PROLOG : RiSiNG HOPE

297 20 21
                                    

"Yang Mulia Raja, tak bisakah kita menghentikan perang ini?"

Seorang ksatria berzirah baja putih nan indah tertunduk menghormati rajanya. Ia menanya dengan segenap kejujuran di hatinya.

"Maaf Ksatriaku, aku tahu bahwa perang ini adalah hal yang buruk. Jika saja aku bisa menghentikannya sekarang, aku pasti akan melakukannya. Tapi, rasanya tak mungkin jika kerajaan lain mau berdamai dan menghentikan perang ini segera."

Perang! Perang! Perang!

Untuk apa perang ini sebenarnya?

Ribuan nyawa telah melayang karena kebrutalannya. Tak peduli dari kaum ksatria yang memang lahir untuk perang ataupun para rakyat jelata yang tak mengerti akan apa yang sebenarnya terjadi.

Allusian...

Dunia yang damai dan begitu indah dengan segala keajaiban yang menyertainya. Sihir adalah hal yang biasa di dunia ini. Sungai panjang nan jernih. Samudra luas yang berkilaun. Langit biru yang menenangkan.

Tapi, itu adalah masa lalu bagi anak cucu kini. Semuanya telah menjadi cerita lama bersama hancurnya seluruh daratan karena perang.

Lalu, perang apa yang mampu menghancurkan seluruh daratan dan samudra ini?

Perang ini adalah Metal War. Perang ini telah berlangsung hampir sepuluh tahun lamanya untuk memperebutkan bahan-bahan tambang seperti : emas, perak, besi, dan segala logam lain.

Satu-per-satu pahlawan lahir demi merebut kedamian kembali. Tapi, satu-per-satu pahlawan juga ikut terenggut dalam kejamnya kata perang.

Hari ini adalah hari dimana perang telah menginjak waktu kesepuluh tahunnya. Bersamaan dengan ini, sebuah ramalan telah disebar oleh semua orang yang ingin menjadi pahlawan kedamaian.

-HENTIKANLAH PERANG INI ATAU MURKA DEWA AKAN JATUH KE DUNIA-

Tak peduli seluas apapun ramalan itu tersebar.Tak peduli sekeras apapun ramalan itu digaungkan. Tak peduli sekeras apapun ramalan itu disebarkan.

Teriakan para manusia yang dimabuk perang jauh lebih kuat dari ramalan itu.

Pada akhirnya, ramalan itu lenyap ditelan waktu dan keputusasaan.

Seorang anak berdiri di antara barisan tentara yang telah melepas pedang dari sarungnya, mengacungkan tombak ke arah lawannya, dan mengangkat tongkat penabuh genderang perang. Anak itu, sama sekali tak merasa takut karenannya. Mungkin, rasa takut yang ia miliki telah hilang karena kebenciannya akan perang.

Tak hanya pasukan manusia saja yang ikut bertempur. Golem-golem besar yang diciptakan manusia dari berbagai logam juga ikut digunakan sebagai senjata. Sedikit saja gerakan yang tercipta dari golem raksasa ini; tanah yang dipijak pasti akan bergetar karenanya.

"Sudahlah! Hentikan perang ini! tak puaskah kalian setelah merenggut tempat tinggal kami! Tak puaskah kalian setelah menghilangkan nyawa yang berharga bagi kami! Tak puaskah kalian telah menyeret kami pada konflik yang tak kami ketahui!"

Tak ada yang mengenal siapa anak itu. Tak ada yang tahu dari mana anak itu berasal. Sehingga, tak ada yang peduli apa yang anak itu katakan.

Komandan perang dari kedua barisan tentara itu mengangkat pedangnya. Tanda perang akan segera dimulai.

Air mata kekecewaan mulai mengalir deras dari mata anak itu. Mulutnya bergetar dan tangannya mengepal dengan kuat hingga berdarah.

"Jika kalian tak segera menghentikan perang ini... Dewa pasti tak akan tinggal diam!"

Tentu saja, tak ada yang mendengar ocehan anak kecil itu lagi.

"PRAJURIT, SERAAAAA~ANG."

Kedua komandan dengan kompak memimpin prajuritnya bersamaan dengan genderang perang yang telah disuarakan.

Sepuluh detik setelah perang berlangsung.

Langit biru berubah menjadi merah dengan awan tebal yang berkumpul di seluruh langit. Dunia seketika gelap tanpa adanya cahaya yang menyinari Allusian.

Sepuluh detik kemudian...

Para prajurit kehilangan semangat tempurnya di dalam kegelapan yang melahap seluruh dunia.

Sepuluh detik selanjutnya...

Titik-titik cahaya mulai bermunculan menembus awan gelap yang menutup Allusian. Harapan datang selama sedetik dan ketakutan mulai datang selama sisa hidup.

Benda-benda yang berhasil melubangi langit itu adalah logam yang mereka dambakan. Logam yang mereka perebutkan. Logam yang menjadi alasan perang tiada akhir ini.

Logam-logam itu turun layaknya meteor yang diselimuti dan berekor api.

Logam yang selama ini menjadi perebutan kini jatuh berombongan layaknya titik-titik air yang turun kala hujan.

Cahaya-cahaya sihir mulai menghiasi daratan. Segala jenis sihir pertahanan dirapalkan dengan khitmat demi menjaga nyawa. Tapi, tak satupun berhasil menahan ataupun menghancurkan logam-logam itu.

Pada akhirnya, hanya ada satu cara yang dapat dilakukan. Yaitu, berlarian layaknya pengecut tanpa tujuan.

-Apakah benda-benda ini yang kalian perebutkan dan kalian dambakan?-

Suara itu menggema sesaat.

Tak ada satupun yang mendengar pertanyaan dari langit itu. Karena, seluruh makhluk hidup yang masih bernyawa terlalu sibuk untuk lari dari ketakutannya.

Hujan logam itu terus berlanjut selama tujuh hari lamanya. Hampir seluruh daratan rusak. Namun, masih ada yang bertahan.

Dunia Tanpa LogamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang