YASMIN

13 0 0
                                    


Selamat datang di kehidupanku. Kehidupan Yasmin yang tengah berevolusi. Ulat busuk bahkan bisa dengan mudahnya menarik perhatian setelah menjadi kupu-kupu, pun begitu denganku.

Kalian tahu apa itu kehidupan? Ha ha ha. Kehidupan adalah barang indah sekaligus busuk yang harus terus dibawa berlari agar kita bahagia. Sendiri saja. Tak usah takut. Percaya padaku, tak ada orang yang benar-benar baik pada kita di dunia ini, bahkan kucing peliharaanku pernah berhianat.

Ia dengan seenaknya mencuri lauk ikan paling enak buatan nenek. Kucing itu akhirnya berhasil aku hantam dengan sebuah kayu bakar di dapur. Tak kupedulikan lengkingan perihnya ketika ia berlari sesudah mendapat serangan balasan.

Kehidupanku telah berputar dan berlari bersama angin. Menembus keringat manusia hinga rasa di kantung-kantung jelaga. Kadang angin bermain manja dengan kemerisik daun bambu. Kadang yang lain, angin terlihat jenaka saat ia mengajari anak burung bagaimana cara menenun sayap agar dapat membelah angkasa. Tukikan angin dapat membawa petaka. Namun, senyumannya pada kabut, batu, dan kursi tua mampu pula menata hati manusia dan mengantarkan mereka pada makna hidup redam redup. Kehidupan angin itu, mirip dengan kehidupanku. Terlahir dari kubungan lumpur berbau tuba. Bahkan, rumput-rumput hijau di sela kubangan itu tak sudi menyapaku. Hidung mereka tak sudi mengedus bau tengik dari tubuhku.

Suatu hari di dunia, di sudut kampung sana. Saat matahari tengah sembunyi dalam gua karena ketakutan diincar raksasa malam. Ada bayi perempuan menangis menyambut kelahirannya. Seorang perempuan tua dan dukun desa menyambut anak itu dan memberi sebuah nama kutukan: Yasmin.

Anak itu tumbuh bermain. Berlari. Berteriak. Tertawa bertahun-tahun. Ia terbang sangat tinggi dengan sayapnya yang semakin kuat karena ia akan merengkuh dunia. Lalu suatu hari, ia jatuh ke lubang yang dalam. Ia mencoba terbang tinggi, tapi tak pernah bisa. Ia terperangkap. Hingga ia menyadari bahwa sayapnya adalah sayap terburuk di antara semua sayap-sayap yang pernah ia lihat. Sayapnya layuh terkulai. Tak bisa diharapkan untuk mengangkat tubuh ringkihnya ke angkasa.

"Yasmin. Jangan menangis. Diamlah nak."

Oh, Tuhan. Beginikah aku tercipta. Cermin benda terkutuk itu membungkamku pada suatu hari.

MONSTER

Yang ada di dalam cermin itu monster. Senyumnya adalah seringai serigala. Membuat orang bergidik.

Ada yang sepi di sudut hatiku ketika aku merasakan beberapa gelombang hidup menghempas dengan tinggi yang tak sama. Membanting tubuhku kadang ke kiri, ke kanan, menukik, menghantam. Sayap dan tulang belakangku patah pada kubang lupa. Menjijikkan.

Ketika Ike dan Diana mulai bermain dengan teman pria di akhir minggu, mereka meninggalkanku sendirian di kamar. Ketika itulah aku mulai berteman dengan sepi. Aku menulisi kesunyianku di dinding-dinding kamarku, di dalam hati dan dadaku. Kenapa tak ada pria yang mengajakku berkencan? Apa karena seringaiku di dalam cermin itu benar-benar mirip monster?

O la la. Aku lupa. Aku yang kebingungan pun segera bertanya pada sebuah cermin yang lain. Cermin di dalam kamarku pasti salah menerjemahkan wajah. Maklum saja, cermin itu dibeli ibu di pasar Minggu yang kumuh, pada saat hujan, jalanan becek. Ragu-ragu, dengan suara tertahan. Cermin baru yang kubeli itu mengatakan isi hatinya kepadaku. Ia berbicara tentang segalanya. Mengenai kemiskinanku. Ketidakberdayaan orang tuaku untuk memberiku perawatan sebaik-baiknya.

Cermin itu menampilkan sebuah wajah dengan gigi atas yang menjulur ke depan. Badan tak terlalu tinggi dan kurus. Tulang-tulang cekung di bawah leher. Wajah tirus. Senyum menyeringai. Tak cantik. Benar-benar mirip monster. Andai ada sepasang sayap hitam jelek serupa kelelawar di punggungku, aku akan sempurna menjadi monster yang siap terbang di malam hari.

Karena ini. Karena inilah tak ada pria yang sudi membagi cinta padaku!

Hari itu menjadi hari yang membuatku mengerti betapa perihnya air mata.

