mencuci muka. Sembari berjalan, ada suara di kepalaku yang mengatakan, "berhentilah berpikiran yang aneh-aneh!"
Di tengah koridor kelas 2, langkahku terhenti dan seketika seluruh tubuhku mematung. Mataku yang dingin terkunci kepada satu titik. Di sana aku melihat Misaki-senpai sedang berjalan berdua dengan Nagase-senpai–ketua klub bulutangkis–sembari mengobrol, sembari menggandeng satu sama lain, dan mereka berjalan ke arahku. Aku tidak tahu harus terus berjalan atau berbalik arah dan kembali ke kelas saja. Aku juga tidak tahu apakah aku harus curiga dengan mereka, atau cemburu dengen Nagase-senpai, atau biasa saja. Sudah kubilang hari ini pikiranku sedang kacau, sehingga aku tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya aku pun memilih untuk tetap diam dan menunggu mereka berjalan semakin dekat. Mereka terlalu serius mengobrol, sehingga dalam jarak tiga meter pun salah satu dari mereka tidak ada yang melihatku. Akhirnya Misaki-senpai melihat ke arahku.
"Oh, hei Shio-chan."
Setelah ia menyapaku, ia lewat begitu saja dengan Nagase-senpai. Hanya begitu saja? Dia tidak menanyakan aku akan kemana? Dan mengapa ia kembali memanggilku Shio-chan? Tadi pagi saat kita bertemu di depan gerbang, ia masih memanggilku Tomoi. Apakah karena ia sedang bersama Nagase-senpai, sehingga ia malu menganggapku sebagai kekasihnya? Apa maksudnya ia menutupi statusnya denganku kepada orang lain? Kesal sekali!
Aku berjalan dengan penuh amarah ke kamar mandi. Aku menampung air yang banyak di tanganku. Sekali basuhan, aku tidak merasa lebih baik. Kubasuh wajahku hingga ke rambut sekali lagi sambil mengusapnya dengan kasar. Sama sekali tidak menolong. Mungkin sudah kucukupkan saja. Namun pelampiasan amarahku belum tercukupi. Aku menendang wastafel ini dengan dengkul. Akibatnya wastafel menjadi longgar dari dinding–beruntung tidak lepas dan pecah. Masih kurang cukup, aku pun menendang dan meninju satu per satu pintu bilik kamar mandi yang kosong. Ah, rasanya lega sekali jika sudah melampiaskan seperti ini. Aku ingin menendang pintu masuk kamar mandi untuk terakhir kalinya. Namun, seorang murid perempuan yang tidak kukenal memasuki kamar mandi. Ia memakai seragam dengan kerah warna biru dan dasi merah. Dia kelas 2! Kami saling terdiam karena terkejut. Namun, wajahnya tidak terlihat seperti terkejut, biasa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
There,There, My Bitch
Roman d'amour"Apakah kau bisa membayangkan rasanya jika kita tertarik dengan seseorang,tetapi ada orang lain yang melarang kita untuk suka sama seseorang itu tanpa tujuan? Dan jika kita melanggarnya,hukuman menyakitkan akan menanti kita nantinya." (Beberapa part...