Pada Sebuah Percakapan

27 1 0
                                    


To: Asma_gadishujan@yahoo.com

From: Ken

Temui aku di dalam ruang dengan waktu yang imajiner untuk membunuh satu bagian realitas kehidupan dan menghidupkan bagian lainnya. Bersama hawa yang menyeruak dari bulir air di balik kaca. Kutunggu kau dalam melodi dentingan cangkir hazelnutku dan satu cangkir coklat panas untukmu. Tiap detik adalah waktu. Satu kekacauan akan membawa kekacauan berikutnya.

Huff, mata Asma seakan perih setelah membaca pesan dari si Pencari Partikel Tuhan. Ia pun harus segera menghentikan aktifitasnya. Berlari menuju Integral Cafe tanpa kata terlambat sedikitpun. Nafas Asma sesak.

"Ojek," panggilnya.

Tukang ojek mendekat. Asma naik dengan hati merutuk. Membayangkan uang lima ribuan yang harus keluar untuk jarak yang tak sampai dua kilometer itu. Ia benar-benar ingin protes terhadap ongkos ojek di kawasan kampus yang terangkum dalam kalimat: Jauh dekat lima ribu rupiah.

Asma tak punya pilihan Ia harus tepat waktu. Jika tidak, Ken Dedes, si Nona Tepat Waktu dengan kepala berisi rumus fisika, sedikit seni fotografi, diaduk dengan adonan filsafat akan melotot tajam ke arahnya.

Ah, ya, satu lagi belakangan Ken Dedes mulai menyebut-nyebut nama Sigmund Freud setelah ia bertemu fisikawan yang juga lulusan psikologi, filsafat, dan sastra sekaligus. Memusingkan bukan? Itu belum seberapa.

"Apa yang terjadi jika partikel paling kecil di dunia ini di temukan? Asma memulai percakapan sambil membetulkan posisi bangku.

"Kita mampu membuat apa saja."

"Maksudnya?"

"Kalau unsur paling kecil dari semua benda telah ditemukan, itu artinya kita telah mengetahui bahan dasar dari seluruh benda yang ada di kehidupan."

"Lalu?" Asma masih menunggu. Coklat panas di depannya tak menggodanya sama sekali.

"Kita dapat menciptakan emas dari arang, kita dapat membuat berlian dari biji rambutan busuk."

"Karena kita sudah tahu bahan dasarnya. Kita hanya perlu mengubah-ubah strukturnya saja," tambah Ken dedes dengan nada sedikit tinggi namun tegas.

"Bingung." ucap Asma

"Baiklah, begini saja, kita pakai perumpamaan." Ken Dedes tampak mulai berpikir.

"Sederhananya begini, tubuh manusia dibangun oleh beberapa organ."

"Lalu?"

"Organ itu dibentuk dari beberapa jaringan. Jaringan itu dibentuk oleh beberapa sel. Sel dibangun oleh beberpa atom."

"Teruskan!"

"Semua benda di dunia ini tersusun atas atom. Kursi, Meja, Hazelnut ini, semuanya."

"Terus?"

"Atom terdiri dari nukleon dan elektorn."

"Di dalam nukleon terdapat quark."

"Terus di dalam quark ada apa?" Sela Asma lagi

"Itu yang masih dicari orang."

"Kemungkinan di dalam quark ada partikel lagi yang lebih kecil. Orang-orang akan terus mencari sampai mereka menemukan partikel paling kecil di dunia ini."

"Partikel Tuhan?" tebak Asma

"Tepat, gadis kecil, " ucap Ken Dedes sambil tersenyum.

"Setelah Partikel Tuhan berhasil ditemukan? apa yang terjadi?"

"Kalau kamu sudah tahu partikel dasar dari semua benda di dunia ini, kamu bisa membuat emas dan uang dari batu. Kita hanya perlu mengetahui pola atom-atom yang menyusunnya."

"Maksudnya?"

"Misalnya, untuk membuat uang kita butuh atom yang mengandung tiga nukeon dan empat elektron. Nah, pada waktu yang sama kamu menemukan sebuah batu yang tersusun atas empat nukleon dan empat elektorn."

"Untuk membuat uang, aku hanya perlu mengeluarkan satu nukleon di dalam batu sehingga batu tersebut akan berubah bentuk menjadi uang karena memiliki jumlah nukleon dan elektron yang sama dengan uang." Sela Asma lagi.

"Tumben kamu pintar!"

"Woaaa, kita bisa jadi kaya. Kapan partikel terkecil itu akan ditemukan?"

