Retta terkejut begitu melihat seorang pria yang berada tepat di sampingnya. Pria itu memandang mereka berdua dengan tatapan tajam dan begitu menusuk.
"Arven ... kam—"
"Pulang ...." ucap Arven dingin.
"Kam ... kamu ngapain disini?" Retta lagi sambil menetralkan detak jantungnya.
"Pulang ...." ucap Arven untuk kedua kalinya.
Retta tahu, kalau Arven sudah dingin seperti ini itu adalah bahaya yang besar, tetapi dengan sekuat tenaga dia menahan rasa takut yang ada di dadanya.
"Kamu aja pulang sana!" ucap Retta sinis. Delvin masih saja diam membeku melihat kedua orang di hadapannya. Rasanya enggan untuk angkat bicara.
"Jangan sampai aku marah. Retta, pulang," ucap Arven sambil menarik pelan tangan Retta, namun Retta menarik tangannya dari gengaman Arven.
"RETTA,KAMU DENGER GA SIH?PULANG RETTA, PULANG!" bentak Arven secara tiba-tiba. Mendengar itu membuat semua nyali Retta hilang semua. Retta memandang Delvin di hadapannya meminta persetujuan,
Delvin hanya mengangguk pelan."PULANG!" bentak Arven lalu menarik paksa tangan Retta keluar dari cafe itu. Melihat kejadian itu membuat beberapa pasang mata menatap mereka berdua dengan tatapan penuh tanya.
"Arven ... sakit ...." ucap Retta sambil merintih. Tangannya mulai merasakan rasa perih akibat Arven yang menarik tangannya terlalu kencang. Arven mendengar rintihan itu,tetapi dia sama sekali tidak setuju. Bagaimanapun juga aura kemarahan masih mendominasi dirinya.
Arven mendorong tubuh Retta memasuki mobilnya lalu bergerak menuju rumah Retta. Di dalam mobil, Retta tiada henti-hentinya untuk menangis. Hatinya sangat sakit dan perasaannya malu karena tadi.
Arven menatap singkat Retta lalu tangannya mengambil kotak tissu yang berada di hadapannya dan dia lemparkan tepat ke arah Retta. "Hapus air matanya, jangan sampai ada yang tau. Ini demi nama baik kamu," ucap Arven tanpa menoleh sedikitpun ke arah Retta.
Satu jam telah berlalu, kini mereka berdua sudah sampai di halaman depan rumah Retta. Arven menoleh ke samping tepat dimana Retta berada, ternyata gadis itu sudah tertidur dengan nafas khas seperti orang menangis. Tanpa pikir panjang,Arven langsung menggendong tubuh Retta lalu membawanya masuk ke dalam rumah.
"Ya ampun Ven, itu Retta kenapa?" tanya Mama Luna–mamanya Retta. Mama Luna menatap anaknya dengan tatapan khawatir.
"Ini Mah, tadi Retta ketiduran di mobil. Arven bawa ke kamarnya dulu ya Mah," ucapnya. Mama Luna hanya mengganguk menyetujui.
Sesampainya di kamar, Arven meletakkan tubuh Retta dengan hati-hati di atas ranjang lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Retta.
Arven mengecup singkat puncak kepala Retta lalu mengelusnya. "Maafin aku udah bikin kamu takut Ret. Maafin aku ya, aku sangat menyayangi kamu.".
.
."Astagfirulloh ... lo ngapain?" tanya Retta kaget. Bayangankan saya baru juga wanita itu membuka mata lalu ada sesosok pria di hadapannya.
Kini Arven tengah duduk di sofa kamar Retta. "Menunggu kamu bangun, sekalian mau minta maaf soal semalam ," ucap Arven sambil menyengir.
Retta hanya mengumam lalu dia kembali memejamkan matanya. LSeolah tidak perduli dengan keadaan Arven di kamarnya. "Kamu mau tidur lagi? Padahal hari ini kita mau cari cincin pernikahan."
"Cari aja sendiri, modelnya sesuka lo." jawab Retta dengan mata yang masih tertutup, wanita itu seolah acuh.
"Kamu masih marah?" Retta langsung membuka matanya, malas sekali dengan pertanyaan itu.
"Enggak. Sekarang lo keluar gih.Gue mau tidur."
"Tuh kan, kamu masih marah. Kamu mau apa biar kamu ga marah lagi?"
"Beli cincin sana sendiri."
"Tuh kan masih marah, kalau ga marah ayo kita beli cincinnya sekarang."
Kampret memang!
Bersambung....
Vote dan komen....
REVISI 👍🏼
Salam,
TheDarkNight_
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Dress
Подростковая литература"Kamu kenapa milih warna gaun yang gelap?" tanya Arven dengan tatapan lurus ke depan. Retta mengangkat bahunya acuh. "Untuk menggambarkan keadaan gue nanti saat sama lo," ucapnya sarkastis. Arven tersenyum lalu mengusap puncak kepala Retta. "...