"Yuk...turun." Arven berjalan beriringan dengan Retta. Retta sedari tadi hanya diam saja, bahkan semenjak tadi pagi Retta diam tanpa mengucapkan satu katapun. Dia merasa kalau diam lebih baik daripada harus berbicara karena dia tahu kalau dia berbicara pasti berujung pada pertengkaran yang terjadi kepada dirinya dan juga Arven.bBukannya dia tidak mau, tetapi kali ini dia sudah malas. Sangat malas.
Beberapa pasang mata memandang mereka berdua turun. Arven yang merasakan itu hanya tersenyum, dia mendekatkan tubuhnya memepet dengan Retta. "Senyum... Ret...." ucap Arven tepat di samping telinga Retta dengan pelan.
Retta tidak menjawab, dia hanya bergumam saja setelah itu tidak ada yang memulai pembicaraan lagi. Tidak lama kemudian, Arven dan Retta sudah sampai di bawah. Arven menarik kursi meja makan, mempersilahkan agar Retta duduk di sana lalu Arven duduk tepat di sebelah Retta.
"Kalian sudah baikan?" tanya Liona—Mamanya Retta sambil menuangkan segelas air putih ke dalam gelas suaminya.
"Sudah dong Mah." Arven tersenyum dengan manisnya. Mendengar itu membuat kedua orang tua yang berada di hadapannya tersenyum lega karena mereka tidak mau Retta seperti tadi lagi.
Jordan—Papanya Retta menaruh gelas ke meja. "Kalian marah gara-gara kenapa?" tanyanya.
"Bukan masalah berat Pah, hormon orang hamil emang suka begitu," ucap Arven dengan santainya, dia tidak merasakan apa akibat dari ucapannya itu, sungguh Arven sangat bodoh menurut Retta.
Mendengar itu seketika membuat kedua orang tua di depannya berhenti seketika dari kegiatan mereka, sedangkan Retta menutup matanya sambil tangannya memijit dahinya.
"Apa Ven? Retta? Hamil?" tanya Jordan dengan tidak percaya. Aura kegembiraan langsung menyelimuti wajah pria itu, dia sangat senang akhirnya yang selama ini ditunggu-tunggu akan segera datang ke bumi ini.
"Hm—" ucap Retta terputus seketika karena merasakan ada sebuah jari telunjuk tepat di depan bibirnya. Dia tahu maksud itu, dia di suruh diam. Arven memang parah ... setiap Retta mau berbicara pasti dipotong.
"Aku aja yang ngomong ya Sayang," ucap Arven sambil tersenyum, "iya Pah, Mah, Retta hamil." Tangan Arven terangkat untuk mengelus kepala Retta, Retta masih diam dia menggerutu dalam hati, sumpah serapah sudah sedari tadi dia katakan di dalam hatinya.
"ALHAMDULILAH ... YA ALLAH RETTA! KENAPA ENGGAK DARI DULU AJA? MAMA SENANG SEKALI RET!" teriak Liona dengan semangat. Liona bangun dari duduknya, wanita paruh baya itu langsung memeluk Retta dari belakang. Dia tidak kuat lagi untuk memeluk anak perempuan satu-satunya itu.
"Mama senang sekali Ret ... Ya Allah," ucap Liona tepat di telinga Retta. Retta hanya diam tidak berbicara apapun, seperti biasanya.
"Arven ... makasih yah. Papa senang dengarnya dan enggak sabar menunggu Retta untuk lahiran," ucap Jordan dengan senangnya.
Liona melepaskan pelukannya." Ret, Ven, pokoknya malam ini juga kalian harus cek kandungan. Mama enggak mau tau pokoknya malam ini, Mama udah enggak sabar buat tau berapa lama lagi cucu mama lahir."
VOMEN...
Salam,
TheDarkNight_
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Dress
Novela Juvenil"Kamu kenapa milih warna gaun yang gelap?" tanya Arven dengan tatapan lurus ke depan. Retta mengangkat bahunya acuh. "Untuk menggambarkan keadaan gue nanti saat sama lo," ucapnya sarkastis. Arven tersenyum lalu mengusap puncak kepala Retta. "...