Mistery~Fakta Menyakitkan

1.8K 180 35
                                    

Episode 12
____________
"Bersama hatiku yang hancur kuharap angin membawa semua kenangan kita. Aku benci diriku sendiri yang tak bisa melupakanmu"
____________

Malam semakin larut, udara semakin dingin tapi Angga masih terpaku berdiri dihadapan Syifa. Ada kehawatiran,tak percaya, dan keingintahuan dalam sorot matanya.

"Apa yang ada dipikiranmu sekarang?" tanya Syifa ketika matanya saling bertemu dengan mata Angga.

"Darah itu...apa kau..."

"Pembunuh?" Syifa menyambung perkataan Angga yang tak dilanjutkan.

Jantung Angga berdetak kencang. Ia menahan nafasnya dan berdoa didalam hati semoga prasangkanya tak benar. Ia tak percaya wanita seperti Syifa bisa melakukan itu. Tidak Syifa itu orang baik!

"Aku tak ingin mengelak kau sudah melihat dengan mata kepalamu sendiri. Ya! Aku pelaku teror diwilayah kita selama ini."

"Tidak mungkin,"lirih Angga. Kakinya terasa lemas kepercayaannya pada Syifa hancur sudah. Ia menatap wanita yang ada dihadapannya. Apa dia masih bidadari yang sama seperti dulu saat pertama kali Angga melihatnya. Apa wanita itu pantas disebut bidadari setelah membunuh banyak orang dengan brutal.

"Itulah kenapa aku bertanya apa kau tetap akan berada disisiku saat aku melakukan kesalahan besar."

Angga tak tahu lagi harus mengatakan apa. Ia memunggungi Syifa mencoba menyembunyikan kesedihannya yang begitu dalam.

Meski Syifa sudah mengetahui reaksi Angga pasti akan seperti itu setelah mengetahui yang sebenarnya tapi kenapa ia jadi sangat kecewa sekarang? Air mata Syifa perlahan turun. Rasanya sakit sekali melihat orang yang dicintainya tak bisa menerima dia apa adanya. Ah, apa yang dia pikirkan? Tentu saja Angga tak bisa menerimanya sebagai seorang pembunuh.  "Kau bisa melaporkanku pada polisi." Syifa pasrah.

"Syifa kenapa kau melakukannya." Angga masih saja membelakangi Syifa. Suaranya serak menahan tangis.
"Kapan kau merencanakan untuk menghabisiku juga?"

Genangan air mata Syifa sudah tak tertahankan lagi. Pertanyaan Angga barusan sangat mencabik ulu hatinya. Ia terbungkam. Yang bisa ia lakukan hanya menunduk.

Tiba-tiba Angga memungut sebuah batu besar. Dia menghampiri Syifa dan memaksa Syifa memegang batu itu. "Jika kau sangat suka membunuh. Kau bisa membunuh aku sekarang!"

"Angga kumohon jangan seperti ini." Tangis Syifa sambil menahan lengan Angga. Ia akhirnya merebut batu itu dan membuangnya. Dia menatap Angga dengan nanar.

"Kenapa kau ragu? Apa kau tak bisa melakukannya!" bentak Angga.

Syifa tak dapat mengatur nafasnya. Ia menangis terengah-engah terduduk ditanah.

"Arrrrrghh." Angga mengacak rambutnya frustasi.
***

"Pak!" Maxime memberi hormat kepada atasannya yang baru datang ke TKP.

"Informasi apa yang kau dapat."

"Korban kali ini bernama Madam Stella. Umur 45 tahun. Saat ditemukan korban masih bernafas meski ia mendapat luka yang cukup parah. Supir Ambulance mengatakan sebelumnya ada yang menelpon rumah sakit  melaporkan ada korban di tempat ini dan meminta agar Ambulance dikirimkan segera," tutur Maxime panjang x lebar.

"Hmm siapa yang melaporkan. Tanyai dia. Mungkin dia bisa jadi saksi kunci dalam kasus ini."

"Masalahnya kami tidak dapat menemukan siapa orang yang menelpon Ambulance itu."

"Sayang sekali. Mungkin orang yang menelpon itu sempat melihat kejadian yang sebenarnya." Atasan Maxime mengelus dagunya berpikir keras. "Ini sedikit aneh. Orang yang menelpon itu kenapa dia menghilang. Orang umumnya akan berteriak saat melihat ada orang yang terluka. Tapi dia malah menghilang seakan identitasnya tak ingin diketahui. Segera cari pemilik nomor yang mengabari rumah sakit. Kita harus mendapatkan identitasnya."

"Baik Pak!" sahut Maxime tegas.
***

Angga masuk kedapur dengan tatapan kosong. Ia duduk di kursi dan menuang air. Lagi dan lagi. Entah sudah berapa gelas air putih yang dia minum.

Ia menarik nafas dalam-dalam seakan rasa sakit dihatinya bisa menghilang. Masih terbayang dipikirannya bagaimana Syifa tersenyum. Wanita cantik dan anggun seperti itu apa mungkin dia sebenarnya pembunuh berdarah dingin?

"Hei kenapa wajahmu suntuk seperti itu?"

Pertanyaan Prilly yang baru saja datang kedapur tak digubris Angga. Dia masih saja terus menuang air kegelas sambil melamun hingga air mengisi penuh gelas dan tumpah keluar.

"Ya ampun apa kau masih sakit hati karena ditolak Syifa." Canda Prilly.

Brak!!! Angga menggebrak meja hingga air di teko tumpah membasahi meja, gelas jatuh ke lantai hingga pecah.

"Hei!" Prilly terperanjat kaget sambil mengurut dadanya.

Krak! Kali ini suara pintu dapur yang dibanting Angga.

"Woi! Pelan-pelan." teriak Prilly. Namanya juga bocah. Kalau lagi ada masalah dan ngambek. Ya, tingkahnya seperti itu. Prilly nampaknya harus siap-siap menulis daftar barang yang rusak untuk diganti tantenya alias ibunya Angga haha.

"Anak itu tak bisa dibiarkan sendiri takutnya dia mengamuk dan membuat kamar tamu jadi kapal Titanic," batin Prilly.

Saat sampai dikamar tamu rupanya Angga sudah terlihat berkemas. Prilly menaikkan alisnya. "Kau mau kemana?"

"Pulang."

"Bukannya kau mau liburan disini 3 bulan? Ini baru sekitar 2 bulan. Bahkan aku belum mengajakmu ke menara Eiffel."

"Aku sudah kesana,"ucap Angga sambil sibuk memasukkan barang-barangnya kedalam koper.

Dahi Prilly berkerut. "Sebenarnya ada masalah apa bocah? Kenapa tiba-tiba kau..."

"Tak ada apa-apa aku sudah lelah berada di Paris. Aku merindukan Indonesia. Itu saja."

"Yasudah jika kau ingin pulang aku tidak bisa menahanmu." Prilly agak sedih. Meskipun Angga sedikit menyebalkan tapi ia senang ditemani sepupunya itu. Selama ini dia kesepian dirumah besar sendirin.

"Tapi sebelum pulang aku harus melakukan sesuatu. Aku pergi dulu. Ada tempat yang harus aku datangi."

Alis Prilly terangkat. "Hah? Pergi kemana?"

_________

Kira-kira Syifa beneran pembunuhnya atau bukan?
Kalau dia pembunuhnya apa motif dia melakukan hal itu?
Jika bukan kenapa dia mengaku ya? Apa ada sesuatu yang Syifa sembunyikan.
Kira-kira Angga bakal kekantor polisi gak ya buat ngelaporin Syifa?

MisteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang