CHAPTER 1 : LAST MiSSiON

175 11 23
                                    

Sore itu saat waktu istirahat telah tiba.

Seorang pria tengah terduduk di atas kasur putihnya. Ia memandang layar handphone-nya yang menunjukkan tanda panggilan yang berasal dari ibunya.

"Ibu, bisakah untuk tak menghubungiku setiap hari?"

"Habisnya Hagane, kau sama sekali tak mendengarku untuk segera berhenti menjadi anggota JSDF. Lebih baik cepatlah pulang dan temani ibu di sini!"

"Sudah aku bilangkan untuk bersabar sejenak. Keluar dari JSDF tak semudah yang ibu inginkan. Tentunya, permintaan itu perlu proses dan waktu juga, ibu."

"Tapi, tak bisakah kau mempercepatnya kembali?"

"Saat ini aku baru mengajukan proposal pengunduran diriku, ibu. Jadi, sebentar lagi mungkin aku bisa pulang. Sekali lagi, aku mohon kesabaran ibu juga."

"Oh ya Hagane, apakah kau punya pasangan di sana? Kau tahu, teman-teman ibu kini sudah banyak yang memiliki cucu-cucu yang lucu loh... dan juga-"

Pria berbadan besar dan tinggi serta berambut hitam pendek itu langsung menjadi patung batu yang rapuh. Sebagian besar dari tubuhnya ditumbuhi retakan yang hampir menghancurkan jantungnya.

Seketika itu juga, ia langsung mematikan panggilan tersebut.

"Ada apa Hagane! Apa ibumu kini memanggil lagi dan menyuruhmu untuk segera pulang?" Tanya teman sekamarnya.

"Yah~ seperti itulah... ibuku sudah kehabisan kesabarannya."

"Kau itu sebenarnya sudah tua tapi kenapa kau masih diperlakukan seperti anak TK saja, Hagane! Seharusnya, kau bisa mengambil keputusanmu sendirikan?"

"Jika memang bisa pun aku ingin tetap berada di JSDF. Tapi, semenjak ayahku meninggal beberapa bulan lalu. Sepertinya, ibu mulai kesepian dan kesulitan mengurusi usahanya."

"Usaha? Memangnya apa yang keluarga kalian miliki di desa?"

"Yah~ Sebenarnya hanya toko yang tak terlalu besar sih~"

"Apa! Kau mau berhenti dari JSDF dan melanjutkan hidupmu sebagai penjaga toko?" Teman sekamarnya mulai tertawa kecil.

"Jangan menistakannya, Kei. Walaupun hanya toko kecil. Penghasilannya sudah cukup untuk sehari-hari, terlebih jika hanya untuk hidup di desa." Balas Hagane ketus.

"Maaf-maaf, aku tak bermaksud untuk menyinggungmu. Tapi, melihat tampangmu yang seram itu pasti hanya akan menakuti pelanggan kan?"

"Tch! Sudahlah tutup mulutmu..."

(...)

Hagane berjalan sendirian di lorong tersebut. Raut wajahnya nampak begitu kesal karena sisa ejekan yang dilontarkan temannya barusan.

Saat ini, ia berjalan menuju ke ruang Kolonel Itami.

"Permisi, Kolonel Itami." Hagane membuka pintu dan memberikan tanda hormatnya.

Nampak seorang yang cukup tua dengan sebatang rokok di mulutnya. Tatapan matanya nampak begitu tenang dengan sebagian rambut yang sedikit memutih.

"Letnan Hagane kah? Ada urusan apalagi kau kemari?"

"Seharusnya anda pun sudah tahu urusan saya kemari?" Itami tersenyum kecil, "saya disini untuk menanyakan surat pengunduran diri yang sudah saya berikan beberapa hari yang lalu?"

"Yah~ aku memang sudah menerimanya. Tapi, apakah kau benar-benar yakin untuk keluar dari JSDF?"

"Tentu saja Kolonel Itami. Lagipula, saya tak tega untuk membiarkan ibu saya tinggal sendirian di desa... terlebih, hampir setiap hari ibu selalu memanggil dan membicarakan cucu atau sesuatu yang sejenis..."

Dunia Tanpa LogamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang