BALASAN

9 0 0
                                    

"Hadiah, apa-apaan ini. Cuma ini." Begitulah sederet kalimat yang sekiranya keluar dari ekspresi Teh Eva.

"Wuaa, tas dari Tante Niar bagus," Rasyid anak Teh Eva berlari mengambil tas bermotif Angry Bird

BAGUS. TAK USAH SENTUH HADIAH DARI KU. Semua orang Sayang Teh Niar bukan. Yang selalu dipuji-puji. Yang sudah bekerja. Yang sudah digaji. KEPARAT. AKU MASIH MAHASISWA. SUSAH PAYAH AKU MEMBELIKAN KRAYON UNTUK ANAKMU TEH EVA.

"Apa ini? Lo kok? Kan tadi Teteh pesan batagor Mang Jajang, bukan otak-otak," Teh Eva masih saja berceramah.

Ken Dedes terduduk. Seharian ia harus berkutat dengan urusan kampus. Lalu berjejal dengan bus yang melarikan dirinya ke Garut. Belum lagi ia harus keliling-keliling pasar untuk mencarikan pesanan batagor untuk Teh Eva yang ternyata sudah tutup. Ia tak mau pusing dengan keluhan kakaknya. Teh Eva memang gambaran perempuan sakit jiwa yang tak kuat dengan kondisi rumah tangga. Masalah rumah tangganya pasti berimbas kemana-mana. Termasuk pelarian sementara ke rumah ibu yang ia lakukan saat ini. Ia pun menjadi sangat sensitif, mengamuk meski hanya tersinggung sedikit. Tak jelas karena apa. Seperti saat ini, ia tak terima Ken Dedes tak membelikan barang yang ia pesan. Menurut Ken Dedes, kakaknya itu hanya kurang bersyukur.

"Batagornya gak ada teh. Udah tutup," Ken Dedes bersusah payah menahan emosinya. Sekali ia salah bertindak, ia akan dianggap kekanak-kanakan oleh keluarganya. Lagipula Teh Eva memang terkenal sebagai pembuat keributan.

Ken Dedes mengambil otak-otak itu dan langsung memakan beberapa.

"Ha ha ha ha ha, kamu tu ya kayak orang kelaparan. Pantesan gendut," teh Eva tertawa terbahak-bahak. Ken Dedes berhenti sejenak. Kepalanya sakit. Ia memandang Teh Eva tajam. Bukan hanya kali ini kakaknya melemparkan kata-kata yang mengoyak kesabaran. Sudah ribuan kali Teh Eva mengatainya gendut. Sudah ribuan kali pula Teh Eva mencari gara-gara dengannya tanpa alasan yang jelas.

Ken Dedes sebenarnya kasihan terhadap kehidupan rumah tangga kakaknya. Namun, Teh Eva tak sudi menerima bantuan dari Ken Dedes. Ken Dedes sangat tak suka cara kakaknya meremehkan dirinya. Teh Eva lebih dekat pada Teh Niar. Ken Dedes sudah maklum tiap kali Teh Eva menjadi pemarah pasti berkaitan dengan kemarahan pada suaminya yang lebih sering tak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga.

"Ha ha ha, beneran gendut kamu nanti Des," Teh Eva kembali meledeknya. Tangan Ken Dedes berhenti mengunyah. Capek di badannya menjadi bertambah-tambah karena ulah Teh Eva.

"Heh Gendut. Rujit

"Kamu teh ngganggu pemandangan."

***

"Kok Kamu gendutan ya des Ya?"

***

"Jadi, selama ini kuliahku gak dibiayai?"

"Maaf, Ken Dedes, Mamah tu gak punya uang lagi. Terpaksa mamah jual tanah warisan untuk kamu ke Kang Maman."

BAGUS. SEMPURNA. Kang Maman mengirimi aku uang setiap bulan bukan karena ia kakak yang sayang kepadaku. Ia membeli tanah dari Ibu dengan persyaratan ia mau mengirimiku uang kuliah setiap bulan. Keluarga macam apa ini? Keluarga BISNIS yang menghitung kasih sayang dengan uang? Hahaha Bagi-bagi warisan, jual-jual tanah. BIAYA KULIAH? APA INI?

"Udahlah Des, kamu tu tahu apa sih. Kamu kan anak paling kecil. Ikut aja keputusan kita."

Kecil. Gemuk. Ikut saja kata mereka.

***

Ken Dedes menggenggam bungkusan otak-otak di tangannya.

BUK!

Bungkusan itu melayang mengenai wajah Teh Eva. Ken Dedes kaget. Tak menyangka bahwa bungkus otak-otak itu akan mendarat tepat di wajah kakaknya. Ia hanya bermaksud melempar untuk menumpahkan kekesalannya.

Hening.

"Kurang ajar kamu Des. Kurang Ajar. Gendut kamu. Gendut."

"Teteh gak akan minta tolong ke kamu lagi."

"Kamu tu MAHASISWA DES, MAHASISWA. HARUSNYA TAU ETIKA," Lengkingnya dengan wajah menegang. Mendengus serupa monster. Seluruh wajahnya telah dipenuhi oleh sel darah yang berlari lebih cepat. Gigi atas dan bawahnya gemeletuk. Bergetar. Berbaur busuk amarah.

Ibu, ayah, dan teh Niar diam. Masih memperhatikan keadaan yang terjadi.

Ya, tapi TETEH GAH PERNAH MENGANGGAP SAYA ADA KAN? BUKAN HANYA TETEH KALIAN SEMUA JUGA SAMA BAJINGANNNYA.

BUK!

Teh Eva balik melempar hadiah krayon untuk Rasyid yang diberi Ken Dedes.

"Ini Ambil barang-barang kamu. TETEH GAK SUDII!!" Teh eva berteriak mengeram. Giginya gemeletak. Wajah itu serupa orang kesetanan.

Ken Dedes bungkam memasuki kamar. Membiarkan ibu, Teh Evi, dan Abah yang sedari tadi hanya diam menyaksikan.

***


Rujit: Kotor, menjijikkan

AWAN DALAM GELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang