Ucapan Retta bagaikan ucapan sang ibu, ucapan yang selalu benar. Yak, ucapan Retta mengenai Arven kemarin benar terbukti. Arven mengalami kecelakaan saat pendonoran hati.
Pemukiman rumah Arven dan Retta ramai didatangi oleh para keluarga dan oleh para warga sekitar. Mereka semua berbondong-bondong datang ke sini hanya untuk melihat Arven untuk terakhir kalinya. Suara isakan tangis memenuhi suasana tempat ini, semua orang menangis, tetapi yang paling parah adalah Retta.
Wanita itu menangis di samping mayat Arven yang telah terbujur kaku. Tangan wanita itu terus saja memeluk mayat Arven seakan dia tidak mau Arven pergi darinya dia masih belum menerima.
"Arven aku mohon Ven bangun," ucap Retta diselingi dengan isak tangis. Ucapan permohonan itu sudah berkali-kali terucap, namun apa daya Arven belum juga terbangun. Di dalam hati Retta terus-menerus berdoa semoga kematian Arven ini adalah mati suri karena dia masih membutuhkan Arven lebih lama lagi. Dia mau calon bayinya yang masih dikandungnya dapat melihat sang ayah.
Retta mengenggam tangan Arven, dingin yang dia rasakan. "Arven aku janji aku bakalan jadi istri yang baik. Aku bakalan menuruti semua kemauan kamu, aku bakalan belajar jadi ibu yang baik buat kamu dan buat calon anak kamu. Tapi please Ven, bangun!" ucap Retta lagi. Nasi memang sudah menjadi bubur, semuanya sudah sia-sia.
"ARVEN!" teriak Retta frustasi. Tiba-tiba seseorang memeluk Retta dari belakang.
Retta menoleh ke belakang, Lani membawa Retta ke dalam pelukannya. Lani tahu Retta sangat-sangat frustasi sekarang Lani ingin membantunya, namun apa daya tidak banyak Lani dapat lakukan selain memeluk Retta dan memberi ketenangan disana.
Bukannya tenang, Retta semakin membesar tangisannya. " Lani, Arven Lan ... Arven!" ucapnya dengan serak.
Lani mengelus puncak kepala Retta. "Lo harus merelakan dia, dia udah tenang disana. Jangan mempersulit dia Ret, ikhlasin aja," ucap Lani berbisik.
Retta menggeleng, tangannya meremas seprai yang berada dibawah mayat Arven. " Gue enggak bisa ikhlas Lan."
"Gue tahu itu sulit buat lo gue tau, tapi setidaknya lo bisa belajar untuk mengikhlaskan dia," ucap Lani. Retta terdiam sesaat, pandangannya buram dan seketika semuanya gelap.
.
Helaan napas terdengar beberapa kali. Dengan mata kepalanya sendiri Retta melihat makam Arven yang sudah tertutup oleh tanah. Ingin rasanya dia menggali kuburan itu disaat semua orang sudah pulang nanti, namun seperti tidak mungkin karena pasti Lani menemani dirinya mungkin sampai dirinya sampai dirumah.
Lani mengelus pundak Retta, mengalirkan kekuatan disana. " Gue yakin lo kuat Ret."Lani memberikan sepucuk surat kepada Retta, Retta memandang itu seakan bertanya. "Arven ngasih ini sebelum dia melakukan pendonoran kemarin," Lanjut Lani menjelaskan. Retta mengambil sepucuk surat itu lalu membacanya.
To: My Lovely Wife
Hai ... apa kabar setelah beberapa hari kita enggak bertemu? Aku harap kamu baik-baik aja ya!
Aku mau minta maaf soal kemarin, maaf banget aku engga minta persetujuan kamu. Ini benar-benar genting banget Ret, aku enggak bisa mikir apa-apa kemarin, maafin aku ya.
Entah kamu baca ini setelah aku masih hidup atau enggak, kemungkinan aku masih hidup karena peluang untuk kegagalan dalam operasi itu sangat kecil.
Kalau aku masih hidup, setelah ini aku bakalan ajak kamu jalan-jalan kita bakalan hidup menetap bersama di villa kemarin. Itu yang kamu mau kan? Iya aku bakalan penuhi itu.
Kalau aku udah enggak ada, semua warisan aku udah atas nama kamu semua. Pakai aja semua itu untuk kehidupan kamu, mungkin aku udah enggak ada, tapi kewajiban aku akan terus ada buat kamu.
Aku bakalan terus sayang sama kamu Ret, selamanya!
From: Arven
Retta lagi-lagi terisak. Dia melemparkan surat itu begitu saja. Retta memutar badannya dan langsung memeluk Lani, namun belum sempat Lani membalas pelukan Retta, Retta sudah terlebih dahulu terjauh di tanah. Wanita itu kembali tidak sadarkan diri.
Regard,
TheDarkNight_
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Dress
Ficção Adolescente"Kamu kenapa milih warna gaun yang gelap?" tanya Arven dengan tatapan lurus ke depan. Retta mengangkat bahunya acuh. "Untuk menggambarkan keadaan gue nanti saat sama lo," ucapnya sarkastis. Arven tersenyum lalu mengusap puncak kepala Retta. "...