Ha ha ha, lucu ya? jika mengingat peristiwa itu. Aku merasa sangat kekanak-kanakan. Perempuan dan wajah? kenapa semua ingin mengejar wajah yang sempurna? ha ha ha dulu, muka burukku, setiap hari menggoreskan luka dalam nadiku. Membuatku melemah.

Ha ha ha. Sempurna. Saat itu, aku merasa Tuhan menciptakanku dengan SEMPURNA. Melengkapi ketidakberdayaanku dengan kemiskinan orang tuaku sehingga aku tak perlu protes-protes lagi dalam hidup ini. Tak usahlah. Protes pada negara saja sulit dilakukan apalagi protes terhadap Tuhan. Gigi terkutuk itu membuatku tak lulus ujian masuk kuliah, tak pula di terima bekerja di berbagai perusahaan yang selalu mengedepankan syarat berpenampilan menarik. Bedebah.

Setahun aku habiskan dengan mengais-ngais uang dari para orang tua yang malas mengajari anaknya sepulang sekolah. Orang tua masa urban hanya suka melemparkan anak mereka ke dunia tanpa bersedia mengajari anak mereka untuk mengeja. Aku membantu anak-anak itu berhitung dan membaca. Menuntun jari-jari mereka setiap berhitung. Hingga mengantarkan lidah mereka pada bunyi-bunyi huruf.

Menyenangkan berteman dengan anak-anak karena mereka tak pernah bertanya-tanya, mengapa aku buruk rupa? Tapi tak semua anak-anak baik. Pernah satu kali, ada anak tukang Warteg yang tengah asik bermain dengan mobil-mobilan hijau, tiba-tiba terdiam melihatku.

"Ma, kenapa gigi kakak kok ke depan. Bibirnya gak bisa ditutup ya?"

Suasana hening. Ibu warteg pura-pura tak mendengar. Ia membungkuskan lauk yang kupesan. Aku berkesimpulan, semua anak di dunia ini lucu, kecuali anak ibu warteg itu. Dia keparat yang terlahir terlalu terlambat!!

"Yasmin. Jangan menangis. Diamlah nak."

Saatnya tertawa dan menghapus air mata. Yasmin, makhluk Tuhan Paling Sempurna itu pun akhirnya belajar dari alam yang konon diciptakan Tuhan tidak dengan sia-sia. Suatu hari di bangku SD, seorang guru berkisah tentang kupu-kupu di kelas Yasmin kecil.

"Dulu kupu-kupu adalah makhluk malang karena ia memiliki bentuk yang menjijikkan saat masih mendekam di tubuh ulat. Para petani membencinya. Menyemproti ulat-ulat dengan beragam jenis pestisida. Burung-burung siap memangsa. Sang ulat gelisah. Ia ketakutan. Ia getir. Ia pun makan sbeanyak-banyaknya untuk melupakan kesedihan. Hingga suatu hari ia tertidur dan terbangun menjadi seekor kupu-kupu indah. Yang disukai bunga-bunga. Disukai pula oleh mentari pagi."

Bu guru berhenti sejenak. Mengambil nafas. Yasmin kecil yang sedari tadi sibuk mencoret buku terdiam. Gerakan tangannya berhenti. Telinganya ia tegakkan. Yasmin kecil mengacungkan tangannya.

"Ya Yasmin."

Semua mata tertuju pada seorang gadis yang duduk di bangku belakang."

"Dapatkah aku menjadi kupu-kupu."

Terdengar tawa dari beberapa sudut.

"Semua gadis Min. Dapat menjadi kupu-kupu."

Yasmin kecil diam. Mengendapkan kata-kata bu guru. Dua puluh hari berlalu. Yasmin kecil mulai menyadari bahwa cerita Bu Guru bohong. Ia tak pernah menjadi kupu-kupu. Yasmin kecil menangis. Ia merindu sayap. Yasmin ingin dapat terbang menyinggahi bunga. Ia ingin menghirup madu. Ia ingin terbang jauh saat melihat ayah dan ibunya berdebat hebat. Atau saat ia melihat ada butiran air yang keluar dari pelupuk mata ibunya.

"Yasmin masuk ke kamar!!" Begitu selalu hardik ibunya jika Yasmin kecil mendapati literan air keluar dari mata yang sayu itu.

Yasmin kecil menurut meski ia tak terlalu tahu apayang terjadi. Ia akan mengintip ibunya dari balik pintu kamar. Menyaksikan mataibunya yang mengering. Itulah mengapa Yasmin ingin menjadi kupu-kupu. Ia inginterbang keluar. Ia ingin mengambil air dari sumur di luar. Agar ia dapatmenumpahkan air itu di mata ibunya. Agar ibunya tak kekurangan air. Agar airitu terus mengalir dari pelupuk mata perempuan yang selalu tampak lebih tuaitu.

AWAN DALAM GELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang