Pesan #127
4 Mei, 9:04.
Menakjubkan bagaimana segalanya berubah di antara kita. Menakjubkan bagaimana kita kehilangan setiap jengkal kedekatan yang kita miliki. Sophie mengadakan sebuah pesta dan dia memutuskan untuk mengundangmu. Tentu saja, dia melakukannya. Kau orang yang sangat, sangat disukainya, duh. Tapi yang tidak dia harapkan adalah kedatanganmu. Tentu saja, dia langsung pergi ke kamarnya dang anti baju supaya dia bisa menarik perhatianmu. Kau datang dengan dua temanmu. Mereka meninggalkanmu untuk berbicara dengan beberapa gadis dan kau duduk, di sampingku. Detik itu, ketika aku melihatmu, aku melihat matamu dan sadar betapa kau merasa canggung. Tubuhmu kaku, aku tahu. Kau duduk dan selama beberapa menit pertama, kita diliputi keheningan yang canggung. Aku berusaha untuk melakukan sesuatu untuk berkomunikasi. Tapi tidak ada kata yang keluar dari mulutku. Betapa menakjubkan efek yang kau sebabkan bagiku.
"Hey, Steph." Kau akhirnya berkata. Aku tetap merasa sama canggungnya dengan kau dan diam-diam aku berterima kasih padamu karena telah membuatnya lebih tidak canggung.
"Uh, hey," balasku, menyingkirkan sehelai rambut ke belakang telingku. Kau melihat ke arahku dan tersenyum malu. Aku tidak akan pernah menyangka kita akan memberikan senyuman semacam itu pada satu sama lain. Kita dulu terlalu dekat.
"Jadi... Bagaimana kabarmu?" Kau bertanya, menggaruk bagian belakang lehermu.
"Baik," aku berkata pelan.
"Bagus," kau tersenyum. Aku menyadari pandanganku beralih menuju bibirmu, tampak begitu halus dan menggoda.
"Hey, Steph. Kita harus mencari waktu bersama kapan-kapan. Sudah lama sejak terakhir kali kita benar-benar berbicara."
'Dan kaulah yang membuatnya seperti itu.' hatiku menambahkan.
"Tentu saja," bisikku.
"Kau tahu? Beberapa hari yang lalu aku memikirkan suatu kejadian ketika kita tidak berhenti mengejar Nightmare karena dia mencuri sepatuku." Kau tertawa, mengingat salah satu kenangan kita yang menyenangkan. Suara tawamu menggema di telingaku, membuat bulu romaku menegak.
"Ya, aku ingat." Aku tertawa. Pada saat itulah dia muncul. Laurel mengenakan gaun pendek berwarna biru muda, yang bagian belakangnya terbuka.
"Hey, baby," katanya dengan begitu manis sampai rasanya memuakkan.
Sebelum kau sempat merespon, dia duduk di sampingmu dan menempelkan bibirnya pada bibirmu. Begitu tiba-tiba, aku merasa sekujur tubuhku mati rasa. Aku merasakan sebuah sumbat muncul di tenggorokanku, membuat begitu sulit bagiku untuk bernapas. Aku berusaha menarik mataku dari kejadian itu, tapi seolah rasanya aku ingin membuat diriku menderita sedikit lebih lama lagi. Aku berusaha begitu keras menahan air mataku. Ketika aku berkedip lagi, aku sudah berdiri dan menjauh darimu dan dia, di dekat kamar mandi. Ada sebaris orang yang mau memasukinya, tapi aku masuk duluan begitu saja, tidak peduli pada orang yang lain. Kukunci pintunya dan menatap ke pantulan diriku di cermin.
"Kau jauh lebih kuat dari ini, Stephanie," aku berbisik pada diriku sendiri. Aku mencuci wajahku dan berlalu.
Aku kembali ke dapur dan melihatmu di sana, masih bersama dia. Lengannya terlingkar di lehermu dan tanganmu kau letakkan di pipinya, membisikkan sesuatu di telinganya. Kemudian matamu jatuh ke arahku dan tiba-tiba menarik tanganmu darinya. Kau bilang sesuatu padanya dan berjalan ke arahku. "Hey, S. Aku dari tadi mencarimu," katamu.
Adegan ketika kau menciumnya terus saja terulang-ulang di kepalaku.
"You know what?" kataku tiba-tiba. "Aku harus pergi. Aku menunggu seseorang." Lalu aku pergi. Aku tidak tahu kemana aku mengarah, tapi kemudian dari sudut mataku, aku melihatnya, library boy. Dia di sana, bersandar di teras dan sebuah gelas di tangannya. Aku dapat merasakan matamu mengikutiku. Dengan dikuasai impuls yang absurd, aku mendekatinya, dan sebelum dia bahkan dapat melihatku dengan jelas, aku menariknya mendekat dan menciumnya. Kau melihat kami selama itu.
.
.
Pesan #128.
5 Mei, 14:06.
Hari sabtu, dan aku baru saja bangun. Aku di kasur Sophie, mengenakan kemeja yang tidak kukenali. Ujungnya meraih dua jengkal di atas lututku dan baunya menyenangkan. Oh, Tuhan. Apa yang telah kulakukan? Aku melihat gaun yang kukenakan semalam tergantung rapi di lemari Sophie. Gadis itu terbaring di sisi lain tempat tidurnya, dengan rambut menutupi sebagian besar wajahnya dan dia kelihatan sepenuhnya tidak sadarkan diri. Benakku berusaha memikirkan kemungkinan yang dapat terjadi kemarin yang membuatku berakhir di sini. Aku melepaskan pakaian itu, mandi dengan air panas, dan mengenakan kembali pakaianku. Aku tidak bilang ayah bahwa aku akan menginap di sini, dia mungkin khawatir. Aku mengambil sebuah kertas dan menuliskan sesuatu di sana.
Soph,
Telepon aku begitu kau membaca ini. Aku terbangun mengenakan pakaian seorang pria. Aku takut.
Luv ya,
S.
.
.
Pesan #129.
6 Mei, 20:14.
Ya Tuhan. Ya Tuhan. Aku baru saja membaca pesan yang kukirimkan padamu hari Jumat dan coba tebak?
AKU MENCIUM SESEORANG. Bukan, AKU MENCIUM LIBRARY BOY!!! Oh, Tuhan. Mengapa aku tidak dapat mengingat apa pun? Aku berusaha berbagai macam cara untuk mengingat apa yang terjadi malam itu, bahkan sampai membenturkan kepalaku ke dinding. Sophie tidak menjawab teleponku dan ayah bilang bahwa aku dihukum dan tidak boleh ke rumahnya selama satu minggu karena tidur di sana tanpa memberitahunya. Sial. Aku harap aku tidak melakukan apa pun yang intens.
KAMU SEDANG MEMBACA
Things I Could Never Tell You [Translation in Bahasa Indonesia]
Teen FictionVersi asli buku ini diterbitkan melalui wattpad dalam Bahasa Inggris oleh @invisiblilly , dengan judul yang sama "Things I Could Never Tell You" pada tahun 2015. Separuh bagian dari dunia ini bertahan selayaknya seharusnya, namun, bagian yang lain...