Sore hari, pukul 4, waktu Indonesia bagian barat.
Kayana menarik koper miliknya dan milik Trea dengan kedua tangannya, sesekali kopernya dia lepas karna dia juga harus menggulung lengan kemejanya yang terus-terusan turun dari sikunya. Apa mau dikata kalau Tuhan cuma kasih dua tangan, tapi lelaki kelahiran Malang, Jawa Timur ini melakukan semuanya dengan dua tangannya secara bersamaan. Senyum kecil terpatri di bibirnya dalam beberapa menit ke belakang mendengar celotehan dari bibir Trea.
Trea yang akhirnya sadar kalo Kayana seakan kesulitan dengan pakaiannya sendiri, akhirnya berinisiatif membantunya, "Lo tuh cuma punya dua tangan," gerutu Trea sambil menggulung lengan kemeja Kayana sampai siku. "Lo juga punya mulut buat minta tolong orang lain" ujar Trea.
Kayana terdiam, jantungnya sempat berhenti berdetak selama satu detik lalu kemudian berdegup kembali dengan kecepatan yang lebih.
"Hehehe"
"Asli, gue tuh ga habis pikir aja sama Deehan, masa ya dia kirim foto lagi di Cianjur sama Aretha." ujar Trea, "Gue juga bisa kali jalan-jalan, melihat pemandangan alam nan sejuk dan damai. Geli" panjang lebar Trea ngejelasin sambil niru cara Deehan ngomong.
Kayana masih aja mesam mesem denger Trea ngomong tanpa menyela atau merespon sekali pun.
Trea memutar bola matanya dan menatap Kayana, "Ngomong sama tembok kali ya gue"
Kayana terkekeh, "Hehe engga kok, gue ke toilet bentar ya, Tre, kebelet tiba-tiba nih"
Kayana lari ke toilet, Trea duduk di atas kopernya nungguin Kayana. Kedua matanya memandangi puluhan taksi yang berlalu-lalang di hadapannya.
Gak lama, suara berat seorang pria yang sangat dia kenali memanggilnya.
Suara Aaron membangunkan Trea dari lamunan, "Te?" tangan kanannya megang pundak Trea dan mencoba untuk membalikan badan Trea.
Deg!
Saat itu juga, Trea cuma berharap kalo aja, kalo, seluruh dunia sunyi dan senyap karna sekali denger suara berat Aaron malah kembali membuatnya emosional, apalagi kalo ngeliat mukanya.
Dengan kedua tangan yang berkeringat, Trea membalikan badan, "Eh?" Trea tersenyum canggung.
"Lo ngapain di sini? Jemput gue?" tanya Aaron antusias.
"Eh sorry sorry, gue lama ya– Aaron?" Kayana dateng, dan sempet kaget liat Aaron karna kepalanya daritadi nunduk ngeliat tangannya membenahi ujung kemejanya yang sempat kelipet.
"Lah elo?" tanpa sadar, suara Aaron terdengar naik.
Trea memejamkan mata dan menarik napas, kemudian ia berdiri, "Gue bisa jelasin"
••
—TREASA—
Kedua kaki gue bergerak gak tenang, bahkan daritadi gue ngacak rambut gue gak jelas saking frustasinya.Sekarang gue di dalem taksi sama Aaron, kita berdua duduk di belakang. Aaron gak nengok sama sekali, masih ngeliatin jalanan luar. Alisnya mengerut dan giginya gak berenti gigit bibir bawahnya.
"Mana? Katanya mau jelasin" ucap Aaron tegas.
Ternyata inget.
Gue diem. Pikiran gue beradu sama hati gue, harus kah gue bohong atau jujur tentang kepergian gue ke Korea? Tapi gimana nantinya? Pasti bakalan ada pertanyaan kaya 'Kenapa gak nyamperin gue?' atau 'Kenapa malah ke Jepang?'. Gue mikirin aja rasanya berat banget gimana beneran ditanya kaya gitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun and Moon ✔️
Novela JuvenilLayaknya bumi yang butuh pendamping, gue juga butuh. Matahari dan Bulan jawabannya.