"Ret, kamu mau hubungan kita berakhir?" tanya Arven sambil menatap Retta dalam.
Retta membulatkan matanya sempurna, di dalam hati wanita itu bersorak-soray gembira. Ingin rasanya dia mengiyakan ucapan Arven itu. Dengan satu kata mampu untuk membangkitkan berjuta-juta kebahagiaanya. Kebahagiannya nanti bersama Delvin sampai kebahagiannya karena tidak berhubungan dengan Arven lagi.
"Aku butuh waktu," ucap Retta dengan nada tegas. Ya, kalau dipikir-pikir bagaimana urusannya nanti dengan orang tuanya? Tidak mungkin dia menyampaikan alasan perceraiannya karena dirinya masih berpacaran dengan Delvin, bisa-bisa namanya dicoret dari kartu keluarga.
Arven tersenyum simpul, kebahagiaan dan kesakitan bercampur aduk di wajahnya, dan otaknya berputar membayangkan bagaimana hidupnya nanti apabila sudah tidak bersama Retta lagi. Mungkin dia akan mati karena mati lebih baik daripada dia harus mengalami kesakitan secara terus menerus.
Lemah? Ya, bisa dikatakan kalau Arven pria yang lemah. Padahal, tubuh pria itu tidak lemah, namun hatinya memang lemah kalau sudah menyangkut Retta, orang yang paling dia sayangi dan cintai. Cinta memang dahsyat kekuatannya, bisa melemahkan orang yang kuat dan bisa menguatkan orang yang lemah. Cinta bisa membalikkan segala hal di dalam hidup manusia maka dari itu jangan bermain-main dengan cinta.
"Aku akan kasih kamu waktu satu bulan dan satu minggu kedepan aku akan ada urusan di Australia. Kamu boleh tinggal di rumah orang tua kamu atau kamu boleh tinggal di apartemen. Aku akan menjaga jarak dengan kamu, aku harap kamu dapat mencari jalan yang terbaik dalam hubungan kita," ucap Arven panjang lebar.
Retta hanya mengganguk karena dia juga bingung ingin menjawab ucapan Arven apa. Retta menarik napasnya dalam, dia menoleh ke Arven lalu tersenyum simpul penuh kebahagiaan dan kesenangan. "Lo di sana, cari aja bule-bule cantik. Kali aja gue akan memutuskan hubungan kita dan lo bisa sama bule itu," ucap Retta sambil tersenyum lebar.
.
.
.Arven meletakan kunci salah satu mobilnya dan meletakan beberapa kartu ATM serta kartu kredit tepat di hadapan Retta.
"Buat kebutuhan kamu selama satu bulan ke depan," ucap Arven dengan cepat, dia tahu pasti Retta akan memandangnya penuh tanya atau akan bertanya mengenai hal itu maka dari itulah dia berbicara langsung.
Retta mengangguk lalu memasukan semua barang itu ke dalam tasnya. "'Terima kasih, " ucap Retta sambil membuang wajahnya.
Ya, ucapan Arven semalam adalah kebenaran. Dia akan pergi satu bulan dari kehidupan Retta, tetapi dia tidak sepenuhnya pergi karena Arven akan selalu melindungi Retta dari kejauhan. Bagaimanapun juga Retta masih menjadi istrinya kewajibannya dan tanggung jawabnya masih berlaku sebagai suami, termasuk hal yang diberikan Arven tadi.
Arven memasukan ponselnya ke dalam kantungnya. "Aku pergi dulu ya," ucap Arven meminta izin, "jaga diri kamu baik-baik." Tanpa menatap Arven, Retta mengangguk.
Arven melangkahkan kakinya menuju pintu apartemen dan bergegas keluar. Semakin lama punggung Arven semakin menghilang dari pandangan Retta. Begitu melihat Arven yang sudah menjauh, Retta langsung mengambil benda pipih persegi panjang lalu segera menggunakan benda itu.
Delvin Pratama
Vin, aku boleh menginap
di rumah kamu ga?Bersambung.....
VOMEN...
Salam,
TheDarkNight_
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Dress
Teen Fiction"Kamu kenapa milih warna gaun yang gelap?" tanya Arven dengan tatapan lurus ke depan. Retta mengangkat bahunya acuh. "Untuk menggambarkan keadaan gue nanti saat sama lo," ucapnya sarkastis. Arven tersenyum lalu mengusap puncak kepala Retta. "...