HARAPAN #2

3 0 0
                                    

"Teman-teman doakan aku ya!!" setengah berteriak Ken Dedes menutup ceritanya selepas Magrib.

"Amin, sukses Des," ujar Mei.

"Waaaah, keren Des. Kamu sungguh brilian."

Aku hanya tersenyum. Mendukung Ken Dedes tentu saja. Tapi, entah mengapa hatiku sedikit perih. Apakah aku sedang iri hati? Sepanjang cerita Ken Dedes aku lebih banyak mendengar. Sulit. Sulit sekali melihat teman sendiri berlari jauh. Berhasil dalam segala hal sementara diri sendiri tidak berhasil dalam apapun. Sulit sekali. Meski begitu membuat wajah untuk tersenyum masih bisa kupaksakan. Aku tak tahu, mungkin di saat yang sama hatiku tersenyum dan menangis sekaligus.

****

"Yasmin, aneh deh. Kamu masih ingat Kak Khalid kan? Itu lo senior aku yang suka sama temen aku," Ken Dedes menorobos masuk ke kamarku.

"Ya, kenapa?" Aku menghentikan kegiatanku.

"Nah, dia itu kan ditolak sama temen aku. Nah, dia itu kan belakangan suka sms aku. Katanya mau curhat."

"Terus?"

"Ya udah. Aku dengerin curhatnya. Eh, kesini-kesini dia malah bilang suka sama aku. Orangnya memang aneh. Kata Kak Krisna dia memang begitu. Dia bisa bilang suka ke orang-orang seenaknya sendiri."

"Oooo, ujarku."

"Pas kau bilang aku gak mau, dia masih aja coba-coba ngirim-ngirim sms gak jelas."

Aku membiarkan Ken Dedes meneruskan ceritanya. Kebiasaannya yang hampir setiap malam membawa nama sejumlah senior-seniornya ke kamarku membuatku menjadi hapal tabiatnya. Setidaknya dalam tiga bulan ini ada sekitar tiga pria yang suka kepadanya. Entah karena Ken Dedes terlalu ramah entah karena sebab apa. Atau ia yang terlalu lugu sehingga mau saja jika ada teman-teman sejurusan atau senior yang mengajaknya jalan-jalan, makan, atau curhat. Menjengkelkan.

Dua tahun kuliahku tak ada laki-laki yang mendekat padaku selain Shinsuke. Dan Shinsuke adalah makhluk paling absurd yang membuatku kesulitan membaca tingkahnya. Apa selama ini ia hanya baik hati kepadaku atau ia menyukaiku? Ah, jangan berharap terlalu tinggi Yasmin.

"Hahaha kok kamu banyak yang nembak sih? Aku gak ada," selorohku.

"Semangat Yasmin. Pasti nanti banyak yang mau sama kamu."

Kami diam sejenak.

"Aku masih sedih. Masa Teh Eva nge-remove aku dari facebooknya. Dia kayaknya masih marah sama aku," Topik Ken Dedes berubah arah.

"Dia kenapa emangnya? Kok bisa segila itu?"

"Aku juga gak tau. Mungkin dia stres gara-gara suaminya. Suaminnya baru dipecat. Bukannya cari kerja lagi, malah suaminya ongkang-ongkang kaki di rumah," Ken Dedes memindah posisi duduknya.

"Uang lagi. Uang lagi. Benar-benar bisa bikin orang gila," aku tersenyum sekenanya.

"Ha ha ha duit lagi ya. Masalahnya duit. Aku juga sempat berfirasat buruk pada Teh Eva. Beberapa bulan belakangan ia hamil, tapi kabarnya gugur. Jangan-jangan dia senganja."

"Gara-gara uang?" selidikku.

Ken Dedes mengangguk.

"Ah, tapi aku gak mau terlibat lebih dalam. Itu urusan rumah tangga kakakku."

"Duit duit," ujar Ken Dedes lagi sambil meninggalkan kamar.

Begitu. Begitu caramu. Memaksaku untuk mendengarkan semua cerita-ceritamu. Tapi kamu sendiri? Memeperlakukanku seenak kamu. Ha ha ha selamat datang di dunia nyata Yasmin. Selamat datang. Dunia memang kumpulan para bedebah.

***

AWAN DALAM GELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang