PEREMPUAN PUN TERCIPTA #5

6 0 0
                                    


Angin dingin menutup rapat kesadaran Asma. Hari libur adalah perpanjangan jadwal tidur. Rencana tidur cukup dalam rangka mengikuti langkah yang ditempuh seorang artis untuk menjaga kesegaran kulit agaknya berjalan dengan sempurna.

Tunggu dulu! Ada sesuatu bergerak di pikiran Asma. Ia menarik selimut tapi tak kunjung tertidur kembali. Aneh! Hidup kadang-kadang melemparkan kita dalam suatu labirin sangat aneh. Nafas yang dihirupnya tawar. Otak di balik kepala menari sendiri meninggalkan pemilik yang berusaha mengarahkan. Detak jantung tak berirama. Pagi yang salah. Pagi ini.

Asma tak tahan dengan perasaannya sendiri. Apa itu cinta? Filsafat pagi hari telah menghidangkan beragam menu tanya. Pertanyaan itu keluar masuk kepalanya tanpa permisi. Asma menyadari bahwa ia termasuk malang dalam urusan yang satu ini.

Rasa gelisah itu pun hanya mampu berputar di ubun-ubunnya. Gelisah dan amarah menyatu. Membalik-balik kata dan tanya. Tak ada satupun yang dapat ia lakukan. Ia telah kehilangan jiwa di setiap pekerjaan. Tugas kuliahnya yang ia biarkan terbengkalai semalam tersuruk jauh di balik catatan usang, tak pernah disentuh. Tak pernah digubris. Dipandangnya dinding, semua serba tak karuan. Membosankan.

Kepadamu yang dekat, lindap, temaram

Aku titipkan riak sungai di balik saku hatimu

Mengalirlah bersama perahu kecil

Aku menunggu dalam tempurung kelapa bisu

"Mei," Asma muncul begitu saja di depan pintu kamar.

"Eh, ya, hehehe."

"Kamu sudah pernah ditembak cowok Min? Adakah pria yang pernah menitipimu cinta?" Selidik Asma. Kening Mei berkerut. Curiga melintas sejenak.

"Sudah, sudah, dulu sekali sebelum zaman Dinosaurus," Mei menjawab sambil tetap fokus ke laptopnya.

"Wah beneran? lucu banget. Kok, aku gak pernah ya. Apa aku terkena kutuk pasu?"

"Kutuk pasu apaan itu?"

"Kutukkan jahat yang sering ada di epos Mahabrata dan Ramayana."

Dasar bebek kusut.

Kening Mei makin berkerut. Kisah Mahabrata dan Ramayana ternyata belum menemui akhir di kepala Asma.

Apa dia bilang Mahabrata? Ramayana? Halah! Jangan-jangan bebek kusut pernah dipeluk Hanoman waktu bermain ke toko buku.

Mei berhenti sejenak. Mencari-cari jawaban di dalam laci-laci kunci jawaban di otaknya.

"Emang muka dan nasib kamu jelek he he he," jawab Mei singkat saja.

"Kurang asem," jawab Asma.

"Mungkin, kamu belum mengenal cinta kali Ma," Ken Dedes tiba-tiba muncul di pintu.

"Cinta, apa itu cinta? Alah, memangnya di dunia ini ada cinta? sepertinya tidak," Yasmin tiba-tiba juga muncul di depan kamar Mei.

"Kamu belum merasakan berarti," Mei menjawab sambil berseloroh.

"Ye, sombong. Seperti kalian udah aja," sindir Yasmin.

"Udahlah, kalau cuma cerita cinta picisan di masa lampau seperti yang kalian ceritakan aku gak peduli. Kalau sekarang kan kita butuh perhitungan yang matang, percintaan usia mapan taruhannya hidup kita ke depan," Ken Dedes menambah analisis.

"Menurut aku, cinta itu logis. Bisa diintegralkan dan diturunkan seperti matematika, bisa dipecah serupa atom, atau bahkan bisa diukur dan direaksikan dalam tabung elemeyer, seperti percobaan yang sudah-sudah," Ken Dedes, calon sarjana Fisika itu terengah-engah mengejar kata-katanya sendiri.