"Gak ada yang tahu. Makanya aku mau masuk CERN, di sana semua orang sedang mencari-cari partikel terkecil itu. Partikel Tuhan. God Particle."

"Kenapa namanya God Particle?"

"Karena dia adalah Tuhan dari segala partikel."

"Para ahli percaya pendapat yang dikeluarkan oleh si eksentrik Spinoza. Bahwa seluruh alam semesta ini hanya terdiri dari satu substansi. Jika substansi terkecil itu ditemukan, kita bahkan dapat mereka kapan dan bagaimana alam semesta diciptakan. Dan kapan akan dihancurkan."

"Wuih,kalau manusia bisa tahu kapan alam semesta hancur, agama-agama yang menganggap bahwa kehancuran semesta adalah misteri Tuhan bagaimana nasibnya?" Asma mengernyit.

"Ah, jangan dipikirkan sekarang. Itu bukan urusanku kan? Hidup ini masalah pilihan, termasuk mau beragama atau tidak."

"Kalau suatu hari partikel Tuhan ditemukan, tolong kasih tau aku"

"Untuk apa?"

"Aku ingin membuat cinta."

Ken Dedes melempar tisu ke muka Asma.Asma tergelak.

"Kan kamu yang bilang kita bisa membuat segala hal. Berarti aku juga bisa membuat cinta dong," Asma membela diri. Asma menyeruput coklat panas. Ken Dedes mengunyah beberapa batang kentang goreng.

Integral Cafe hari ini cukup ramai. Satu-satunya kafe termurah yang bisa dikunjungi mahasiswa di sela-sela kesibukan mereka dalam menekuni lembar-lembar buku di perpustakaan. Asma menatap sebuah kafe lain dari jendela kaca. Noura Cafe. Kafe yang hanya diisi oleh kalangan borjuis di kampusnya.

Ken Dedes terlihat sibuk dengan tabletnya.

"Eh, ngomong-ngomong si Yasmin gimana?"

"Ah, aku nggak tau. Masih seperti dulu. Menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tak terlalu diperlukan" Ken Dedes menghela nafas.

"Ah, sudahlah. Tak usah terlalu dipikirkan. Mungkin aku hanya kecewa karena dulu ia dan aku sama-sama berencana untuk menghidupkan mimpi-mimpi kami. Aku terus mendukungnya, tapi susah."

"Kenapa?"

"Rasa percaya dirinya sudah sangat habis. Kegagalannya untuk masuk universitas tahun lalu, penolakan-penolakan kerja yang ia peroleh ketika ia memutuskan untuk kos bersama kita, ditambah lagi dulu dia bermasalah dengan giginya. Kamu tahulah arti kecantikan bagi perempuan"

Asma mengangguk. Meski tak semua perempuan cantik. Setidaknya, tak ada satupun dari perempuan yang bersedia menyandang gelar "Paling Jelek."

"Giginya dulu terlalu maju ke depan. Aku tahu, hal itu akan berpengaruh. Apalagi di dunia kerja. Makanya, aku merelakan setengah dari beasiswaku saat ia berniat memperbaikinya. Apalagi Yasmin agak dekat denganku. Kasihan dia"

"Aku sangat senang ketika ia akhirnya bisa masuk universitas tahun ini. Ia tampak mulai bersemangat lagi. Namun, aku tak menyangka, di tengah dunia yang baru dan perubahan yang baru, ia pun pelan-pelan berubah," suara Ken Dedes melunak.

Belakangan ia merasakan perubahan pada diri Yasmin.Gadis yang sebelumnya tak percaya diri itu melesat menjadi seorang gadis yangsangat-sangat percaya diri. Penderitaan yang dikurungnya bertahun-tahun dalamperasaan terdalam memberi kekuatan besar yang mengalahi apapun. Ia sepertipribumi yang dijajah dan dihina berabad-abad kemudia menemui kemerdekaannya.Belum lagi setelah ia mulai berkenalan dengan mahasiswa-mahasiswa asing dikampusnya. Gaya hidupnya berubah. Iamejadi merasa perlu membeli baju dan alat kosmetik baru. Uang yang dikirimiorang tuanya tak pernah cukup. Ia mengamati halaman website yang berhubungandengan fashion dan seluruh pernak-pernik yang dapat meningkatkan gaya hidupnyaris setiap hari. Tak jarang Yasmin meminjam uang ke sana ke mari setiap bulan.    

AWAN DALAM GELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang