Treasa's feelings only.
When sadness and thankful become one. You got no choice beside drink them with heavy throat.
Udah berapa kali ya?
Udah berapa kali gue kecewa sama hati gue sendiri?
Udah berapa kali gue berpura-pura menerima?
Dan, udah berapa kali bibir gue memberontak dari hati gue?
Masih dari Jepang, pukul 3 malam dini hari. Gue terbangun, masih dengan selimut dari hotel room Kayana yang sementara ini jadi hotel room milik gue juga.
Mata gue mendapati Kayana tertidur pulas dengan nafasnya begitu tenang dan teratur membuat gue iri dan malu, tentu saja.
Pertama, iri? Iri karena bagaimana pun dia, seberat apapun masalah dia, sebanyak apapun orang-orang yang menghianati dia, dia masih bisa tidur dengan nafas teratur. Mungkin, tanpa gue tau, dunia alam bawah sadar dia justru jadi tempat di mana dia bisa dapet dukungan lebih, entah mimpi indah, entah apa. Menjadi tempat satu-satunya dia bisa jadi dirinya sendiri tanpa harus terus-terusan berpura-pura.
Dan, kedua, malu? Malu karena gue merupakan satu dari sekian hal yang membebani dia. Membebani hati dia yang sampe sekarang gak pernah gue lihat sedetik pun, jangankan liat, lirik aja ga pernah. Tapi dengan tenangnya dia, santainya dia, ikhlasnya dia, selalu ada buat gue sampe di titik terburuk gue saat ini.
Bego lo, Kay. Gue jelas-jelas galauin orang lain dan justru malah nyusahin lo dengan ini itu. Kaya tadi contohnya, gue minta Kayana buat beliin es krim, gue bilang rasa coklat, pas dia pergi dan balik lagi ngasih es krim coklat, malah gue buang, alesannya, gue kepikiran Aaron yang dulu sering banget beliin gue es krim coklat pas gue lagi sedih. Sekarang apa jadinya kalo malahan Aaron yang jadi sumber kesedihan gue?
Dengan senyum Kayana membalas perlakuan gue yang menurut gue, it was so rude dude, but you gave me your best smile. Detik itu juga gue benci diri gue, gue berteriak sana sini seakan-akan gue mencari keadilan buat diri gue sendiri namun lain sisi, teriakan gue seharusnya buat diri gue yang sangat egois.
Dari situ gue sadar, gue harus lebih membuka diri untuk seseorang yang mau memperlakukan gue layaknya Kayana.
Memori-memori kelam mulai bermunculan, gue kemudian berpikir, sekuat apa Damar menghadapi orang seegois gue, sekuat apa Damar sampe mau ngajak gue untuk balik kaya dulu lagi. Dan gue bisa seberuntung ini bisa dapetin orang kedua atau ketiga? Yang kemungkinan bisa nerima gue.
Ya Tuhan,
Aaron gak salah. Bukan salah Aaron, tapi salah gue. Salah gue yang sayang dia lebih dari temen deket, lebih dari sahabat, salah gue yang ga mampu menahan diri.
Sekarang,
Let time speaks for me.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun and Moon ✔️
Teen FictionLayaknya bumi yang butuh pendamping, gue juga butuh. Matahari dan Bulan jawabannya.