"Dalam dunia cinta kita harus tetap logis dan realistis. Berdasarkan teori probabilitas, akan ada kemungkinan kita menikah dengan orang yang tidak kita cintai," tambahnya lagi.

"Wuidih, seram ram ram. Hmmm, tapi mungkin juga. Bagiku gak apa-apa, asal ganteng dan kaya,"Yasmin tak pernah bosan mengulang kriterianya.

"Berarti itu bukan cinta dong. Kan katanya kalau cinta, kita gak bakal tahu alasan kenapa kita jatuh cinta?"Asma tak mau kalah debat begitu saja.

"Kata siapa?" selidik Yasmin

"Kata si maniak relasi yang telah menenggelamkan diri dalam filsafat, Martin Buber," Asma menghujam dengan argumen lebih kuat. Sorot matanya menajam.

"Hmmmm, sulit ya," Yasmin mendebat sekenanya.

Pikiran mereka bertambah suram melihat percakapan yang terbengkalai tanpa penyelesaian pasti.

"Ah, payah. Katanya mengerti cinta. Buktinya tidak ada satupun yang mengerti. Bakal kawin sama kucing semua kita kalau begini, ah kita sedang membangun musoleum bagi pangeran kita sebelum waktunya" Asma menimpali.

"Musoleum apaan dah? Museum?" Mata Yasmin meminta kejelasan.

"Kuburan, Min. Kuburan."

"Jiaaaaaaaaaaaah," semua berseru kecewa.

Keheningan menyergap.

"Sebenernya, yang bikin aku gak siap nikah itu. Aku gak bisa masak?" Asma membuka kejujuran lain.

"Woo, ternyata. Tenang, Ma. Semua masakan di dunia ini hanya dikode oleh beberapa kata, yaitu goreng, rebus, bakar, kukus. Tak perlu kalut," Yasmin memulai kuliah optimisnya. Perubahan besar telah terjadi pada gadis itu agaknya.

"Jadi, nanti aku bisa rebus apa aja, serahkan ke suamiku. Terus aku tinggal ngasih sebungkus garam sambil bilang garamnya kasih sendiri, sesuai selera, gitu?" kata Asma.

"Yeyeye, tepat sekali. Suami kamu malah merasa gak dikekang. Kalau mau asin tinggal tambah garam, kalau gak mau asin, ya garamnya tinggal dikurangi. Keluarga kamu akan jadi keluarga yang saling menghargai hak masing-masing, termasuk hak atas kadar garam dalam makanan," jawab Yasmin mulai tertawa.

"Kalau gitu ntar aku kasih ayam hidup aja sambil berkata ke suamiku, ini mas ayamnya, terserah mau diapain," Asma berkata sambil cekikikan.

"Kapan aku bertemu jodohku ya? ibuku belakangan sudah mulai menanyakan." Desah Mei tiba-tiba.

Asma, Ken Dedes, dan Yasmin pura-pura tak mendengar. Lebih baik memikirkan nasib masing-masing ketimbang pura-pura peduli pada kepentingan yang sama.

"Arghhh, bubar kalian semua. Sudah jam dua malam ini. Diskusikan aja sama diri masing-masing."

Kelas diskusi cinta di dalam kamarku pun mulai ditingalkan perlahan-lahan diiringi nyanyian jangkrik pukul dua malam.

"Eh, bekicotnya hilang!! Bekicot pangeran hilang," Seru Asma

Semua melongok ke dinding setinggi tiga meter yang memisahkan kamar mereka dengan rumah sebelah. Binatang itu tak ada di sana.

"Ah, mungkin tak satu pun dari kita yang dinilai layak jadi permaisuri," Yasmin memulai kesimpulan.

"Hahaha kita semua jomblo lagi," Ken Dedes si Gempal berteriak kegirangan.

"Sssst, jangan berisik. Udah, tidur semua. Semoga dalam mimpi kalian bertemu dengan bekicot yang sudah berubah jadi pangeran dan meminta kalian datang ke suatu tempat," lidah Yasmin kemudian menjulur. Pintu kamarnya segera menutup. Lampu mati.

***

AWAN DALAM GELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang