CHAPTER 13 : ENDLESS

21 1 0
                                    

Anak panah melesat cepat. Satu buah kini bertambah menjadi tiga, bertambah lagi menjadi lima dan terus melesat tanpa peduli pepohonan gagah yang berdiri rapat.

Melewati tebalnya hutan, seorang gadis pemegang palu raksasa menjadi sasaran utama. Tanpa disadari, anak panah itu terus melaju hingga jarak tak lagi dapat dihitung.

Percikan api kecil terbentuk. Saling memunggungi, Giolatte berdiri tegap menebas anak panah yang telah menjadi debu cahaya.

Amher membatalkan serangannya pada Viv, ia masih sedikit terkejut dengan serangan dadakan.

Menolehkan kepala ke belakang, manatap Giolatte di punggungnya.

"Itu....?"

"Sepertinya ada orang lain yang datang." Ucap Giolatte.

"Hampir saja... terimakasih." Satu keringat megalir.

Tak menyianyiakan kesempatan, Viv menjauh sembari menahan rasa sakit pada tangan kanannya. Wajahnya terlihat masam karena memaksakan tubuhnya bergerak. Ia mendekat kepada Yreef dan mendekapnya dengan tangan kirinya.

"Serangan itu...?"

Viv tersenyum, nampak lebih lega dari sebelumnya. Ketegangan luntur dan satu tarikan napas pajang cukup untuk menenangkannya.

"Cepat sekali kau, nona...."

Seorang lelaki tua berbadan besar keluar dari dalam hutan, sangat santai dengan langkah yang lambat. Ia mengambil rokok yang dihisapnya dan menhembuskan asap tebal setelahnya.

"Aku pikir, gadis itu akan mati tadi. tapi..."

"Jadi, apakah serangan dadakan itu adalah datang dari anda, tuan?" tanya Giolatte.

Sedikit menundukkan kepalanya, gadis itu menelan ludahnya dan menggenggam erat dua bagian gunting yang telah dipisahkannya. Daripada disebut gunting, benda itu kini lebih terlihat seperti sepasang pedang kembar.

"Tentu saja...." laki-laki tua itu tersenyum, "bukan.."

Lesatan anak panah cahaya kembali terliha. Dari tiga arah yang berbeda dengan jumlah yang lebih banyak. Salah satu arahnya berasal dari tempat laki-laki itu berdiri. Melesatlebih cepat dan ganas. Kedatangan anak panah itu layaknya hujan.

Kedua gadis itu kini bersiap. Seperti menghilang, Giolatte bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk memusnahkan serangan dengan senjatanya. Di tempat yang sama, Amher menyiapkan seluruh tenagannya untuk mengatai sisa anak panah yang tersisa, menyiapkan semua tenaga pada lengan dan pinggulnya, ia berniat untuk membuat putaran besar yang tentunya akan dihiasi dengan ledakan besar milikinya.

Ledakan besar telah terjadi, debu mengepul, keberadaan kedua gadis itu tenggelam dalam tebalnya debu. Hujan anak panah tenggelam satu-per-satu.

"Ayah!" teriak Viv.

"Apakah kau masih bisa bergerak?" balasnya, "jika bisa, segeralah pergi menemui yang lain di hutan. Biar kami yang mengurus ini se—"

Benda besar meloncat dari dalam kekacauan. Ia jatuh dan memotong ucapan laki-laki tua itu dengan senjata besarnya.

"Tak bisakah kau menunggu hingga aku selesai bicara?" laki-laki tua itu menahan satu bilah dengan tangannya.

"Tch! Tak berhasilkah?"

Giolatte melepas satu senjatanya, ia jatuh ke tanah, merendahkan tubuhnya sembari berputar ke belakang. Ia mengakhiri gerakan itu dengan kaki kanan yang siap menjegal lawan. Laki-laki itu itu menyadarinya, ia langsung menghindar dan tak sengaja melepas senjata yang ditahannya.

Dunia Tanpa LogamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang